Yanti dan Binar terkejut kala mendapati tiga mobil berjejer di depan rumah. Dua kendaraan Yanti paham, itu milik Haris dan Bian. Tapi ia tak paham dengan sebuah mobil hitam berplat huruf L tersebut.
"Ada mommy, mbak..." tutur Binar saat menjelaskan kendaraan yang tak dikenali Yanti tersebut.
Benar saja, ketika Yanti dan Binar sampai di depan pintu rumah, tiga orang sudah duduk di ruang tamu. Haris, Bian dan Nyonya Bintari.
"Assalamualaikum." Yanti dan Binar segera memberi salam.
Binar langsung berhambur memeluk sang ibu dan mencium pipinya.
"Kok mommy nggak bilang mau datang? Untung pas aku sama mas Bian lagi nggak tugas." Ujar Binar.
Nyonya Bintari mengusap lembut puncak kepala Binar dan tersenyum. Tapi matanya beralih menatap Yanti. Wajahnya tertekuk saat melihat Yanti tengah menggendong sang anak.
"Sudah hampir sore. Saya baru tahu kalau pembantu di rumah ini bisa bebas berkeliaran dengan majikannya." Ucap Mommy.
Yanti tersentak. Ia benar-benar malu dan merasa tak enak. Ia bahkan belum memasak makan siang karena ia pergi sejak pagi, terlebih siang tadi ia menemui Randy dan Qiara.
"Maaf... saya akan langsung menyiapkan makanan..." ujar Yanti.
Baru saja Yanti akan melangkah, tiba-tiba Raya audah merengek memiringkan tubuhnya seolah ingin digapai oleh Haris. Tapi Yanti bersyukur pria itu hanya diam dalam duduknya. Segera saja Yanti berjalan secepat yang ia bisa ke arah dapur. Tapi rengekan Raya tak berkurang. Yanti dibuat kelimbungan. Ia tinggalkan dapur sejenak dan langsung ke kamarnya. Ia tak mau suara tangis Raya mengganggu kedatangan Nyonya Bintari.
Segera Yanti memberi Raya asi agar anaknya tenang. Rupanya bayinya langsung tenang dan melupakan apa yang baru terjadi. Dalam hati Yanti berdoa agar anaknya cepat terlelap. Ia tahu bahwa Raya kelelahan pergi seharian bersamanya. Pikirnya saat Raya sudah tidur, ia bisa leluasa memasak untuk makan malam.
Nyatanya menunggu Raya hingga terlelap membutuhkan waktu hingga dua puluh menit lamanya. Setelah ia menutup pintu perlahan, ia menjejaki kakinya di dapur. Tapi ia begitu terkejut mendapati sang Nyonya sudah berada di area memasak tersebut bersama Binar.
"Maaf Mbak Binar, Nyonya, saya menidurkan anak saya dulu." Ucap Yanti yang segera mendekati area memasak.
"Apasih mbak, jangan panggil nyonya. Ibuku itu paling suka dipanggil 'Mommy'... iya kan, Mom?" Tanya Binar sambil mengeluarkan ayam yang sudah Yanti ungkep di dalam kulkas.
"Saya sudah pernah bilangkan kamu harus panggil saya apa..." Yanti tahu itu bukanlah sebuah pertanyaan. Yanti paham bahwa ia ingin menegaskan posisinya pada Binar.
"Paham, Nyonya." Ucap Yanti.
Binar langsung paham. Ia menangkap ada rasa tak suka dari Ibunya saat berinteraksi dengan Yanti. Tapi Binar tak paham apa itu. Terlebih ia paham jika Ibunya sudah menyuruh Yanti memanggilmya "nyonya" sebuah sebutan yang paling anti dilakukan sang ibu.
"Kamu yang ungkep ayam ini?" Nyonya Bintari mengambil ayam ungkep dari tangan Binar dan memperlihatkannya pada Yanti.
"Iya, Nya. Baru tadi pagi saya ungkep. Rencananya akan saya olah jadi ayam goremg lengkuas." Jawab Yanti yang masih berdiri di tempatnya. Ia masih belum berani mendekati pasangan ibu dan anak itu. Salah-salah ia bisa ditegur kembali.
"Kunyitmu kebanyakan! Kamu nggak lihat warnanya begini? Kamu pakai kunyit sachet? Baunya juga jadi langu." Protes Nyonya Bintari.
Yanti menelan salivanya kembali. Seingatnya ia mengulek semua bahan secara alami. Terlebih kunyit yang ia gunakan rupanya terlalu tua hingga membuatnya terlalu kuning gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)
General FictionYanti adalah seorang janda yang sudah bercerai dengan suami pertamanya dikarenakan belum memiliki momongan. Dirinya dianggap mandul dan tidak sanggup bila suaminya ingin menikah lagi. Satu tahun setelah perceraian, Yanti ahirnya menemukan hidup nya...