Entah apa yang membawa Yanti ahirnya ke ruangan perawatan VVIP seorang Pak Alif. Beberapa kali ia meneguk air liurnya. Tangannya masih mencengkram hp yang ia bawa. Di hadapannya sudah ada Pak Alif yang sedang terbaring lemah di ruangan megah itu. Matanya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang cantik. Ia bertaruh bahwa beliau adalah istri Pak Alif. Mukanya masam. Matanya tajam. Hanya itu kesan nya pada istri Pak Alif. Belum lagi deretan anak-anaknya atau menantunya yang juga memandang intimidasi padanya, terlebih seseorang yang sudah ia temui terlebih dahulu. Randy.
"Tahu alasanmu kemari?" Tanya Randy singkat, padat, ketus dan tajam.
Yanti hanya bisa menggeleng pelan. Yang ia tahu bahwa dirinya saat ini dalam bahaya. Terlebih jika keluarga besar Pak Alif mengetahui statusnya yang sebagai janda akan memperberat segalanya. Ia paham betul bahwa posisi nya tidak menguntungkan. Tapi ia berani bersumpah bahwa ia tidak memiliki hubungan istimewa apa pun dengan Pak Alif.
"Yakin dia gak tahu? Dari muka sok polosnya aja dah keliatan kalo memang mengincar para 'putra' keluarga kaya." Ucapan seorang perempuan yang ia yakini usianya masih di bawahnya membuat Yanti menoleh pada sosok itu.
Perempuan itu berkisar dua puluh tahunan. Dengan gaya trendy dan Yanti pun yakin tas yang ia bawa berharga puluhan atau ratusan juta. Parasnya amat cantik, dengan rambut coklat emas dan kulit putih. Yanti tidak ingin waktunya habis untuk menelaah penampilan krluarga besar Pak Alif yang menurutnya sangat di atas rata-rata. Justru yang sedang ia telaah adalah...
"Maksudnya 'putra'..??" Agak pelan Yanti mengulang sebuah kata yang begitu terngiang di telinganya.
"Kami sangat tahu seperti apa kamu." Kini suara Ibu atau Nyonya Alif lah yang berbicara. Di usianya yang mungkin memasuki 60 tahun, tubuhnya masih fit dan memiliki kulit yang sehat. Suara sepatunya berkeletak memecah suasana yang tiba-tiba hening. Suasana yang seolah-olah meringkuk oleh aura sang ratu yang kini mulai keluar.
"Dari caramu berkenalan dengan suami saya. Caramu mengambil hatinya. Bahkan menyelidiki kapan suami saya check-up ke rumah sakit langganannya. Yang juga merupakan rumah sakit tempat anaknya bekerja. Putranya yang masih lajang yang juga seorang dokter!" Tekan istri Pak Alif.
Kini Yanti tahu kemana arah pembicaraan ini. Ini bukan tentangnya dan Pak Alif. Ini tentang dirinya dan sang dokter.
Mencoba tidak terlalu terperangah, ia menatap sang dokter sekilas. Tatapan lembut yang dulu pertama kali ia lihat, juga tatapan mata khawatir yang menemukan ayahnya pingsan di rumah sakit sirna. Mata itu begitu tajamnya hingga menusuk ke relung dada Yanti.
"Cukup, Ma..."
Sebuah suara lirih terdengar. Semua mata termasuk Yanti tertuju pada Pak Alif. Ada rasa lega ketika pembicaraan tadi terpotong oleh kata-kata Pak Alif yang singkat itu.
"Sudah, pa... Papa berbaring saja. Mama gak akan membiarkan Papa berbuat terlalu jauh."
Kini istri Pak Alif sudah kembali duduk di kursi samping ranjang rumah sakit.Tiba-tiba sebuah tangan terayun perlahan. Yanti tahu kode itu. Kode dimana ia diajak Pak Alif untuk juga menghampirinya. Agak ragu, ahirnya Yanti membranikan diri untuk berdiri dari sofa nyamannya dan mendekat ke ranjang Pak Alif.
"Apa kabar, Pak?"
Duuaarrr!!! Isi kepala Yanti seakan menghilang. Ia sudah tahu Pak Alif sedang terbaring parah, dan ia menanyakan kabar. Jenius.
Ketika semua mungkin mencemooh pertanyaan itu, wajah Pak Alif melembut.
"Saya ada janji main golf hari ini. Tapi mungkin batal.. " kekehnya. Yanti pun tersenyum.
Ya, Yanti tahu sosok itu. Pak Alif adalah seoramg yang ramah dan baik. Sosok itu tidak angkuh lagi sombong. Sikapnya penuh wibawa seorang ayah yang selalu dirindukan Yanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)
General FictionYanti adalah seorang janda yang sudah bercerai dengan suami pertamanya dikarenakan belum memiliki momongan. Dirinya dianggap mandul dan tidak sanggup bila suaminya ingin menikah lagi. Satu tahun setelah perceraian, Yanti ahirnya menemukan hidup nya...