BAB 10

7.2K 373 26
                                    

"Apa pun yang terjadi, cerita sama aku, Yan..." Lisa merengkuh jemari sahabatnya itu. Yanti hanya bisa tersenyum manis.

"Nggak terjadi apa pun Lis. Dia orang yang baik." Jelas Yanti lagi. Lisa melepas genggaman tangannya. Ia bersedekap dan memandang kesal ke Yanti.

"Orang baik gak akan meninggalkan memar kek gitu lho, Yan... terus juga ini pernikahan kalian masih awal, dua bulan aja belum..." mata Lisa masih memicing.

"Ini yang buat aku ragu buat nikah. KDRT." Lugas Lisa. Kini giliran Yanti yang mengernyit heran. Dilihatnya sahabatnya itu seolah berfikir keras.

"Aku gak kena KDRT, cantiiik..." Yanti masih membujuk sahabatnya itu. Lisa menyesap lattenya yang tinggal sedikit. Mie siramnya sudah habis ia lahap tadi.

"Saat sebelum ijab kabul,dia dan keluarga nya tahu kondisi kamu kan?" Lisa kembali meyakinkan. Yanti segera mengangguk.

Ini gawat, pikirnya. Yanti setakut itu bila keceplosan memberitahu siapa suaminya.

"Yang kemarin itu, kamu belum terlalu jelas lho cerita." Yanti mencoba mengalihkan perhatian Lisa. Dirinya pura-pura menyeruput minumannya seolah bersiap dengan curhatan gadia di depannya.

"Baru sekali ini aku ketemu sama seseorang yang buat aku yakin, Yan. Mas Al benar-benar pria baik dan mapan. Ia pun bertanggung jawab. Itulah alasanku menerima lamarannya dan pertungan dari dia." Lisa melihat cincin yang melingkar di jemarinya itu.

"Awal mulanya gimana kamu kenal dia, Lis?" Yanti penasaran dengan pertemuan pertama sahabatnya dengan si dokter bedah itu.

"Yang dulu papah operasi kamu ingat? Itu kalo gak salah pas kamu lagi menuju proses perceraian deh. Naah... Kebetulan mas Al yang operasi."

Yanti menggangguk. Telah lama ia megetahui penyakit yang diderita oleh papah Lisa.

"Manis banget kek drakor deh..." goda Yanti. Lisa terkekeh geli. Ingatannya seakan menerawang ketika pertama kali bertemu Haris.

"Dia yang buat aku berfikir tentang pernikahan. Selama ini dia gak menjalain hubungan sama lawan jenis. Masa mudanya habis buat belajar dan karir, tahu-tahu sudah tiga puluh lima. Orangnya baik, santun, juga lembut..."

Yanti tersenyum menanggapi ucapan Lisa.

'Ya... benar-benar lembut, sampai mau kutusuk matanya...' batin Yanti.

Mendengar cerita Lisa dan melihat gesture tubuh Lisa yang bersemangat menceritakan tunangannya, Lisa paham kalau orang-orang di sekitar suaminya itu sebenarnya orang yang baik. Hanya mungkin karena mengenalnyalah semua menjadi runyam.

Sebut saja Haris tunangan Lisa. Melihat bagaimana lelaki itu bersenda gurau dengan keluarga Randy kala makan siang di tempat mertuanya, Yanti paham betul kalau sosok itu orang yang baik dan suka bercanda. Belum lagi melihat lelaki itu begitu cinta dengan sahabatnya ini. Dari situ saja Yanti yakin kalau dokter Haris memanglah orang yang baik. Tapi sosok itu begitu berbeda di depan Yanti.

Terlebih dengan suaminya. Benar-benar tak ditemukan lagi sorot mata hangat ketika Yanti pernah berjumpa di rumah sakit. Seolah apa yang telah ia ucap, dan lakukan segalanya selalu salah di mata kedua orang itu.

"Lebih-lebih Randy, tunangan Qiara. Kamu inget kan kawan mas Al kemarin?"

Deg!!

Jantung Yanti memompa dengan cepat. Inikah saatnya ia mengorek tentang siapa suaminya?

"O..ooh... i..iya ingat. Memang kenapa?" Tanya Yanti yang seolah-olah mengingat-ingat prihal suaminya yang datang dengan perempuan idamannya.

"Kata mas Al mereka tuh pacaran lho dari SMA. Sama-sama bertiga punya cita-cita jadi dokter. Mas Al dokter bedah, kalo Randy itu dokter anak, naaah tunangan Randy itu Qiara, dokter kecantikan."

Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang