08.00

153K 19.8K 4.9K
                                    

Hai, Vren!

Vren, aku targetin 5K vote dan 5K komen yaa buat next part🤗🧡

Absen jam berapa kamu baca part ini!

Lengkara duduk sendirian di balkon kamar sambil terus berulang kali mengecek ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lengkara duduk sendirian di balkon kamar sambil terus berulang kali mengecek ponselnya. Tak kunjung mendapatkan hal yang ia mau, gadis itu akhirnya hanya bisa menghela napas pelan.

“Hp Naka kok gak aktif sih?” gerutu gadis itu. Sejak pulang dari sekolah gadis itu terus berusaha untuk menghubungi Masnaka. Namun ia tak kunjung mendapat jawaban dari lelaki itu.

Lengkara juga sudah menghubungi Prima dan Kembar, namun jawaban mereka semua hampir sama seperti Lengkara, Masnaka sama sekali tak dapat di hubungi.

Lengkara khawatir tentang laki-laki itu sejak mendengar perkataan Geo di kantin tadi siang. Apa yang sebenarnya saat ini terjadi pada Masnaka? Kenapa lelaki itu selalu menghindar ketika di tanya tentang kesehatan tubuhnya.

“Kara.” Sebuah panggilan membuat Lengkara menoleh kebelakang.

“Kenapa Kak?” tanya Lengkara.

Aslan memposisikan dirinya di hadapan gadis itu lalu menyodorkan sebuah surat. “Surat izin gue untuk besok.”

“Lo mau nganter Mama ke rumah sakit lagi?” tanya Lengkara. Tangannya beralih menerima surat itu.

Aslan menganggukkan kepalanya lalu menyandarkan tubuhnya di pinggiran balkon.

“Mama gak mau pergi kalo gada lo, Kak?” tanya Lengkara sekali lagi, ia membuka surat izin itu lalu membacanya.

“Iya.” Aslan menatap kosong pintu pembatas kamar dan balkon yang terbuat dari kaca, melihat pantulan dirinya sendiri di dalam kaca itu.

“Gak bisa cari dokter lain aja, ya? Yang jam prakteknya gak sama seperti jam sekolahan kita?”

Aslan terlihat menghela napas pelan. “Lo tau Mama gak pinter beradaptasi. Sama dokter yang ini aja Mama masih kesulitan."

Pandangan Lengkara naik menatap wajah Aslan. Bisa terlihat dengan jelas ekspresi lelah di wajah lelaki tampan itu.

Sejak Erik menikah dengan Sonya, Aslan tak pernah berhenti menemani Nina untuk bolak-balik runah sakit memeriksa kesehatan fisik dan kesehatan mental Mamanya itu.

“Lo gak capek, Kak?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Lengkara. Aslan yang tadinya menatap pantulan dirinya kini beralih menatap gadis yang memiliki tinggi hanya setinggi dadanya itu.

Lelaki itu tersenyum tipis. “Peluk gue.” Tangan Aslan terbuka lebar, meminta gadis di hadapannya untuk masuk ke dalam pelukannya.

Lengkara terdiam sejenak sebelum akhirnya mendekat lalu melingkarkan tangannya ke pinggang kakaknya itu.

“Gue gak boleh capek, Kar,” ujar Aslan, tangannya memeluk erat Lengkara di hadapannya.

“Kenapa?” tanya Lengkara, kepala gadis itu mendongak ke atas, menatap Aslan dari bawah.

01.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang