Sore itu

218 23 0
                                        

"Badanku mulai mati rasa deh kayanya" ucap Widuri dengan posisi yang masih sama. Yaitu dalam pelukan Arkan. Sedangkan Arkan malah melanjutkan tidurnya dan sialnya Widuri tidak bisa kembali tidur. Melainkan terus bicara agar Arkan melepaskannya. "Arkan katanya sebentar"

Merasa memiliki kekuasan lebih Arkan tidak mendengar ucapan Widuri. Membiarkan Widuri dengan pemikirannya dan dirinya dengan kebahagiannya karena rasa kangennya.

"Arkan" panggil Widuri dengan memainkan jarinya kembali ke permukaan kulit Arkan. Kalo tadi tidak di sengaja kali ini Widuri sengaja.

"Shit" umpat Arkan. Karena bagaimanapun dia laki-laki normal. Jika masih pagi begini dirinya akan lebih cepat beraksi. Bukan dirinya tapi, ada bagian dirinya. "Tangannya bu. Di kondisi kan, kalo aku macam-macam ibu yang repot" Arkan memberikan peringatan buat Widuri dengan cara memberikan guyonan memanggilnya ibu.

"Lagian badan ku mulai mati rasa Pak. Ini gimana yah Pak?" Widuri membalas ucapan Arkan dengan guyonan pula.

Arkan terkekeh dengan mata yang masih tertutup. "Apa ibu ngga mau coba lagi? Dijamin lebih puas bu. Kalo tidak, uang ibu kembali. Garansi seratus persen bu"

Widuri memukul dada Arkan. Karena perkataan Arkan, membuat pikiran Widuri kemana-mana. "Sialan" teriak Widuri.

"Sakit" rintih Arkan. Karena dadanya dianiyayah oleh Widuri. Matanya terbuka dan tangannya yang sudah berada di belakang Widuri membawahnya agar lebih dekat dengannya. "Pasti mau bilang rasain" olok Arkan. Lantaran tahu Widuri akan berucap begitu.

"Aduh,.. jangan tambah di kasih rapat. Arkan" Widuri yang merasa tidak enak dengan posisi tidurnya lantaran Arkan mengtiadakan jarak.

Arkan tertawa. "Makanya kalo badannya mungil seperti ini. Jangan lawan lagi yah bu. Kan kalo di apa-apain ibu ngga punya tenaga untuk melawan"

Widuri yang sudah dalam mode tersingguh. Maka, jurus jitunya dilakukannya. "Akhh" teriak Arkan untuk kedua kalinya. Sedangkan Widuri sudah terbebas dari pelukan Arkan dengan cara mengigit dada Arkan. "Astaga"

Widuri berdiri lalu di sematkan tangannya didalam dada. "Makanya mulutnya jangan lemes. Pakai katain badan orang lagi" ucap Widuri lalu berlalu keluar.

Arkan merutuki kebodohannya. Karena mulutnya yang lemes kata orang. Maka, keluarlah ucapan yang sangat haram di katakan di perempuan. "Bodoh" ucapnya pada dirinya. Lalu berdiri mengambil bajunya yang entah disimpan dimana. Saat dirinya melepaskannya dimalan hari. Kebiasaannya tidak pakai baju berimbas tidak bisa tidur.

Tidak lupa dirinya masuk ke kamar mandi Widuri. Untuk mencuci muka dan kembali turun mencari perempuan yang marah karena ucapannya. "Hey, sayang. Dimana?" Nyali Arkan kembali naik. Karena berharap kalo Widuri sudah memaafkannya. "Eh ada Satrio" ucap Arkan yang melihat Satrio bertamu dan sedang berbicara dengan Widuri.

Mata Widuri membulat sempurna ke arah Arkan. Karena panggilan itu membuat Satrio seketika terbatuk. "Kalo gitu mbak. Saya pamit dulu. Mau buka gudang. Kasian anak-anak sudah nunggu" kunci gudang yang sudah berada ditangan Satrio membuat Satrio pamit.

Muka Widuri yang memerah menyebabkan dirinya hanya mengangguk. Sedangkan pelaku yang membuat kekacau pagi hanya tersenyum dan mengaruk kepalanya walau tidak gatal. "Pak Arkan, mari" Satrio berucap pamit ke Arkan.

Arkan yang berdiri disamping Widuri harus terkena sikut Widuri yang sengaja dilakukannya. Karena kekesalannya. "Kamu" Satrio sempat berbalik karena mendengar kesakitan Arkan  saat meringis.

"Akh,... Ngga apa-apa Sat, ini lagi dicubit sayang sama Widuri" ucap Arkan. Membuat Satrio tertawa dan muka Widuri jauh lebih merah. Karena Satrio berada di teras sedang meminta kunci eh, Arkan datang tiba-tiba. "Kamu juga pernah gitu kan Sat, apalagi sudah punya istri" entah setan apa yang masuk di tubuh Arkan. Karena kali ini, dirinya banyak bicara tidak seperti biasanya yang cuman banyak bicara kepada Widuri.

Satrio hilang setelah melewati pagar rumah Widuri.

"Astaga maaf, sayang" aku Arkan. Saat melihat Widuri berlalu kedapur begitu saja. Arkan mengikuti Widuri.

"Sayang, sayang, kepala mu habis kejedot" Widuri sudah berada di depan kulkas. Mengambil beberapa bumbu yang akan di gunakan untuk membuat sarapan paginya. "Sana pulang. Katanya mau balik ke Malang. Ini nih ciri-ciri orang yang di kasih jatung malah minta hati"

Arkan yang bersandar di tempat cucian piring hanya bisa menarik nafas. Membiarkan Widuri berbicara semaunya. "Kamu kenapa hadir sih. Padahal hidupku baik-baik saja tanpa kamu. Masalah kiang banyak, karena  kamu hadir" Widuri mengomel dengan tangan memotong sayur kol. "Kalo kamu cuman mau minta maaf. Saya bilang dari dulu saya sudah memaafkan mu. Cuman yah gitu. Saya kecewa dan rasanya masih sama. Entah berapa kali pun. Mungkin akan tetap sama"

Arkan selalu mengakui bahwa semua itu adalah kesalahan nya. "Minggir" ucap Widuri pada Arkan. Karena Widuri ingin mencuci semua sayuran yang sudah di potongnya. Tanpa bicara Arkan minggir.

Widuri sudah tidak bicara. Melainkan mengerjakan apa yang bisa di kerjakan. Mulai dari mencuci sayuran, meniriskan dan menyalahkan kompor untuk memanaskan mentega. Setelah mentega cair di masukannya irisan bawang merah. Aroma bawang merah tercium lalu di masukannya irisan kol beserta bakso dan sosis yang sudah diiris. Semuanya tercampur rata lalu dimasukannya nasi. Tercampur rata dengan bumbu yang siap saji.

Sedangkan Arkan sudah memutuskan untuk tetap bertahan. Walau sebenarnya rasanya seperti yang di bilang papanya, maaf pun tidak pantas di dapat nya.

Widuri sempat menegang. Saat tangan Arkan berada di perutnya. Memeluknya, membiarkan kepalanya diatas kepala Widuri. "Aku akan tetap  bertahan walau sampai kapan pun, aku mencintai mu"

Tangan Widuri yang sedang bekerja memidahkan nasi goreng yang berada di wajan ke piring. Harus terhenti lantaran ungkapan Arkan sungguh membuat jantungnya berdetak tidak karuan.

Dasarnya Arkan yang tinggi. Membuat Widuri hanya sebatas dadanya. Diciumnya kepala Widuri berulang kali. "Kesalahan ku memang banyak. Tapi, rasaku tidak pernah berubah. Aku mencintai mu sampai kapan pun"

"Ap-aan sih" Widuri melawan rasa gugupnya berbicara untuk mengelak debaran jantungnya lantaran kelakuan Arkan. "Minggir sana"

Bukannya minggir Arkan membalik Widuri lalu mengangkatnya untuk naik di meja samping kiri piring nasi goreng berada dan samping kanan tempat cuci piring. "Arkan" rengek Widuri merasa kaget. Arkan membimbing kedua tangan Widuri untuk melingkar dilehernya.

Jarak antara kepalanya sudah terkikis. "Sore itu aku mencari mu. Kamu kemana?" tanya Arkan. Arkan menginginkan sebuah penjelasan atas  kepergian Widuri sepuluh tahun lalu.

"Mencari ku? Bukannya kamu hanya menjadikan ku pelampiasan" ucap Widuri mengingat waktu dulu. Dimana dirinya dilepaskan begitu saja. Dirinya sempat kecewa dengan jalan takdirnya. Karena sebelum itu ternyata dia harus kehilangan calon anaknya.

Arkan mencium bibir Widuri dengan lembut. "Sumpah. Pelampiasan apa? Aku hanya kaget saat tahu. Kalo aku akan menjadi ayah di usia itu. Selebihnya aku mau bertanggung jawab. Menghabiskan hidupku dengan mu. Merancang masa depan dengan mu. Menua bersama" Arkan menjawab dengan ngos-ngosan lantaran setelah mencium Widuri dirinya lalu bicara. "Tolong dengar aku"

Widuri juga sempat tertegu. Karena ciuman lembut itu membuat Widuri tidak bisa jika tidak membalasnya. Maka, air liurnya berada di bibir masing-masing. Ciuman itu terhenti saat Widuri mulai kehabisan nafas dan mencubit bahu Arkan. "Kamu"

"Shiit!!! Persetan dengan semuanya aku menginginkan mu" Arkan mulai tidak bisa mengontrol dirinya. Maka di ciumnya kembali Widuri. Widuri awalnya tidak ingin membalas tapi, dirinya terhanyut atas apa yang di buat Arkan pada bibirnya.

****

Mamuju, 08 Maret 2022

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang