Indah, yah ini. Indah

241 18 0
                                    

Semua sudah terlewati mulai dari perdebat kecil sampai perdebatan besar. Hingga akhirnya Widuri memilih untuk mendengar nasehat para orang tua untuk tidak bertemu Arkan. Walau dengan ribuan bujukan yang Arkan lakukan kepadanya. Namun, dirinya tetap bertahan. Hingga akhirnya dia di pertemukan di satu peristiwa yang di tunggu-tunggu dan menjadikan mereka berdua menjadi pasangan.

"Yang" Arkan berteriak dari lantai 2 tepat di mana dirinya dan Widuri tinggal dalam jangka waktu selama tujuh hari- Dikamar Arkan rumah mama dan papanya tentunya. "Jam tangan yang kemarin aku pakai, dimana yah yang?"

Widuri yang berada di lantai 1 sedang memasak bersama mertua perempuannya dan kakak iparnya harus menanggun malu. Hal itu adalah bukan hal yang wajar di karenakan banyak telingah yang mendengarnya.

"Astaga Nak" ucap mama Arkan dengan tidak lupa mengelengkan kepalanya sambil tetap mencuci sayuran yang sudah di potong menantunya-Widuri.

"Arkannnn.... jangan gara-gara suaramu. Lalita bangun yah" teriakan kakaknya lebih terdengar di atas okta suara Arkan. Ibu hamil bernama Dena yang sedang membuat susu itu mengingat anaknya yang usianya masih 3 tahun sedang tertidur di kamar bawah dan takut jikalauh anaknya terbangun karena ulah adek laknatnya.

"Kakak suaranya" tegur mamanya. "Nak, bantu Arkan dulu" ucap mama Arkan dan Dena, dengan lembut meminta agar Widuri menghentikan aktifitasnya membakar roti.

"Iya Ma" ucap Widuri lalu berlalu dari dapur. Perasaannya keluh dan marah semarah-marahnya. Terhadap suaminya yang baru 2 minggu lalu mengucap janji suci mengikatnya dalam sebuah hubungan pernikahan. Langkah kaki Widuri kiang lebar menuju kamar Arkan. Tidak ada ketukan atau pun suara salam untuk membuka pintu kamar.

"Sayang" Arkan kaget saat pintu itu terbuka tanpa ada aba-aba dan mendapatin istrinya. "Jam tangan warna hitam aku itu lo yang" tanpa rasa bersalah Arkan kembail mengulang apa yang di carinya. Dengan posisi duduk di pinggir kasur.

Memaki Widuri tidak lakukan. Karena dirinya berada di rumah Arkan. Tapi, jika seminggu lalu Arkan melakukan ini maka habislah dia. Lantaran seminggu lalu mereka berdua menginap di rumahnya Widuri. Wilayah kekuasan Widuri tentunya.

"Yang itu kamu bilang" Widuri menunjuk jam yang bertengker Indah di atas meja sudut.

Arkan memukul keningnya lalu berjalan ke arah meja sudut untuk mengambil jam tangan yang dicarinya dan membuat paginya menyeramkan. "Syukurlah. Aku Kira hilang" setelah jam tangan itu melekat dilengang tangannya. Dirinya harus terhenti karena istrinya masih di posisi semula. "Yang" panggilnya.

Widuri melipat kedua tangannya kedadanya. "Kamu apa-apaan teriak begitu"

Arkan menghampiri Widuri lalu memeluknya. "Sorry. Lupa" akunya. "Kalo mau marah nanti aja yah. Aku keburu ada pertemuan dulu" tambahnya dengan mencium kening Widuri secara bertubi-tubi.

"Apaan sih" emosi Widuri tidak akan hilang hanya karena sebuah pelukan dan ciuman bertubi-tubi yang dilakukan Arkan kepadanya. "Lepas ngga?"

"Masih kangen"

"Sialan. Lepas ngga? Aku tuh lagi sibuk di dapur. Kamu teriak-teriak kaya dihutan. Aku tuh malu"

Arkan harus menahan tawanya. Karena ujungnya akan begini. Setelah kemarahan sang istrinya reda maka, pelukan pun diterimanya. "Kam--" ucap Widuri terhenti saat sang suami menyatuhkan bibirnya.

Awalnya Widuri kaget tapi, lama-kelamaan terbawah arus. Widuri membalasnya dengan sama. Mengebu-gebu tanpa ingin berhenti. Menikmati morning kiss yang sialnya sudah lewat menurut Widuri.

Siapa sangka jika pintu kamarnya tidak tertutup rapat. Kenikmatan itu jauh lebih di utamakannya. Sehingga gerakan pintu tergeser pun mereka tidak tahu. "Astaga" pekikan itu pun, yang membuat Widuri mendorong dada Arkan secara reflek. Sehingga penyatuhan bibir itu usai. "Aduh, mata ade tercemar pagi-pagi gini"

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang