Harapan

153 18 0
                                    

Sejak duduk bersama Arkan. Widuri memiliki banyak harapan. Tidak pernah ada kalimat yang terjadi diantara mereka berdua. Tapi, yang harus di ingat mereka saling mendukung dalam hal apapun. Contohnya saat itu berbagi suara alungan indah dari headset Arkan.

Momen tercipta dengan sendirinya.

Hari rabu adalah piket Raya dan end geng, tapi biasanya berimbas pada Widuri. Widuri tidak ingin ambil pusing dan memilih mengerjakan itu. Walau harus pulang lebih lama. Entah bagaimana Arkan juga masih tinggal di waktu itu.

Arkan sudah memegang gagan pel. Widuri sempat kaget karena ternyata dirinya tidak sendiri. Ada Arkan di barisan belakang yang sudah memegang gagan pel. Sedangkan dirinya sibuk di depan memegang gagan sapu. "Arkan" panggil Widuri dengan takut-takut.

Mendengar namanya di panggil. Arkan menghentikan geraknya. Kepalanya menengok kesumber suara. "Kamu ngapain?" Pertanyaan bodoh keluar dari mulut Widuri. Karena anak kecil pun tahu. Kalo Arkan sedang mengepel. "Maksud ku nama kamu tidak ada dalam daftar piket hari ini" sambung Widuri dengan suara yang jauh lebih pelan dari pertanyaan pertamanya.

Berdiri dengan posisi badan yang sempurna Arkan lakukan. Lalu menatap dalam Widuri "Bukannya kamu juga" sindir Arkan kepada Widuri karena tahu betul bahwa piket Widuri hari senin lalu.

"Oh itu--" Widuri gelagapan sebelum akhirnya ucapnya di potong.

"Mau bilang bantu mereka atau mau bilang kasian sama mereka. Terus yang kasiani kamu siapa?" Untuk yang pertama kali. Arkan berbicara dengan nada yang jauh lebih tinggi dari biasanya dan jangan lupa dengan kesinisannya berbicara.

Widuri hanya menuduk. Mencoba meredakan jantungnya yang kembali tidak normal saat berada di sekitar Arkan.

"Sudah! sekarang lanjut" Arkan menyadari kalo bicaranya sedikit kelewatan maka, dirinya kembali berucap untuk melanjutkan pekerja mereka berdua. Anggukan Widuri membuat Arkan menampilkan senyum tipis tanpa sadar.

Suasana sekolah yang sudah sepi tidak menganggu kedua orang yang mengerjakan tugas orang lain itu  terganggu.

Kotoran yang didorong untuk keluar dari kelas sudah selesai. Tinggal Arkan yang bertugas untuk membasahi lantai agar bersih. Awalnya setelah Widuri selesai dengan pekerjaannya, dirinya ingin membantu Arkan, tapi penolakan diterimanya. Menonton, Widuri menonton Arkan yang sibuk dengan urusan pel mepelnya.

Entah inisiatif apa Widuri memutuskan untuk membawahkan tas Arkan. Sedangkan butuh beberapa menit Arkan selesai. "Sudah?" tanya Arkan yang di anggukin Widuri.

Mereka berdua melangkah untuk keluar dari kelasnya dengan menyelesaikan tugas piket Raya end geng. Widuri seperti awal pertemuan jika berjalan dengan Arkan maka, menjaga jarak wajib dilakukannya. Langkah Arkan terhenti. Melihat kebelakang ternyata Widuri masih jauh jaraknya. "Lambat banget lo"

Widuri mengangkat kepalanya lalu berhenti melangkah. Samar-samar terdengar suara Arkan, bukannya kembali berjalan Widuri tetap berhenti. Membuat Arkan membuang nafasnya lebih banyak karena tahu kalo Widuri akan tetap disitu. Kaki Arkan melangkah menuju Widuri. "Yuk" ajak Arkan langsung mengambil tangan Widuri untuk digenggam dengan berjalan disampingnya. Widuri bisa mendengar detak jantungnya. Seakan ada sengat listrik yang hadir ditubuh Widuri saat genggam itu terjadi.

Setelah hari itu. Arkan jauh lebih sering bersama Widuri. Sebuah gosip yang mengibar di udara di anggap angin buat Arkan sedangkan Widuri harus siap-siap dibully.

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang