39. Ilegal?

19 7 0
                                    

Jane dibawa ke suatu gedung penampungan TKW. Yah, jelas gadis itu terkejut. Padahal perjanjian awal ia hanya akan di bawa ke gedung pelatihan dan itu pun katanya bisa pulang pergi tanpa harus tinggal di tempat selama pelatihan. Entah lah Jane tak mengerti, ia hanya mengangguk-angguk saja karna salah sendiri juga tidak riset lebih dulu bagaimana tahap-tahap menjadi TKW itu.

Sialnya, Jane juga tidak membawa apapun selain baju yang melekat di tubuhnya, uang seratus ribu di kantung celana dan handphone. Bahkan ia tak meminta izin terlebih dulu pada Bu Rahma. Ah, pasti ibu dan Mamanya mengkhawatirkan keadaan Jane saat ini. Jane yakin, nyonya Bella dan Bu Rahma pasti mencarinya. Tapi apa boleh buat, sudah terlanjur juga, biarlah, nanti juga saat akan berangkat ia akan pulang dan memberitahu mereka berdua.

"Mbak, ini kenapa langsung ke tempat penampungan yah?" Tanya Jane sesaat setelah wanita 30 tahun itu menjelaskan maksud kedatangannya membawa Jane ke gedung itu.

"Iya, kak, agar lebih fokus dan dapat dengan cepat memahami materi. Biar nanti bisa siap kerja di sana." Jelasnya.

Jane hanya manggut-manggut, entahlah ia menurut saja apa yang di katakan wanita penyalur TKW itu.

Sebuah rumah besar dengan cat luntur terkelupas sepertinya sudah tak layak huni jika di lihat dengan mata telanjang. Tapi seluruh bangunan masih berdiri kokoh, mungkin hanya ada beberapa plafon yang bolong saja di beberapa titik.

Jane sebenarnya ragu, tapi lagi-lagi tekad bulatnya mengacuhkan segalanya. Ia di boyong masuk kedalam rumah, menunggu sebentar di ruang tamu saat wanita penyalur itu bercakap-cakap dengan seorang pria yang entah siapa.

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya Jane di antar masuk ke sebuah kamar untuk istirahat.

"Kakak bisa istirahat dulu di dalam, nanti di beritahukan jika sudah masuk latihan." Wanita itu membuka kunci pintu lalu menyuruh Jane untuk masuk.

Jane sedikit heran dengan keadaan kamar yang kosong tanpa kasur maupun lemari di tambah lagi adanya 10 orang wanita didalam kamar itu. Belum pulih keheranan Jane, ia kembali dibuat kaget dengan pintu yang tiba-tiba di tutup dan di kunci dari luar. Kejadian yang lambat sekali di cernanya itu. Jane hanya mengernyitkan kening.

"Mbak, mbak mau jadi TKW?" Seorang gadis berusia sekitar 3tahun lebih tua dari Jane menghampiri. Kulit putihnya terlihat pucat dengan bibir pecah-pecah.

Jane mengangguk samar. "Iya,"

"Kenapa bisa?" Ucapan lemah gadis itu membuat Jane semakin keheranan.

"Hah?"

"Kenapa bisa kakak kena tipu? Kita disini juga korban kak. Kita kena tipu." Katanya.

"Gimana-gimana? Saya kurang ngerti maksud kakak."

Gadis itu kembali menjelaskan dengan pelan. "Kak mereka itu bukan penyalur TKW, tapi penyalur jasa perempuan. Kakak ngerti kan maksud dari penyalur jasa perempuan?" Tanyanya.

Meskipun sedikit ragu apakah yang di pikirannya sama atau tidak dengan maksud si gadis itu, Jane tetap mengangguk. "Muncikari?"

Gadis itu mengangguk. "Beberapa dari kita bahkan sudah ada yang di jual oleh mereka. Baru saja semalam, pria bertubuh gempal dengan kepala licin datang lagi kesini dan memilih Anggi, sahabat saya." Gadis itu kembali bercerita.

"Sebelum pria itu datang, mbak Hilda datang dan membawakan baju kurang bahan untuk di pakai oleh kita semua, agar nanti pria-pria itu bisa memilih dan membawa kita keluar dari sini." Jelasnya lagi.

Jane menatap satu persatu wanita di dalam ruangan itu. "Kalian gak ada niatan buat kabur?"

Mereka kompak menggeleng. "Enggak, susah kak. Lagian percuma juga, mereka bakal dengan mudah nemuin kita."

Mendengar penjelasan itu membuat Jane geram.

"Saya akan melakukan sesuatu agar kita keluar dari sini." Kata Jane.

Mereka tak yakin dengan ucapan Jane hanya menatap lemah pada gadis itu. Sebelumnya juga pernah ada yang bertekad kuat seperti Jane untuk kabur, hasilnya? Ia ditangkap dan masuk ke ruang khsus yang entah bagaimana di dalamnya.

***

Entah jam berapa pintu kamar itu di buka dari luar, seorang pria membawa beberapa bungkus makanan lalu di taruh begitu saja di lantai.

"Nih, makan kalian, habiskan. Cari duit susah jangan buang-buang makanan." Katanya.

Melihat itu Jane bangkit dan mendekat ke arah pria tersebut.

"Pak misi saya mau keluar, disini gerah gak ada AC." Jane melewati pria itu begitu saja. Tapi sayangnya baru beberapa langkah lengan gadis itu berhasil di cekal lalu di tarik untuk kembali masuk kedalam kamar.

"Kamu kira ini hotel bisa keluar masuk seenaknya." Ketusnya.

"Pak, pelatihannya aja belum ngapain saya harus di kurung kaya tahanan disini? Wah apa jangan-jangan bapak dan temen-temen bapak emang sengaja sekap saya? Pak saya orang miskin, bapak mau minta tebusan apa? Ginjal?"

Mendengar ocehan Jane pria itu seolah tak menanggapi, ia malah menutup pintu dan menguncinya lagi dari luar.

Melihat itu Jane refleks menendang pintu dengan kuat. "Sialan! Awas aja, gue pastiin Lo semua mendekam di penjara. Lo gak tau siapa gue hah? Gue Jane, menantu pak Abraham!" Teriak Jane sedikit histeris, membuat beberapa wanita yang berada di kamar itu menghampiri dan mencoba menenangkannya.

"Udah mbak, percuma." Wanita berambut sebahu itu menahan tubuh Jane, mengelus punggungnya agar tenang.

Jane mulai menenang, tapi ia malah ingat dengan ucapannya barusan. Menantu Abraham, mengingat itu Jane tertawa miris. Bagaimana bisa ia menjadi menantu Abraham jika hubungannya saja dengan Fenly sedang tidak baik.

Mengingat Fenly membuat Jane memaki dirinya sendiri. Harusnya jika ada Fenly semua pasti akan baik-baik saja. Nyatanya sekarang Jane benar-benar membutuhkan cowok itu.

***

Kegagalan sebelumnya tak membuat tekad Jane lenyap. Beberapa jam berikutnya ia kembali menggedor pintu dengan heboh dan sekuat tenaga.

"Apaan sih berisik tau gak!" Omel pria berkumis lebat saat pintu terbuka.

Jane memasang wajah seperti menahan sesuatu, tak lupa ia silangkan kaki juga dan tangan yang meremas celana.

"Kebelet pak, gak mungkin kan saya berak di dalam, emang bapak mau bersihin?"

Pria itu menggeleng dengan ekspresi jijik, sepertinya pikirannya sudah traveling membayangkan sesuatu lembek itu. Terlihat dari wajahnya yang menahan mual.

"Ya udah sana."

Kesempatan itu jane pakai untuk melihat situasi rumah. Ia juga menghapal celah-celah mana saja yang bisa ia gunakan untuk kabur.

Jane berjalan sampai ke ruang tamu, ia benar-benar mengamati dengan teliti ruangan terakhir sebelum pintu utama itu.

"Hei, ngapain Lo?"

Jane tersentak kaget namun ia segera mengembalikan ekspresi wajahnya.

"Nyari toilet pak, kebelet nih saya." Untung saja Jane tidak gugup sama sekali saat menjawab.

"Nyari toilet ko ke sini, noh disana." Pria itu menunjuk arah belakang dimana toilet itu berada.

"Yah mana saya tau orang gak ada tulisannya. Harusnya bapak kasih tanda atau minimal peta denah rumah biar saya gak nyasar."

##

Gaes maaf baru bisa update yah, terima kasih sudah baca sampai sini.
Btw aku lagi seneng banget soalnya Reza Darmawangsa sama Ghea sing-off bareng lagi😭😭 berasa Nathalla versi nyata terealisasikan 😭 mana gemes banget mereka. Plisss tonton sekarang berasa banget feel Nara dan Athalla nya.

Jane & Fenly [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang