Seperti yang sudah di rencanakan. Pak Rohmat, pak Abraham, pak Hadi dan pak Hilmi mereka kompak mendatangi sekolah untuk membicarakan permasalahan anak-anak mereka.
Setelah lama tidak berkumpul geng congklak akhirnya di pertemukan kembali di parkiran sekolah.
Pak Rohmat tertawa saat melihat pak Hadi ayah Jaka sudah beruban.
"Tua banget Lo curut empang." Ledek pak Rohmat.
Pak Hadi hanya cemberut. Menatap sinis pak Rohmat yang tak pernah berubah menceng-cenginya.
"Gak sadar keriput lu udah bertebaran dimana-mana." Balas pak Hadi.
"Woy Hadi, Rohmat. On time banget kalian." Pak Abraham memeluk kedua temenannya itu.
"Ya kan yang ngaret cuma si Hilmi." Kata pak Rohmat.
"Terus aja ghibahin aing, terus."
Mereka bertiga kompak menatap sumber suara. Pak Hilmi, pria berkeca mata yang masih terlihat tampan dan gagah meski sudah hidup hampir setengah dekade.
"Wih Hilmi si pengusaha kain."
****
Empat sekawan itu masuk ke ruang rapat. Semua guru, pemilik yayasan beserta orangtua Opi sudah berkumpul di sana.
Mereka dengan panas membahas kejadian kemarin. Hingga pemutaran Vidio kejadian yang tak sengaja direkam Fenly ikut di putar sebagai barang bukti.
Setelah setengah jam, akhirnya keputusan final di tentukan. Diaman Opi dengan tegas di keluarkan dari sekolah secara tidak hormat.
Semua siswa dan siswi yang berkumpul di luar ruang rapat bersorak menggunjingi Opi saat gadis itu keluar dari ruangan.
"Beres, Boy." Ucap pak Abraham merangkul Fenly. Fenly tersenyum senang dan memeluk papinya itu.
"Makasih papi ganteng."
"Pasukan, ada lapangan basket tuh. Yuk eksekusi." Ajak pak Hadi menunjuk lapangan basket di bawah sana.
Empat orang tua itu seolah lupa dengan umur mereka. Meloncat kesana kemari tanpa takut encok kambuh.
"Gimana kalo kita tanding? Black Boys lawan geng congklak?" Tantang pak Rohmat yang langsung di terima oleh anaknya sendiri.
"Yang menang dapet tiket liburan ke LA yah."
Mereka akhirnya bertanding. Pak Hilmi yang masih lincah bergerak kesana kemari hampir tidak bisa diimbangi oleh Wawan. Kedua tim benar-benar kuat pertahanannya.
"Om Rohmat go, om Rohmat go." Sorak Nara menyemangati.
"Eh, kenapa cuma semangatin papa gue. Awas aja kalo gue menang gak gue agak liburan ke LA." Protes Athalla.
Nara tak peduli ia terus meneriaki nama pak Rohmat dengan wajah meledek Athalla.
"Aw--" pak Rohmat melempar bola di tangannya ke sembarang arah. Ia memegangi pinggangnya dengan posisi setengah jongkok.
"Banyak gaya banget sih bapak-bapak ini. Encok kan!" Athalla menghampiri papa nya dan membantunya duduk di pinggir lapangan.
Sementara ketiga bapak-bapak lainnya sibuk mengatur napas mereka yang memburu.
"Makannya Om-om kolong jembatan gak usah banyak gaya." Protes Wawan. Memijit bahu pak Hilmi.
***
Sejak kejadian itu, hari ke hari Jane dan Fenly semakin dekat. Tanpa sepengetahuan siapapun.
Seperti saat ini, Jane hampir lupa jika hari ini ia akan bertemu dengan Fenly di taman belakang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jane & Fenly [Selesai]
Teen FictionJane menyembunyikan kisah hidupnya rapat-rapat sampai akhirnya Fenly datang dan mengetahui betapa menyedihkan kehidupan gadis itu. Siapa yang menyangka Jane si tegar dan ketus itu memiliki problem keluarga yang berat. Bapak yang kasar, suka berjudi...