2. Bacot

175 32 3
                                    

Jane lupa, ia sedang disekolah. Ia malah terbawa emosi saat tiga gadis jalang menghina Nara dengan kata-kata menjijikan mereka.

Sekarang sudah terlanjur, lagi pula sudah biasa juga semua mata menatap Jane dengan tatapan horor atau bahkan beberapa malah ketakutan.

Jane kira semua sudah berakhir, tapi nyatanya belum. Tiga gadis jalang itu kembali menemuinya saat pulang sekolah.

"Eh, preman sekolah." Panggil Opi, gadis kekurangan gizi yang sok cantik.

Jane dengan malas menghentikan langkah, lalu membalikan badan dengan tidak minat.

Opi menyiramkan jus mangga di tangannya ke baju Jane, bahkan hingga mengenai sedikit wajahnya. Tidak hanya itu Opi juga menampar Jane cukup keras.

"Lo sama Nara sama aja tau gak, sama-sama menjijikan!" Pekik Opi.

Jane sedikit syok, tapi dengan berani ia mengangkat wajahnya, menatap tajam gadis gila di hadapannya.

"Lo yang menjijikan, Nara sama Kinan udah pacaran sejak lama dan Lo masih aja berusaha hancurin hubungan mereka."

"Gak punya malu," desis Jane.

Opi melipat tangannya di bawah dada, sementara kacungnya di belakang hanya diam, mengikuti saja instruksi dari si Opi gila ini.

"Lebih gak punya maluan lo. Seorang anak dari tukang gorengan yang beruntung masuk sini karna beasiswa, paling-paling gorengan Lo berformalin kan gak mungkin laku kalo yang jualnya aja kumal dan kotor kaya Lo sama emak Lo itu!" Makinya.

Jane membulatkan mata, amarahnya sudah berada di puncak kepala. Jika hanya dengannya mungkin Jane bisa sedikit santai, tapi jika sudah menyangkut sang Ibu, urusannya beda lagi. Jane tidak mungkin tinggal diam.

Jane menjambak rambut Opi dengan kuat.

"Jaga mulut, Lo!"

Si kacung di belakangnya berusaha melepaskan cengkraman Jane dari rambut sang nyonya.

Jane akhirnya melepas jambakannya dengan terpaksa.

"Emang bener kan?"

"Ops-- jangan-jangan buat biaya SPP Lo yang cuma bayar setengah itu juga Lo-- nyolong." Opi sengaja mengencangkan ucapan terakhirnya dengan wajah nyolot.

"Bacot!"

Tangan Jane sudah mengepal, ia siap melayangkan tonjokan ke wajah menyebalkan Opi tapi sayang, seseorang lebih dulu menahannya dan menariknya pergi dari hadapan gadis itu.

Fenly yang sedari tadi hanya menyaksikan akhirnya turun tangan, ia membawa Jane pergi secepat mungkin agar keributan tidak semakin menjadi.

"Kenapa lo gak biarin gue habisin si brengsek itu?" Ucap Jane masih emosi.

Fenly hanya tersenyum, ia mengambil beberapa helai tisu untuk membersihkan wajah Jane yang terkena cipratan jus.

"Gak usah di layanin, biarin mereka beropini sesuka hati."

Fenly kira tempat yang dipilihnya aman, ternyata tidak. Parkiran memang tempat yang sangat umum, dapat di datangi siapa pun termasuk dua gadis tadi.

"Fen, lo kok mau-mauan sih deket sama anak miskin, nanti ketularan susah lho." Cibir Opi.

Fenly segera menahan kedua tangan Jane dan mengusir tiga gadis itu.

"Pergi gak lo." Usir Fenly.

"Hati-hati di manfaatin, Fen. Kerjaan orang susah kan gitu, manfaatin orang kaya."

Tiga gadis itu pun berlalu dengan wajah puas mereka.

"Lepasin," Jane sedikit memberontak agar tangannya dapat terbebas.

Jane & Fenly [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang