ini hidupku

224 24 0
                                    

Sebuah keinginan Arkan bukan keinginan Widuri. Maka, Widuri berhak menolak bukan?

Itu yang terus ada di kepala Widuri.

"Menginginkan saya?" Tanya Widuri dengan gaya mengejek sambil tersenyum. "Apa saya tidak salah dengar. Setelah sepuluh tahun berlalu dan semuanya yang baik-baik saja di hidup saya. Tiba-tiba kamu datang lalu bilang menginginkan saya. Apa itu tidak lucu?"

Arkan terdiam. Membiarkan Widuri berbicara.

"Apa imbalan yang saya terima atas luka yang 10 tahun saya bahwa?" tanya Widuri. "Apa yang harus saya lakukan? Terima kamu"

Posisi yang sama. Tidak membuat Widuri ragu. Mengelurkan apa yang perlu dikeluarkannya. Termasuk pertanyaan-pertanyaan gila.

"Kenapa? Kamu tidak bisa jawab" Kembali Widuri tersenyum mengejek. "Kamu hanya akan jadi masalalu" aku Widuri walau ucapan terakhir itu menyakitkan baginya. Jika menghilang semudah yang di ucapkan. Maka, Widuri ingin menghilang saat ini. Ketakutan terbesarnya saat ini yaitu dirinya sedang membangunkan harimau yang tertidur. Lihatlah, Arkan seakan ingin memakannya bukan?

"Berhenti menatap ku" dengan tingkat kepercayaan diri Widuri yang menurun tapi, dirinya masih sempat berucap kalimat itu.

"Tolong berhenti mendekat" Arkan kembali menghimpitnya. Tidak ada yang berbeda dari tampilan wajah Arkan. Selain datar dan tidak ada senyuman seperti biasa. Warning di kepala cantik Widuri sudah berbunyi nyaring. Karena semua hal yang ada di depannya sangat beresiko.

Bukan ucapan tapi, sebuah tindakan yang disampaikan Arkan padannya. Bibirnya harus terkatup rapat dan juga matanya tertutup sempurna saat bibir Arkan menempel begitu saja di keningnya. Dari awal Widuri hanya mendonga menatap Arkan yang tinggi sedangkan dirinya yang setinggi dada Arkan.

"Masih mau bicara?" Ucap Arkan. Widuri yang tadi menutup matanya. Kini di bukannya dan malu adalah hal yang dirasakannya. Walau sebenarnya dirinya sedang tidak baik-baik saja. Saat bibir itu menempel pada kulitnya. "Biarkan waktu yang menjawab semua pertanyaan yang ada di kepala cantik ini" tambah Arkan sambil mengusap kening Widuri seperti tadi. "Oke?"

Widuri hanya diam. Mencoba mencernah apa yang baru saja terjadi.

"Yuk" ajak Arkan sambil mengadeng tangan Widuri untuk keluar dari ruangan tersebut. Sedangkan Widuri yang di gadeng hanya diam dan ikut tanpa banyak bicara. "Makan yah"

Kali ini Arkan mengajak Widuri kehidangan berbequan. Semua orang sudah duduk menikmati daging tipis yang di bakar menggunakan alat. "Mbak wi. Sini" teriak Satrio. Widuri hanya tersenyum lalu mengangguk hendak kesana dan melepas genggaman tangan Arkan. Tapi, sayang Arkan tidak ingin. Maka, Widuri pasrah tangannya masih di genggam oleh Arkan. "Yaelah. Pak Arkan mau nyebrang. Pake gandengan" Satrio dengan tingkat isengnya hadir.

Sedangkan yang lain hanya tertawa. Begitu pun kedua orang yang melahirkannya dimuka bumi ini. Yaitu mama Arkan dan mama Widuri. Widuri tidak tahu kenapa dirinya bisa seperti ini. Seakan semua baik-baik saja walau pada akhirnya memang dirinya tidak baik-baik saja. Semua ini adalah sandiwara. Tapi, seakan nyata.

"Mbak Wii? Bengo bae" Angga sih usil juga angkat bicara.

"Gimana ngga bengo Ga, sih pawang ada disamping nie" Satrio menimpah ucapan Angga. Membuat semua orang tertawa.

Lala yang baru menyelesaikan kunyahannya juga angkat bicara. "Ini dua orang ngga takut apa? Mbak Wii. Potong gaji mereka. Abisan iseng banget kalian berdua sama bos"

Widuri hanya diam menatap pertengkaran kecil yang di buat parah karyawannya untuk dirinya sedangkan tangan kanannya yang digenggam Arkan serasa di usap dengan ibu jari Arkan. Semuanya terasa tidak biasa tapi, ada Sisi lainnya Widuri yang menyukai semua hal yang Arkan lakukan padannya.

Berbequan di atas meja kecil dan kali ini duduk beralaskan karpet adalah solusi awal buat menampung banyaknya orang yang ikut serta dalam acara makan bersama ini.

"Cukup?" tanya Arkan pada Widuri setelah menghidangkan piring yang berisi daging tipis itu.

Mengangguk menjadi jawaban Widuri. Lalu saat dirinya ingin makan tangannya masih di genggam Arkan. "Tangan ku" dan Arkan menyempatkan meremas tangan Widuri yang digenggam sebelum di lepaskan.

"Sakit bodoh"

"Hmm, berani yah?" Tantang Arkan. Menanggapi ucapan Widuri yang menyebut dirinya bodoh. Bisik-membisik itu menimbulkan kecurigan.

"Aduh cape jadi obat nyamuk" Angga kembali mengoda.

"Serasa dunia milik berdua kali dan yang lain ngontrak" teriak salah satu karyawan yang sedang bertugas membakar daging. Tertawa semua kembali tertawa entah untuk yang keberapa kali dan naasnya yang jadi sumber ditertawai adalah Widuri, orang yang masih bingung terhadap semuanya. Kenapa dirinya seakan menjadi kerbau yang dicucuk hidungnya dan mengikuti semua apa yang diminta oleh Arkan.

"Sudah, sudah, yuk makan lagi" mama Widuri angkat bicara menengahi beberapa karyawan yang mengoda anaknya.

Angga menyengol bahunya Satrio. "Bang sat Tante" dan mama Widuri hanya geleng-geleng kepala. Setelah itu semuanya kembali di jalannya. Menikmati hidangan yang di sediakan. Membicarakan topik yang berbeda. Hanya ada satu orang yang terus diam. Di otak cantiknya sedang ada peran mulut memerahinya karena kebodohannya. Bagaimanapun menurut logikanya bahwa semua ini hal yang tidak wajar. Mengingat masalalu adalah hal yang harus dilakukannya agar tidak jatuh kelubang yang sama. Walau cuman sebentar, dirinya tidak mau mengingat.

Lihatlah dengan sopan Arkan terus menambah isi piringnya. Semua orang kembali memuji Arkan yang sih gentlemen katanya. Padahal Widuri ingin mutah melihat kebaikan yang dilakukan Arkan padanya.

"Lagi?"

Widuri mengeleng. Lalu kembali menikmati makanannya. Dirinya hanya ingin tenang bukan begini. Jantungnya berdetak tidak karuan. Entah karena apa. Tapi, yang jelas karena sebuah pria disamping nya.

Semua sudah kelar termasuk makan bersama. Dari pihak keluarga karyawan ingin membantu membersihkan. "Ibu bapak, terima kasih sudah datang" ucap Arkan. "Semua yang disini tidak perlu di bersihkan. Saya sudah hubungi cleaning services panggilan" tambahnya. Membuat semua orang yang ada. Terpana untuk kesekian kalinya kepada Arkan.

"Pak Arkan. Tambah sayang deh" Lala dengan genit berbicara. Membuat keriukan kembali. "Mbak Wii, Pak Arkan buat aku aja yah"

Kalimat terakhir Lala membuat dirinya di cibir habis-habisan. Di anggap sebagai pelakor. "Dasar pelakor"

"Istighfar La" dan banyak ucapan lagi. Karena bagaimanapun Lala kembali memacing keriukan dan keribukan. Sedangkan Arkan sih pembuat onar pertama. Mencari tangan Widuri yang menganggur lalu di genggam nya. Sempat Widuri kaget dan reflek menghindarkan tangannya sebelum akhirnya tangannya di tahan.

"Ngga boleh yah?" tanya Arkan. Kepada Widuri. Yang tentunya tidak di jawab oleh Widuri. Dirinya masih kaku dan tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya. Penolakan seperti biasa kini tidak ada dan tidak terjadi. "Tumben diam terus?" Arkan kembali bersuara sedangkan Widuri hanya diam.

***

Mamuju, 2 Maret 2022

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang