Apakah ini mimpi?

200 22 0
                                    

Widuri masih terpaku menikmati usapan jari yang Arkan berikan pada keningnya.

Sedangkan Arkan bertanya-tanya pada dirinya. Bahwa apakah ini mimpi? Dirinya mampu mengusap kening Widuri tanpa kena amukan. Tapi, entah sampai kapan? Sikap Widuri memang Karena dirinya waktu dulu. Jadi mau tidak mau dirinya harus menghadapi semua.

Arkan menikmati ini. Menikmati tatapan saling bertemu sebelum tangannya di tepis.

Beberapa detik berlalu tapi, tangannya belum di tepis. Rasa syukur seantora di ucapnya. Karena dirinya menginginkan lebih lama. Mengubur semua masa lalu dan menatap masa depan bersama perempuan yang berada di depannya. Siapa yang pernah menebak kalo pada akhirnya hidupnya sepi tanpa Widuri.

"Cie-cie" suara godaan membuat Arkan menghentikan jarinya "Pak Arkan romatis banget"

Widuri membuang muka. Pandangannya kembali lagi kekerumunan orang-orang yang lagi senyum-senyum melihat kelakuan Arkan padanya.

"Mbak Wii, Pak Arkan buat aku yah" Cika berbicara dan teriakan yang menjawabnya.

"Wow, Cika sukanya yah mateng yah"

"Cika. Ganas! Biar punya bu bos mau di sikat juga" Satrio berbicara.

"Jangan mau mbak Wii" semua karyawan angkat bicara. Setelah mendengar Cika berbicara yang tidak-tidak. Keriukan terjadi sebelum makan dan membuat Widuri mengelengkan kepalanya. Senyumnya hadir tanpa sadar.

"Cantik" bisik Arkan pada Widuri. Widuri menengok dan hampir saja wajah itu bertemu. Sebelum tiba-tiba Widuri reflek mundur.

"So sweet" Lala kembali angkat suara.

Cika mengomel di tempatnya dengan suara yang tidak dapat didengar orang yang berada di depan. Kecuali Satrio berteriak sehingga dapat di ketahui kalo Cika lagi ngomel "Mbak Wii, Cika ngomel"

Suara tawa kembali terdengar. Serta goda-godaan hadir lagi. Sedangkan Arkan pandangannya masih ke arah Widuri. Melihat apa yang dilakukan perempuan yang merebut hati dan pikirannya.

"Kak, terima donk" suara ini adalah suara mama Widuri. Entah berteriak terima apa yang jelas Widuri memilih hanya diam tanpa memedulikan suara apapun. Kecuali tawa dan senyumnya yang terkadang hadir tanpa di minta.

Arkan jadi kompor. "Tuh, kata Tante terima"

"Why?" Widuri bertanya pada Arkan. Karena dirinya tidak tahu apa yang harus di terima. Ada setangkai mawar merah yang menjulang ternyata. "Apa-apaan ini?"

"Terima" kata Arkan.

Semua orang yeng berada di bahwa berteriak serempak. 'Terima'
'Terima'
'Terima'

"Dasar gila" guma Widuri sambil mengelengkan kepalanya secara tragis. Hal ini diluar ekspetasinya, karena bagaimanapun. Tidak ada cinta yang datang tiba-tiba menurutnya. 

Lala berbicara "Mbak Wii, tunggu apalagi yuk diterima bunganya. Keburu lapar nie mbak"

Oke. Ingatkan Widuri jika nanti tidak ada orang. Dirinya akan memarahi Lala habis-habisan. Kalo perlu gajinya di potong.

"Kalo ngga mau mbak. Cika naik nih" Angga salah satu karyawan yang duduk tidak jauh dari Cika berteriak. Sehingga keriukan tambah menjadi. Apalagi godaan jika Widuri tidak mengambil setangkai mawar merah itu dari Arkan adalah hal topik panas dari keriukan.

"Mbak, lapar" Satrio angkat suara kembali. Mau tidak mau kebingungan Widuri tidak memberi apapun. Malahan membuatnya menjadi tersudut.

Dengan kilat Widuri mengambil setangkai bunga mawar itu. "Yes" teriakan Satrio "Akhirnya bisa makan juga" sambung teriakan Satrio. Dan di hadapin pelotonan mata banyak orang serta kekehan yang menganggap Satrio lagi ngelucu. Karena semua orang tegang lantaran setangkai mawar itu tapi Satrio dengan makanan.

"Dasar nie Bang sat" Angga memukul paha Satrio sambil menyebut nama panggilan yang tidak di suka Satrio. Sehingga mengerutu Satrio lakukan. Membuat semua orang tertawa lagi, termasuk Widuri.

Lagi-lagi Arkan tersenyum menatap Widuri. Karena bagaimanapun semua hal yang di tampilkan Widuri adalah hal yang di dambakannya. Entah kapan tepatnya dirinya mendambakan semua hal yang ada pada Widuri. Tapi, yang jelas dirinya bahagia.

Cika menyudahi semua keriukan dan tawa itu lalu meminta semua orang untuk siap-siap mengambil makanan yang sudah di sediakan. Satu persatu sudah maju lalu mengambil makanan. Membuat keriukan jadi berbeda yang tadinya keriukan lantaran Arkan dan Widuri tapi, kini karena makanan.

Widuri ingin melangkah ke arah Lala yang lagi berbequan tapi, tangannya di tahan. Sehingga langkahnya terhenti. "Mau kemana?" tanya Arkan.

"Bukan urusan kamu" jawab Widuri dengan ketus.

"Yakin?"

Widuri memutar bola matanya dengan sebel. "Mau ke Lala kasih bunga ini. Emang kenapa?" ucap Widuri sambil mengangkat setangkai bunga mawar yang membuat hebo satu gudang. Widuri yang tidak suka lantaran Arkan yang tiba-tiba memberikan bunga didepan orang. Maka, Widuri akan membalasnya dengan car membuat Arkan sebel "Mau ikut?"

Dengan tampang mati kutu. Arkan hanya mengelengkan kepalanya. Widuri yang menyukai ekspresi mati kutu yang Arkan tampilkan tanpa sadar dirinya tersenyum. "Yah udah, bye" bukannya membiarkan Widuri pergi Arkan malah memegang lebih erat. "Lepasin ngga?"

"Tapi, jangan kasih orang lain bunganya" tawar Arkan. Bilang ingin tangannya dilepaskan maka, bunga itu tidak boleh diberikan sama orang lain.

"Bunga ini siapa yang punya?" Tanya Widuri. Oke, Widuri sudah mematik api.

"Kamu"

Senyum mengejek Widuri kini hadir. Karena kemenangan dirinya akan di depan mata. "Yah, berarti terserah saya. Mau bunga ini saya kasih orang atau saya buang. Itu tidak ada pengaruh nya sama kamu. Yah Kan?"

Widuri pikir semuanya baik-baik saja. Saat dirinya mengucapkan itu. Tapi, sayangnya dia lupa bahwa didepannya adalah pria arogan yang tidak akan pernah berubah. Walau sepuluh tahu berlalu.

Tangannya ditarik. Langkah kakinya di perbesar karena Arkan yang menariknya sedang berada di mode tidak baik-baik saja. Satu kali Arkan melangkah dua kali langkah widuri. Sedangkan orang-orang, sedang berada di tahap tidak memedulikan orang lain. Apalagi Widuri yang ditarik Arkan ke arah gudang yang lebih belakang. "Arkan sialan" umpat Widuri. Disela-sela dirinya ditarik. Arkan tidak berbicara atau menghentikan umpatan yang keluar dari mulut Widuri. Karena dirinya menginginkan lebih cepat bisa sampai di tempat sepi yang di tujuh. "Sakit" rintih Widuri.

"Maaf" guma Arkan. Mengendorkan gengaman tangannya. Tapi, kakinya tidak berhenti melangkah.

Pintu di buka. Lalu ditutup dan disudutkan lah Widuri dibelakang pintu dan dirinya berada di depan Widuri dengan cara menghimpit. "Widuri"

Widuri yang dari tadi mengumpat. Kini terhenti. Karena bagaimanapun dirinya tahu. Kalo posisinya sedang tidak aman. Maka, dirinya diam. "Jangan coba-coba berikan bunga ini pada orang lain atau membuangnya" Arkan angkat suara setelah matanya menatap luruh pada mata Widuri.

"Apa-apaan ini" Widuri merasa terancam karena tatapan Arkan.

Tangan Arkan yang tadi mengenggam tangan Widuri. Kini berpindah ke kiri kanan kepala Widuri. "Kamu yang apa-apaan. Stop bertingkah kekanak-kanakan. Mari jalanin yang seharusnya kita jalanin. Maafin semua kesalahan yang pernah ku buat dan ayo melangkah bersama"

Widuri melongo mendengar Arkan berbicara. Karena kali ini Arkan dengan tegas meminta dirinya untuk bersama-sama.

"Aku menginginkan mu" bukan kata sayang atau cinta. Tapi, sebuah keinginan yang di ucap Arkan. Bagaimana Widuri bisa percaya. Kalo hal itu hanya lah sebuah keinginan. Memangnya hidup bersama hanya membutuhkan satu orang yang menginginkan.

****

Mamuju, 26 Februari 2022

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang