Jane segera menghampiri Fenly yang berjalan sempoyongan dengan wajah pucat pasi. Rollercoaster seakan mengambil separuh nyawa kekasihnya yang sok berani itu, Jane menyambut kedatangan Fenly di bawah dengan rasa khawatir."Pacar, Lo belum tanda tangan aset alih waris buat gue, jangan dulu mati." Kata Jane menopang tubuh Fenly, membantunya berbaring di bangku.
Fenly melirik ketus Jane dengan sisa tenaganya. "Belum gue nikahin udah jadi janda Lo yah." Jane hanya cengengesan.
Tak jauh berbeda dengan Fenly keadaan Athalla lebih mengenaskan, si cowok takut ketinggian itu menguji seluruh nyalinya disana. Mungkin saat ini dia hanya menang menaklukan Hysteria saja tapi tidak dengan rollercoaster. Athalla hampir saja mati di atas sana, jika saja ia tak ingat bahwa masih memiliki banyak dosa kepada kakak perempuan dan kucing-kucing menyebalkannya.
Wawan memuntahkan isi perutnya lagi yang seolah tak ada habis-habis itu padahal ia hanya makan semangkuk mie instan saja tadi pagi. Cowok itu kewalahan dengan rasa mual yang terus menerus menyerangnya. Mabok kali ini benar-benar mabok yang luar biasa.
Sementara Nara dan Jaka, dua manusia itu malah sebaliknya. Mereka sangat menikmati permainan, terlihat dari wajah ceria dan tawa renyah keduanya saat turun dari monster mengerikan itu.
Jane lagi-lagi tidak ikut, dia masih sayang nyawanya.
"Gue kira pas turun tinggal nama. Gak lagi-lagi dah sok-soan nguji nyali di ketinggian." Umpat Athalla.
"Padahal tadi pas naik Hysteria gue cuma puyeng doang meskipun udah teriak sampe tenggorokan putus." Gumamnya.
"Lagian gaya banget Lo naik begituan, naik bianglala aja keringet dingin sampai muntah." Cibir Nara.
"Gue lupa kalo gue takut ketinggian." Keluh Athalla.
Athalla so-soan berani saja, ia kira hysteria dan rollercoaster tidak semengerikan bianglala. Jangan tanya seberapa banyak isi perut yang cowok itu keluarkan, mungkin semua sisa makanan di dalam perutnya sudah tumpah semua tak tersisa kan.
"Baru kali ini gue kapok mabok." Gerutu Fenly yang di setujui Wawan dan Athalla.
"Lain kali mabok alternatif 2 aja dah, jangan mabok di sini." Kata Athalla menyesal.
Jane mengernyitkan dahinya. Ada berapa mabok halal versi mereka sih sebenarnya, Jane bingung sendiri jadinya.
"Iya bener, mending mabok laut seenggaknya nyawa gak ikut melayang." Kata Wawan, menyetujui.
***
"Lo gapapa nih bawa mobil?" Tanya Jane khawatir.
Mereka sudah berpisah dengan yang lain.
Melihat Fenly masih memijat kepalanya dengan wajah yang sedikit lesu, Jane jadi menyesal tadi tidak meng'iya'kan tawaran Nara untuk menggantikan Fenly menyetir. Ia jadi takut sendiri sekarang, andai saja Jane bisa menyetir pasti tak akan secemas ini.
"Gue telepon Nara biar dia kesini yah? Gue gak bisa nyetir soalnya Fen." Tawar Jane.
Fenly menggeleng. "Gapapa gue aja."
"Ya udah sini gue pijitin dulu." Jane mengambil alih kegiatan Fenly. Ia memijit kepala Fenly juga pundak cowok itu.
"Besok-besok gue gak perlu panggil mang Ujang buat mijit sih, pacar gue ternyata lebih jago. Jadi pengen nikahin deh." Canda Fenly.
"Udah enakan belum? Gue mau beli teh hangat dulu buat Lo nih."
"Gak usah," cegah Fenly.
"Biar Lo segeran. Gimana bisa pulang kalo Lo masih sempoyongan gini."
"Lo elus kepala gue aja, gue mau tidur sebentar gapapa kan?"
Jane mengangguk, ia menuruti keinginan Fenly, mengelus kepala cowok itu hingga tertidur.
Ia menatap wajah Fenly yang terpejam. Ia tersenyum sendiri mengingat cowok itu sebelumnya marah-marah hebat sekarang malah kembali melunak. Mood Fenly gampang sekali membaik atau malah karna dia sudah sangat bucin.
Jane mengelus kepala Fenly dengan sentuhan lembut. "Pacar gue ganteng banget." Kata Jane sangat lirih tapi sepertinya Fenly masih belum sepenuhnya tidur ia dapat dengan jelas mendengar ucapan sang pacar.
"Lo ngomong apa singa?" Tanya Fenly dengan mata masih terpejam.
Jane gelagapan. Ia seolah seperti maling yang tertangkap basah.
"Berhenti panggil gue singa." Jane mengalihkan pembicaraan.
"Terus apa? Sayang?" Goda Fenly.
"Pacar, panggil pacar aja."
Fenly membuka matanya, menatap Jane dengan lembut lalu mengedipkan sebelah matanya. "Oke pacar sayang."
"Ya udah tidur ih, katanya pusing." Jane menutup mata Fenly dengan tangannya. Memaksa cowok itu untuk kembali terpejam.
***
Fenly hanya butuh sekitar 10menit untuk membuang pusing di kepalanya, setelah itu ia keluar dari mobil untuk membeli air mineral dan menggunakan sisanya untuk membasuh wajah.
Fenly kembali kedalam mobil, menghela napas sebentar lalu menyalakan mesin mobil.
Tak seperti pagi tadi, sore ini keduanya menikmati perjalanan sambil menceritakan keseruan mereka.
Fenly menceritakan bagaimana perasaan menegangkan dan menakutkan saat naik Rollercoaster dan Jane menceritakan insiden saat membeli eskrim. Keduanya larut dalam obrolan, sesekali tertawa renyah. Hingga Jane baru menyadari bahwa mobil Fenly sudah memasuki area perumahan mewah.
"Lho kok?" Jane menatap bingung ke luar jendela. Matanya menyapu seluruh penjuru yang mereka lewati.
Hingga mobil itu memasuki gerbang sebuah rumah mewah yang tak lain adalah rumah Fenly.
"Kita ketemu Mami dulu gapapa kan?" Tanya Fenly. Mau bagaimana lagi, Jane menolak pun Fenly sudah membawanya sampai kedepan rumah.
"Ya kalo udah di sini mau gimana lagi? Harusnya Lo bilang dari tadi seenggaknya gue dandan dulu biar dipuji mertua." Oceh Jane.
Fenly terkekeh geli. Ia menggoda Jane dengan mencubit pipi gadisnya.
"Pacar gue mah mau pake kostum ondel-ondel juga tetep cantik." Candaan Fenly malah di balas tatapan sinis oleh Jane tak lupa geplakan keras yang mendarat di tangan kiri cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jane & Fenly [Selesai]
Teen FictionJane menyembunyikan kisah hidupnya rapat-rapat sampai akhirnya Fenly datang dan mengetahui betapa menyedihkan kehidupan gadis itu. Siapa yang menyangka Jane si tegar dan ketus itu memiliki problem keluarga yang berat. Bapak yang kasar, suka berjudi...