Menggunakan ID card sebagai tamu membuat Binar menyusuri koridor menuju ruang istirahat dokter jaga. Beberapa dokter ia temui saat berpapasan. Hanya sebatas menjawab sapaan atau menyapa. Ia tak mau sang kakam menunggu lama. Tempat yang ia tuju sudah di depan mata. Perlahan ia ketuk pintu tersebut lalu memggesernya. Bisa dilihatnya Haris berbating sambil menutup mata dengan lemgannya. Ia tak yakin kakaknya itu tidur, lantas ia dekati perlahan Haris.
"Mas Bara..." panggil Binar dengan pelan.
Seketika itu pun Haris mengangkat lengannya dan menemuka Binar di sisinya.
"Sudah dibawa semua kan?" Tanyanya sambil duduk di ranjang itu.
Ia raih goodybag dari adiknya itu dan memeriksa lengkap apa saja yang dimasukkan kesana.
"Mas kenapa sih? Sudah empat malam gak pulang. Ini malah minta dibawain baju ganti." Selidik Binar.
"Pakaianku masih di binatu. Nanti sore baru kuambil. Masalahnya mas mau ngajar siang ini." Ucap Haris yang sudah menemukan alat pencukur janggut dan shaving cream yang ia butuhkan. Ia terlalu malas untuk mampir ke minimarket.
"Nih, bekal dari mbak Yanti. Tadi dia masak sambal hati kentang, pergedel tempe, sama gurame tepung." Binar menyerahkan box kotak makan yang sering dibawa Haris tersebut. Walau agak enggan Haris terima box itu dan menaruhnya di ranjang.
Binar yang dapat menangkat gelagat aneh sang kakak lantas mengernyit.
"Mas berantem sama mbak Yanti ya?" Selidik Binar. Haris yang mendengarnya hanya mendengus pelan.
"Bener ya? Mas Bara bilang apa ke mbak Yanti?" Binar makin menyydutkan Haris.
"Emang dia cerita apa?" Haris malah balik bertanya.
"Sudah Binar duga. Kalian miss-com ya..." keluh Binar. Haris segera berdiri. Dan membawa shaving cream dan pencukur.
"Lagakmu. Sudah kayak suami istri aja mas sama dia pake miss-com segala." Haris membuka pintu kamar mandi dan mulai berdiri di depan kaca. Binar berdiri di ambang pintu sambil bersedekap.
"Barusan mas ngakuin. Lagak mas tuh kayak suami yang lagi marah sama istri, gak pulang ampe 4 hari."
Haris masih diam. Ia sibuk mencukur bulu yang audah mulai tumbuh di rahang dan atas bibirnya.
"Kesel mas sama dia. Sudah dibantu susah payah malah mau ke Jeddah." Keluh Haris sambil menggerakkan tangannya di atas alat cukur. Dirasa sudah semua tempat ia bersihkan, ia langsung membasuh wajahnya. Wajahnya yang masih penuh air tak membuatnya bergerak. Tangannya memberi kode pada Binar untuk memgambil sesuatu. Binar yang paham langsung mengambil handuk dari goody bag dan menyerahkannya pada Haris.
"Mas suka ya sama mbak Yanti?" Tanya Binar saat menyerahkan handuknya.
"Benar-benar terbaca ya..." lirih Haris yang sudah keluar dari kamar mandi dan kembali duduk di ranjang.
"Bukan lagi..." jawab Binar ogah-ogahan.
Haris langsung membuka kancing kemejanya dan menyisakan kaos putihnya. Segera ia ambil sebuah kemeja lengan pendek bercorak batik.
"Mas mau ngajar dulu. Kalau perasaan mas sudah beres mas akan pulang." Jawab Haris.
"Katanya siang ngajarnya..." sentak Binar.
Haris hanya berdecih pelan. Ia mengangkut goodybag yang tadi diberikan Binar beserta box makan siangnya.
"Pulang gih. Mas lanjut ke UI. Mau penyuluhan ke anak KOAS dulu." Diusirnya sosok Binar dari ruangan itu.
Ahirnya Binar mau tak mau melangkahkan kakinya keluar dari ruangan istirahat dokter itu terlebih dahulu. Dirinya yang baru ingat parkir di lantai tiga segera mencari lift terdekat. Tapi langkahnya terhenti saat ia menemukan sosok di depan lift yang akan ia naiki tersebut. Tak disangka lagi sosok itu entah kenapa berbalik lalu menangkap kehadirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)
General FictionYanti adalah seorang janda yang sudah bercerai dengan suami pertamanya dikarenakan belum memiliki momongan. Dirinya dianggap mandul dan tidak sanggup bila suaminya ingin menikah lagi. Satu tahun setelah perceraian, Yanti ahirnya menemukan hidup nya...