Jane hanya bisa menangis di luar ruang UGD sambil di peluk oleh mami Aulia. Dua wanita itu sama-sama terisak, membayangkan hal buruk menimpa Fenly.Syukurnya tak ada luka yang benar-benar serius, luka tusukan di perutnya tak begitu parah. Fenly bahkan masuk kedalam ruang UGD dalam keadaan sadar.
Setelah selesai di jahit dan pengobatan lainnya, Fenly diberi jeda untuk istirahat sebelum di pindahkan ke ruang rawat biasa.
***
"Jangan gegabah makannya, untung ada yang kenal sama papi kalo enggak bisa mati kamu di sana." Omel pak Abraham saat Fenly sudah sedikit pulih dan di pindahkan ke ruang inap.
Fenly mengerucutkan bibirnya seperti bocah TK yang tidak di beri permen. "Papiiiii, aku habis di jahit lho ini, sakit banget perutku malah di omelin." Fenly memegangi perutnya dan memainkan mimik wajah seolah itu benar-benar menyakitkan.
"Tau papi, bukannya bersyukur anaknya gak kenapa-napa malah di omelin." Sinis mami Aulia tak terima anak kesayangannya kena omel. Mami Aulia mengelus rambut Fenly penuh kehangatan.
Fenly yang dapat pembelaan dari sang mami merasa menang, ia menjulurkan lidah kearah pak Abraham, meledeknya. Membuat pak Abraham mencibir anak semata wayangnya tanpa suara.
"Ya udah papi mau lunasin pembayarannya dulu." Kata pak Abraham.
"Bareng, mami mau ambil obat buat Fenly juga."
Kedua orangtua itu keluar, meninggalkan Fenly yang terbaring di atas bad dan Jane yang sedari tadi hanya diam di dekat jendela.
Jane mendekati Fenly sambil menggigit bibir bawahnya, malu karna mata sembab yang sangat ketara itu.
Fenly tersenyum, ia ingin tertawa tapi ditahan karna rasa nyeri di perutnya masih terasa.
Mata sembab dan hidung merah membuat Jane semakin terlihat menggemaskan Dimata Fenly. Selama hampir satu tahun pacaran, mungkin baru kali ini ia lihat Jane semenyedihkan ini dan itu semua karna Fenly. Fenly jadi merasa tersanjung.
"Mau cuci muka dulu gak?" Tawar Fenly.
Jane merengek manja, memukul bahu Fenly pelan. "Fenly---"
Fenly terkekeh. "Aku lagi sakit lho, malah di aniaya, orang mah di sayang kaya gini." Fenly menarik pinggang Jane hingga gadis itu terjatuh dalam pelukan Fenly.
Mereka saling tatap untuk beberapa saat, saling melempar senyum.
"Tapi lama-lama kamu berat lho Jane, apa karna aku masih lemes yah?" Ucap Fenly membuat Jane kembali berdiri dengan rona merah di pipi.
Jane menarik bangku dan duduk di samping Fenly.
"Maaf yah," lirihnya.
Fenly merapikan anak rambut Jane yang lolos dari ikatan. "Gapapa, santai. Aku kan keturunan si Pitung." Candanya.
Jane hanya tersenyum tipis.
Jane menatap mata Fenly dengan hangat. Seolah ada sesuatu yang ingin di sampaikan tapi ia tahan.
"Kenapa, hm?" Tanya Fenly.
Jane menggeleng lemah.
"Bilang sama aku kenapa, atau mau aku---" belum sempat menyelesaikan ucapannya Jane sudah memeluk Fenly dari samping. Gadis itu terisak di sana.
"Fen, maaf. Maaf banget selama kamu deket aku selalu aja ada hal buruk terjadi. Aku gak pernah kasih kamu kebahagian, yang ada malah selalu merepotkan dan buat kamu celaka." Jane menumpahkan segala unek-unek di kepalanya.
"Bener kata Opi dulu, kalo kamu deket sama aku, kamu bakal terus-terusan sial, Fen. Dan itu terbukti. Aku emang pembawa sial Fen, harusnya kamu gak usah deket-deket aku dari dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jane & Fenly [Selesai]
Teen FictionJane menyembunyikan kisah hidupnya rapat-rapat sampai akhirnya Fenly datang dan mengetahui betapa menyedihkan kehidupan gadis itu. Siapa yang menyangka Jane si tegar dan ketus itu memiliki problem keluarga yang berat. Bapak yang kasar, suka berjudi...