Jangan mendekat

215 26 0
                                    

"Widuri" suara mama Arkan kembali menyebut nama Widuri.

Jarak antara Widuri dan mama Arkan. Hanya berkisar 3 langkah. Namun, terasa dekat seakan tidak mengisakan jarak yang membuat Widuri sesak.

Kalo Widuri bisa milih. Dirinya hari ini tidak ingin keluar dari kamarnya. Membiarkan semuanya berjalan seharusnya. Bukan seperti saat ini.

"Bun" Arkan memanggil mamanya.

"Sudah semua?" Tanya mama Arkan. Yang melihat anak datang.

Sedangkan Widuri hanya menatap ketiga orang itu.

"Yang ini benarkan Bun, Tan?" Entah apa yang ada dalam plastik yang di bawah Arkan. Arkan memperlihatkan isi plastik tersebut kepada dua ibu-ibu yang berada di depan Widuri. Yaitu mama Widuri dan mama Arkan.

"Iya nak Arkan. Ini sudah benar! Tadi gimana carinya, susah yah?" kali ini mama Widuri menjawab pertanyaan Arkan dan bertanya.

"Ngga ko Tan" ucap Arkan. Lalu pandangannya mengarah ke Widuri. Pandangannya bertemu. Arkan menerbitkan senyumnya sedangkan Widuri memasang wajah datar. Kedua ibu-ibu itu, juga melihat kearah Arkan yang pandangannya ke Widuri.

Ibu Arkan menyadari bahwa situasi mencekam yang dihadirkan Widuri, kemungkinan berasal dari hadirnya. "Widuri" entah yang keberapa kali. Panggilan Nama Widuri keluar dari mulut mama Arkan.

"Bun, Bunda kenal Widuri?" Arkan bertanya pada mamanya. Karena Arkan tidak mengetahui bahwa mamanya mengenal masalalunya.

Bukannya menjawab pertanyaan sang anak.  Mamanya Arkan melangkah. Satu langkah, dua langkah. "Tolong, jangan mendekat" langkah mama Arkan terhenti. Saat Widuri mengelurkan suaranya dan memintanya berhenti. "Jangan mendekat" ulang Widuri.

Mama Widuri dan Arkan hanya mampu diam dan menatap ingin tahu kepada dua orang yang ada didepannya.

"Maaf"

Widuri tidak pernah menginginkan maaf itu. Walau setelah sepuluh tahun berlalu.

"Maaf" ulangnya.

Bukan, bukan ini yang di mau Widuri. Dirinya hanya ingin hidupnya kembali tenang tanpa ada orang masa lalunya hadir. "Maaf?" Tanya Widuri dengan kekehan tawa di akhir kata yang keluar dari mulutnya. "Aku tidak butuh maaf Tante"

Mama Arkan kini menunduk. Melihat kedua kakinya tanpa tahu pertemuan apa ini. Kesalahannya memang fatal dan mungkin saja tidak ada maaf. Namun, dirinya sudah menyesali perbuatan gilanya di waktu dulu, menghancurkan hati gadis muda. "Mungkin maaf pun tidak akan pernah cukup. Tapi, tante benar-benar menyesali semuanya nak, semua---"

"Bun, ada apa sih!" dengan putus asa Arkan berucap.

"Mbak Wii?"

Widuri yang matanya berkaca-kaca kini harus berbalik badan. Melihat siapa yang memanggilnya. Sedangkan Arkan dan mamanya kembali diam. "Semuanya sudah siap mbak" Susi yang memang memiliki job desk bagian kebersihan dan dapur mendapur pada bagian gudang belakang. Saat seperti begini, Susi akan merangkap menjadi bagian tim penyiapan.

"Oke Susi. Nanti mbak kesana yah" ucap Widuri dengan suara serak dan air mata yang sudah siap terjatuh.

Susi pergi dan meninggalkan empat orang itu.

"Mbak e. Pernah bertemu dengan Widuri?" Tanya mama Widuri pada mama Arkan yang menurut Widuri teman baiknya mamanya. Karena beberapa kali dirinya mendengar kalo mamanya menceritakan mbak E yang tentunya mama Arkan bukan? Karena sebutan panggilannya sama.

"Kapan Ma?" Sebelum mamanya menjawab pertanyaan dari mama Widuri. Arkan kembali mendesak dengan pertanyaan juga.

Widuri yang merasa tidak perlu menjujung rasa hormat yang berlebihan. Pada tiga orang yang menurutnya tidak memberikan kontribusi apapun kepadanya. Melainkan hanya luka, maka pergi tanpa bilang adalah hal yang dilakukannya.

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang