Mobil hitam terpakir dengan apik di carpot sebuah rumah berlantai dua. Namun pemilik kendaraan belum juga keluar dari mobil tersebut. Dirinya masih menyender di bangku kemudi dan menekan bagian antara kedua alisnya. AC yang kencang tak membuat ia lega, ia buka satu kancing baju kemeja putihnya hingga menampilkan tulang selangkanya. Kacamatanya ia lepas dan ia taruh ke dalam wadah kotak dan memasukkannya ke dalam tas jinjing kulitnya.
"Kemana kamu melarikan diri..." lirihnya tanpa sadar.
Menyadari baru saja bergumam, ia segera menggelengkan kepalanya.
Shit!
Segera setelah mobil dimatikan, ia langsung melangkahkan kakinya ke rumah. Ia buka perlahan pintu berwarna kayu tersebut.
"Waaahhh... om Bara pulang, dek Raya..."
Dilihatnya sang adik menggendong bayi yang sudah pernah ia lihat itu. Tatapan bayi itu masih sama. Dengan mata jernih dan memamerkan gusinya yang belum tumbuh gigi disertai dua lesung pipi di wajah tembamnya.
DEG!
Tak dihiraukan lagi suara Binar. Kakinya nyaris berubah menjadi agar-agar saat dilangkahkan ke arah ruang makan.
Ya.
Wanita itu disana. Dengan cekatan menaruh piring dan mengisi gelas dengan air putih. Ia semakin mendekat hingga wanita itu selesai menaruh sendok dan garpu.
Kini dua bola mata yang semula jernih itu mendadak sayu tatkala bertemu mata dengannya.
"Kenalin mbak Yanti. Ini kakak tertuaku, mas Bara. Bara Alharis Bratadikara..."
Perkenalan itu singkat. Tapi membawa kesan tersendiri. Haris ingat, seminggu lalu adiknya memgatakan bahwa ia sudah menemukan ART yang cocok. Tapi lebih dahulu meminta izin dari dirinya karena wanita itu memiliki bayi setengah tahun. Tanpa ba-bi-bu, Bara memyetujuinya.
Wanita itu masih diam memandangnya. Matanya bergantian melihat Binar dan dirinya. Dilihatnya bibir wanita itu agak bergetar.
"Sa... saya... saya... Ya... Yanti..." suara wanita itu nyaris tertelan di kerongkongan.
"Ini lho mas, mbak yang akan bekerja di rumah kita. Mbak Yanti jago masak lho... persis masakan mommy..." tutur Binar yang sibuk menciumi wajah Raya.
"Ya... saya Bara." Ucapnya singkat. Ia langsung berbalik dan tanpa menunggu lagi segera memasuki kamarnya di dekat ruang keluarga.
***
Yanti masih mematung sambil menyusui Raya di kamar mereka. Susah payah ia pindah menghindari Haris, tetapi demgan mudahnya takdir membawa dirinya justru dengan suka rela masuk ke dalam rumah dokter bedah itu. Belum lagi ancaman tentang dirinya yang akan dijebloskan ke dalam penjara oleh dokter pemarah itu. Kepala Yanti langsung berputar mengingatnya.
"Tok! Tok! Tok!"
Sebuah ketukan pintu memyadarkan lamunannya.
"Ini Binar mbak, aku masuk ya..."
Belum sempat menjawab sosok Binar sudah memasuki kamarnya. Ia memosisikan dirinya duduk di dipan bersama Yanti.
"Mbak kaget ya lihat mas Bara?" Tebak Binar.
Mata Yanti beberapa detik membulat. Apakah Binar sudah tahu dirinya?
"Mas Bara kalau sama orang baru memang agak dingin mbak, tapi dia baik kok. Mas Bara orang yang patuh dan nurut sama mommy. Dia juga kakak yang baik, seingatku dan mas Bian, ia sama sekali belum pernah terlihat marah."
Celotehan Binar mau tak mau membuat Yanti menelan air liur dengan paksa.
"Tidak pernah marah? Tapi nampar?"
Yanti berbisik dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)
General FictionYanti adalah seorang janda yang sudah bercerai dengan suami pertamanya dikarenakan belum memiliki momongan. Dirinya dianggap mandul dan tidak sanggup bila suaminya ingin menikah lagi. Satu tahun setelah perceraian, Yanti ahirnya menemukan hidup nya...