Fenly mengerutkan keningnya, ia menyetir dengan perasaan tak karuan. Handphone yang ia letakan di depan stir mobil itu tak mengeluarkan suara selain deru nafas dari sang penelepon di sebrang sana.
Tak berapa lama kemudian terdengar suara lirih dari Jane yang memanggil ibunya.
"Jane," panggil Fenly panik.
Entang mengapa feeling Fenly mengerucut ke arah sana, pada sang Bapak mertua yang kelakuannya seperti setan itu.
"Jane, kamu gapapa kan?"
Masih tak ada sahutan, yang ada hanya suara keributan dari sebrang sana. Fenly yang sangat khawatir menggendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Takut sesuatu terjadi kepada Jane dan ibunya.
"Jane tolong jawab aku, di sana aman kan, sayang?" Fenly terus saja bertanya keadaan di sebrang telepon tetapi Jane seolah tak dapat mendengar ucapan-ucapan Fenly.
Beberapa waktu lalu saja Fenly melihat lebam di beberapa titik tubuh Jane. Ia tak bisa membayangkan betapa brutalnya sang bapa mertua kepada anak dan istrinya itu.
Fenly terus membiarkan telepon tersambung, kekesalan dan amarahnya sudah di ujung tanduk. Segala ucapan Jane dan pak Dito dapat Fenly dengar dengan jelas dari telepon.
"Anji**!" Fenly memukul stir cukup keras untuk melampiaskan emosi.
Cowok itu menginjak pedal gas dengan kuat, melajukan mobil dengan bar-bar tak peduli dengan beberapa pengendara yang meneriaki dan memakinya yang Fenly pikirkan hanya satu, keselamatan sang pacar.
Detak jantung Fenly terdengar sangat nyaring, debarannya seirama dengan napas memburu yang dihembuskannya.
Setibanya di depan rumah Jane, Fenly langsung keluar mobil tanpa mematikan mesin apa lagi menutup pintu. Entah sengaja atau terlalu khawatir Fenly membiarkan mobil menyala dan pintu terbuka, tentu saja dengan kunci mobil yang masih gelantungan di tempatnya.
Fenly langsung berlari.
Saat hendak masuk Fenly berpapasan dengan pak Dito yang memegang map biru di tangannya, Fenly hanya menatap sengit beliau. Berupaya sekuat tenaga untuk menahan emosinya, mengurungkan niat untuk menghajar pria itu.
"Bangs*t!" Maki Fenly saat pak Dito menatapnya dengan tatapan biasa saja seolah tak terjadi apa-apa.
Fenly menghiraukan pria itu, ia segera masuk kedalam rumah untuk mencari keberadaan Jane dan Bu Rahma.
"Fenly," ucap Bu Rahma lirih. Wanita itu berusaha untuk duduk dengan sisa tenaganya.
Fenly membantu Bu Rahma untuk duduk dan menyandarkannya di tembok.
"Jane," Fenly berucap lirih, ia langsung mencari keberadaan Jane ke seluruh ruangan.
Di lantai tak jauh dari Bu Rahma, pecahan keramik berceceran tak karuan. Fenly semakin dibuat ketakutan.
Fenly membuka pintu kamar mandi, dan betapa terkejutnya ia menemukan tubuh Jane yang tengah pingsan dengan badan basah.
"Jane," Fenly langsung menghampiri menepuk-nepuk pipi Jane untuk memeriksa kesadaran gadis itu. Tak ada respon, Fenly segera mengangkat tubuh Jane.
"Sayang, pliss jangan buat aku khawatir." Raut wajah Fenly sangat ketara khawatirnya. Ia terus saja berbicara pada Jane yang tengah pingsan itu berharap ia sadar.
Fenly berjalan cepat menuju mobil ingin segera membawa Jane ke rumah sakit. Namun sialnya saat di depan halaman rumah Fenly tak melihat keberadaan mobilnya. Mobil hadiah ulangtahun ke 17nya hilang entah kemana.
Fenly sudah tahu pelakunya siapa. "DITO SIALAN!" maki Fenly.
Ia terduduk di rerumputan halaman, membiarkan tubuh Jane berada dalam dekapannya. Untung saja Fenly tidak meninggalkan handphone di dalam mobil. Cowok itu segera mencari kontak Athalla yang kebetulan rumahnya tidak begitu jauh dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jane & Fenly [Selesai]
Teen FictionJane menyembunyikan kisah hidupnya rapat-rapat sampai akhirnya Fenly datang dan mengetahui betapa menyedihkan kehidupan gadis itu. Siapa yang menyangka Jane si tegar dan ketus itu memiliki problem keluarga yang berat. Bapak yang kasar, suka berjudi...