BAB 20

8.7K 436 9
                                    

Sesuai permintaan sang tuan rumah, sambal hati dan kentang dipadu oleh udang goreng tepung. Bukan hanya itu, Yanti ternyata sudah menyiapkan sup miso agar si penikmat makanan kelak tak terlalu serak dengan menu makanan yang kering tersebut.

Tepat ketika pukul satu siang, Haris sudah sampai di rumah. Setelah sebelumnya mengecek ke meja makan. Tak dilihatnya Yanti disana. Setelah menaruh tas dan beberapa buku yang ia bawa, Haris segera bebersih diri dan mengganti pakaian. Baru saja ia akan memgambil sebuah piring, suara tangisan bayi lamgsung mengalihkan perhatiannya.

Haris beberapa saat terdiam sambil mengembalikan lagi piring yang ia pegang tadi. Satu menit. Dua menit. Bayi bernama Raya itu tak kunjung diam. Haris menduga bahwa Yanti mungkin tidak di sisi Raya.

Kakinya segera melangkah ke arah kamar Yanti. Benar saja. Pintu dalam keadaan terbuka dan tak ada sosok sang ibu disana.

"Hai ganteng... bangun tidur ya?" Tegur Haris yang mendekat ke arah Raya. Tangan mumgil bayi setemgah tahun itu menggapai-gapai. Seolah ingin diangkat oleh Haris. Tanpa ragu Haris segera memgangkat bayi itu dan menggendongnya di depan tubuhnya. Raya langsung diam dan menepuk-nepuk lengan Haris yamg tengah menggendongnya. Raya begitu terlihat terpukau demgan lemgan besar Haris. Bayi itu tertawa dan air liurnya menetes mengenai tangan Haris.

"Temani om makan yuk..."

Haris sudah menghilang dari kamar kecil itu dan langsung membawa Raya menuju meja makan. Raya ia senderkan di tubuhnya yang sudah terduduk tersebut. Tangan kirinya menahan Raya yang duduk dipangkuannya. Tabgan kanan Haris sibuk menyendokkan nasi dan lauk pauk di atas meja makan.

"Eheee... he....hehe...." suara tawa Raya menemani Haris makan.

Melihat Raya yang memggerakkan jarj jemarinya, Haris kembali bangkit sambil memggendong raya. Ia segera mencari sesuatu di dalam laci kabinet. Sebuah sendok plastik yang telah ia basuh air dan ia kerimgkan dengan tisu, segera ia serahkan pada Raya. Gumamanlah jawaban bayi itu yang langsung menggigiti sendok itu dengan gusinya.

Haris pun sudah bisa makam demgan tenang dan lahap sambil ditemani dendangan gumaman Raya yang sibuk menggigiti sendok.

"...Raya..!"

Suara Yanti yang terdengar dari arah kamar Yanti membuat Haris mempercepat kunyahannya.

"Disni." Jawab Haris singkat sambil merubah posisi Raya diangkat dan didirikan di atas pahanha. Kaki bayi itu yang belum menapak itu hanya terlonjak-lonjak ketika melihat sang ibu ke arah mereka.

"Maaf, dok- maksud saya, mas Bara..." Yanti melayangkan dua tangannya ingin meraih Raya. Anehnya anaknya itu tak menyambut tangannya dan masih bersuka ria di genggaman Haris.

"Tadi dia nangis. Maaf saya nggak bermaksud lancang." Jelas Haris tanpa ingin mengembalikam Raya ke sisi Yanti.

"Saya sedang nyuci di atas, mas Bara." Yanti masih bersikeras mengambil Raya agar tak mengganggu Haris yang sedang makan. Tapu rupa-rupanya Haris menjauhkan Raya dari gapaian Yanti.

"Nyucimu sudah selesai?" Tanya Haris lagi.

"Tinggal saya bilas dan jemur. Maksudnya sekalian mau saya bawa Raya ikut ke atas." Jawab Yanti.

"Selesaikan saja. Raya biar sama saya." Tak butuh waktu lama Raya kembali Haris dudukkan di pangkuannya. Yanti yang merasa tak enak mau tak mau mundur perlahan.

"Nanti tolong bawakan bekal. Saya ada panggilan mendesak tadi. Jadi saya harus ke rumah sakit." Perintah Haris lagi.

"Satu lagi. Tunggu saya pulang, saya ingin berbicara hal penting sama kamu."

***

Yanti sudah menidurkan Raya yang rupanya memilih tidur lebih awal malam ini. Selepas mengangkat pakaian yang tadi siang ia cuci, segera ia tumpuk di tempat gosok di samping kamarnya. Berpengalaman dengan peralatan suaminya yabg serba mahal tak membuat Yanti kesulitan dalam menggunakan barang-barang disana.

Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang