Minta dikejar

248 29 0
                                    

Apa hal yang membuat Widuri marah. Apakah karena sebuah pelecehan itu atau karena bibir itu.

"Akhh" Widuri ingin berteriak. Tapi takut ibunya mendengarnya. Lagian kenapa harus terjadi. Kenapa? Sebuah pertolatan. Pertanyaan yang tidak pernah selesai hadir di otak cantiknya.

Bantal guling menutupin kepala serta selimut tebal menjadi pelengkap kekecewean nya,Widuri ingin menghilang dari balik selimut namun apa mau di kata dirinya tidak memiliki kekuatan itu. Apalagi peristiwa itu adalah hal yang pernah terjadi dan akan terulang.

Widuri ngga pernah mengingat apapun yang dulu terjadi. Tapi, peristiwa ini mengingatkan nya. Jika Arkan tidak hadir dalam hidupnya. Mungkin semua yang ada di kepala cantiknya akan baik-baik saja. Tidak ada ketakutan, kekecewean sampai dengan pikiran negative yang hadir.

Ketukan pintu pada kamarnya. Membuat pemikirannya buyar. Bukan hanya ketukan melainkan suara ibunya. "Kak, ada Nak Satria"

"Iya bu" jawab Widuri.

"Katanya mau kembaliin kunci gudang"

"Ambil ajah bu. Kakak minta tolong yah"

"Oke kak. Itu juga nak Arkan katanya nunggu kamu di bawah"

"Kakak ngga enak badan bu" Widuri berbohong saat mendengar Nama Arkan.

Ibunya yang berada di depan pintu. Sedikit panik karena tidak biasanya anaknya seperti ini. "Ibu masuk yah. Kakak sakit apa?"

"Ngga apa-apa bu. Kakak cuman mau istirahat. Tolong ambil kunci gudang di Satria yah bu. Ini sudah jam pulang. Kasian kalo anak-anak masih nunggu di depan"

Dengan pasrah ibunya mendengar permintaan anak semata wayangnya. "Iya ibu kebawah dulu yah. Nanti jbu kasih tahu nak Arkan juga. Kalo ibu kembali pintunya jangan di kunci lagi. Ibu mau cek suhu tubuh kamu kak" panjang kali lebar ibunya bicara. Khawatir jika anaknya kenapa-kenapa.

Langkah kaki terdengar berlalu. Meninggalkan Widuri yang Masih berada di atas tempat tidurnya. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamarnya. Tangannya menyetuh bibirnya. Merasakan dadanya berdebar tidak karuan. Saat pikirannya kembali mengingat peristiwa 30 menit lalu yang hampir terjadi.

Ketukan pintunya kembali terdengar. Tapi, kali ini tidak ada susulan suara. "Bu" Widuri memanggil ibunya. Karena ibunya biasanya bersuara. Di ketukan ketiga Widuri memilih untuk turun dari tempat tidurnya. Pikirnya ibunya lagi malas untuk bicara. Maka, dari pada Widuri lebih banyak mendengar ketokan itu. Mending dirinya membuka pintu. "Bu--" Suara widuri tertahan saat orang mengetok pintunya bukan lah ibunya.

"Sakit apa?" Tangan orang itu terulur hendak memegang kening Widuri. Dengan reflek Widuri mundur.

"Kamu?" Widuri bersuara dengan geram. "Apa yang kamu lakukan? Ha"

Bukannya menjawab, sih pelaku. Berjalan mengikutin kemunduran pada kaki Widuri. "Berhenti"

"Berhenti. Aku akan berhenti jika kamu juga berhenti"

"Arkan" dengan geram tingkat dewa Widuri memanggil nama pria yang berada di depannya. Yah, pelaku yang mengetuk pintu kamarnya. Yaitu Arkan. Pria yang hadir dari masalalu nya.

"Aku suka kamu memanggil namaku" Tanpa Rasa bersalah Arkan lebih memakas jarak. Karena Widuri sudah tidak bisa mundur lantaran sebuah lemari berada dibelakangnya. "Kata ibu kamu sakit?" Tangan yang tadi tidak sampai memegang keningnya kini sampai. Kening Widuri di sentuh. "Ngga panas" guma Arkan. Menjawab pertanyaan seorang diri.

"Apa-apaan kamu, sialan"

"Widuri" untuk yang pertama kali pulah Arkan memanggil nama panggilannya dengan nama seharusnya. Bukan dengan nama ejekan. "Mulutnya"

Kalo ada orang yang ingin di bantah oleh Widuri. Tidak lain tidak bukan. Adalah pria yang ada di hadapannya. Baginya semua larangan adalah hal wajib bagi Widuri. Agar pria di depannya menjauhinya. Belum cukup 1 kali 24 jam, pria yang ada di depannya bersamanya. Membuatnya muak. Apalagi tingkah soh kenalnya, tapi memang Widuri mengakui kalo dia mengenal pria yang ada di depannya. Tapi, itu dulu. Sebelum semua berubah.

Perubahan itu hal wajar. Karena bagaimana pun. Pria di depannya adalah masalalunya yang tidak akan ingin ditemuinya. Pernyataan ini akan terus terulang dan tidak akan berubah. Walau karena apapun.

Jika banyak hal yang harus dimulai dari awal. Termasuk kedekatan ini. Widuri tidak apapun dari masalalunya. "Hei" tepukan pada pundak Widuri membawanya berlalu dari pikirannya. "Mikirin apa?" Widuri ingin terlepas dari tidak ada jarak yang di ciptakan Arkan.

"Berhenti so baik" ucap Widuri dengan sinis.

"Kamu kenapa? Aku bingung. Tolong jelasin apa yang perlu aku tahu"

Dengan senyum yang menampilkan pipi berlubangnya Widuri kembali menjawab. "Tidak ada yang perlu kamu tahu"

"Duri, kamu tidak mungkin pergi begitu saja tanpa ada sebab"

"Sebab? Jangan so suci lo"

Arkan yang sudah kelabakan menghadapin sikap Widuri memilih jalan pintas. Pertemuan bibir itu berujung. Gilanya Widuri membatu dan seakan nyawannya hilang entah kemana.

Mata Arkan perlahan tertutup mencoba mencari apa yang bisa dicarinya. Namun sialnya dia banyak menemukan apa yang dicarinya. Ketenangan, kehangatan dan tentunya tempat pulang. Apakah pencarianya berakhir? Pikirnya.

Sedangkan Widuri masih terpaku dengan mata yang masih terbuka. Menyaksikan pria masalalunya yang ada di depannya sedang menikmati bibirnya dan begitu naasnya pria itu yang bernama Arkan sialan telah menutup matanya. Entah apa yang dilakukan Arkan. Tapi, Widuri tidak bisa mengelak kalo bibir saling nempel itu. Menciptakan Rasa beda entah pada tubuhnya atau pun hatinya. Dirinya ingin menjerit, meraung bahkan berlari. Namun, anehnya dirinya masih disitu terpaku.

"Maaf" bibir Arkan menjauh dan kata maaf terucap. Padahal bibir itu hanya menempel tanpa bergerak tapi, mampu melupuhkan semua saraf pada tubuh Widuri. Hanya diam dilakukan Widuri. "Bukan karena menciummu tapi, karena tidak meminta ijin darimu"

Entah bagaimana kesadaran Widuri seakan terkumpul dan tanpa aba-aba reflek tangan kanannya melayang dan mendarat di pipi mulus Arkan. "Sialan" umpat Widuri. "Memang dari dulu kamu hanya ingin menjadikanku pelampiasan, bukan? Kamu silahkan Keluar!!" tambahnya dan di akhiri dengan pengusiran.

"Kamu yang kenapa?"

Dengan nada mengejek Widuri bicara "Aku yang kenapa?" Tunjuknya pada dirinya sendiri. "Bukannya kamu" tunjuknya pada dada Arkan. Posisi yang masih sama saling berhadap. Dengan jarak yang sudah lumayan sejak Arkan mundur satu langkah. Membuat Widuri bisa lebih ekspresi walau sebenarnya hatinya masih tidak karuan. Sejak bibir itu saling menempel.

"Kata Satria biasanya perempuan minta di kejar dalam situasi seperti ini" racuh Arkan dengan pandangan masih menatap Widuri. "Kenapa lari?"

Tidak akan ada jawaban. Karena pintu yang terbuka lebar itu. Menampilkan wanita baya yang di panggil Widuri dengan sebutan ibu. "Kakak, sudah baik?" pertanyaan itu keluar dan langkah ibu Widuri konstan tanpa peduli dirinya Dan Arkan sedang gelabakan. Karena seakan baru ketakap sedang berbuat yang tidak-tidak. Tapi, memang iya. Widuri membenarkannya kalo mereka melakukan hal yang tidak-tidak. Tapi, stop. Kembali ke topik. "Sini kak, ibu Coba cek suhu tubuh kamu. Itu muka kamu kenapa merah banget sih. Pasti karena suhu badan kamu yah kan?"

Widuri merutuki wajahnya yang memerah. Lantaran memngingat momen bibir saling tempel itu dan juga dirinya seakan ke gep berbuat yang tidak-tidak.

"Nak Arkan sini. Ngapain sih kalian berdiri gitu. Emang ngga pegal apa?" Lanjut ibu Widuri memanggil Arkan.

Arkan mengaruk belakang kepalanya. Memang tidak gatal hanya saja dirinya dalam keadaan gugup. Maka, itu lah yang dilakukannya. "Iya tan" sahut Arkan lalu hendak duduk. Sebelum kakinya di injak Widuri. 'pulang sana'

"Aduh" ngadu Arkan.

"Kamu kenapa nak?"

"Ngga apa-apa tan. Arkan mau balik ajah"

"Eh, bukannya mau bermalam disini?" tanya ibu Widuri. Membuat Widuri merasakan semua persedinya pada tubuhnya mati rasa untuk kedua kali.

****

Mamuju, 27 Januari 2021

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang