Semenarik itu

218 26 0
                                    

"Tadi katanya tidak lapar" Arkan bicara saat Widuri menikmati gado-gadonya. Widuri menghentikan makannya lalu menatap Arkan. "Maaf salah bicara" tambah Arkan. Sebelum Widuri naik tanduk dan ngambek.

Arkan meminum jusnya. Membiarkan tatapan Widuri yang menghusut tepat  gerak-geriknya. Jangan harap dunia Arkan akan baik-baik saja jika perempuan yang ada di depannya. Marah atau ngambek.

"Maaf sayang"

Bukannya meredakan Arkan tambah menambah panjang deretan kesalahan yang siap-siap akan ditumpuk oleh Widuri lalu di keluarkannya. Tapi, entah kapan yang jelas Arkan menunggu waktu itu.

"Astaga sayang, takutnya bola mata mu keluar" Arkan merendakan volume suaranya. Memajukan badannya dan seolah berbisik tentang sebuah rahasia besar.

"Kamu" ucap Widuri yang sudah benar-benar muak dan sudah melepaskan sendok yang digunakan serta mengeser piring ke tengah.

Kesiapan Arkan harus luruh karena level Widuri marah akan jauh mengila. Saat matanya bertemu dengan mata Widuri. "Maaf"

"Sekalih lagi kamu bicara. Habis kamu" peringatan Widuri sudah keluar.

Arkan kembali menikmati minumannya. Membiarkan Widuri dengan tatapannya. Walau sebenarnya dirinya dari tadi tersenyum. Menyaksikan didepan matanya bahwa Widuri sebenci itu padanya. Tapi, yang harus di garis bahwahin kalo semua itu bukan tanpa dasar.

Nikmat pada minumannya terasa lebih. Entah karena perempuan yang ada di depannya atau memang karena minumannya yang nikmat. "Kamu sudah? Yuk pulang" Widuri bersuara tapi Arkan hanya diam lalu berdiri. Menyodorkan tangannya agar di genggam oleh Widuri tapi, sayang. Widuri juga berdiri tanpa menerima sodoran tangan Arkan.

Perjalanan itu tanpa ada pembicaran apapun. Karena Arkan memilih diam. "Kamu bisu?" Tanya Widuri setelah 20 menit Arkan hanya diam dan hanya mengambil tangan Widuri yang bebas untuk di genggamnya.

Bukan menjawab Arkan mencium tangan Widuri. "Lepas ngga?" Widuri sempat kaget saat kulitnya terkenal oleh bibir Arkan. "Kalo kamu ngga bicara. Aku pulang sendiri" ancam Widuri. Karena malu berada di tempat ramai tapi, Arkan mencium tangannya tanpa tahu tempat.

"Iya-iya maaf, sayang" ucap Arkan. Arkan sendiri harus lebih sabar. Karena sebegitu konyolnya Widuri. Tadi dia marah karena dirinya bicara setelah diam malah di marahin. "Yakin mau pulang? Tidak mau jalan-jalan dulu. Besok aku harus balik ke Malang"

"Bagus donk. Kenapa bukan sekarang pulangnya"

"Astaga sayang. Sumpah takutnya kamu kangen lagi" ucap Arkan menghentikan langkahnya lalu memidahkan tangannya tepat di bahu Widuri. "Aku benar-benar minta maaf"

Setelah kalimat minta maaf keluar Arkan kembali berjalan bersama Widuri. Membiarkan Widuri dengan pikirannya.

Lantai 2 dan lantai 1 sudah terlewatkan. Sedang berada di parkiran yang sepi. Membuat keheningan tambah sepi. Karena tidak ada satu pun yang mengelurkan suara. Hari berganti malam, menginjakkan kaki untuk menatap langit. Widuri memaklumin jika dirinya akan begini jika bilang berada di mall atau pusat perbelanjaan yang waktu seakan berputar lebih cepat.

Arkan membuka pintu buat Widuri tepat disampingnya. "Langsung pulang?" tanya Arkan setelah duduk di belakang kemudi. Widuri dalam mode diam adalah hal biasa. Maka, Arkan mengambil tangan bebas Widuri dan mengenggamnya.

"Nyetir yah nyetir aja. Lepasin tangan saya"

Menulikan telingah Arkan lakukan. Semua berjalan apa yang ada di kepala Arkan. Mencoba tidak memedulikan Widuri dan bersikap biasa-biasa saja. Tangan itu akan tetap di genggam nya.

Lampu merah menghentikan kendaraan roda empatnya dan Arkan melihat Widuri. Widuri yang lagi asik melihat jendela tepat berada disamping kirinya. "Semenarik itu yah diluar sana?" tanya Arkan yang kebetulan menginginkan folus Widuri kepadanya. "Yang" lagi, raju Arkan.

"Sialan, berhenti memanggil ku dengan panggilan menjijikan itu" Widuri yang sudah jengah dengan panggilan sayang Arkan. Maka, mengelurkan uneknya dia lakukan.

Bergedik ngeri. "Astaga sayang" ucap Arkan. "Bibir kamu, mau di hukum?"

"Sayang! Arkan berhenti memanggil ku seperti itu, sialan"

"Kamu kenapa?"

"Kamu tanya saya" tunjuk Widuri pada dirinya menggunakan tangan kirinya. "Ada apa dengan kamu. Berhenti buat saya gila. Saya ingin hidup saya baik-baik saja tanpa kamu. Pliss apapun yang ingin kamu balas kepada saya tolong hentikan" ucap Widuri dengan air mata yang sudah terjatuh kepipinya.

Kaget, Arkan kaget. Karena Arkan pikir semuanya sudah baik-baik saja. Tapi, ternyata Widuri masih mengira kalo ternyata Arkan datang untuk melakukan kesalahan lagi.

Lampu merah berubah menjadi hijau. Klakson dari arah belakang membuat Arkan harus menghadap kedepan lalu menjalankan mobilnya. Matanya masih tidak ingin berhenti melihat Widuri yang menangis tersedu-sedu disampingnya.

Tangan yang digenggam Arkan harus di lepas saat Widuri memaksa melepas. Lalu di tutupnya mukanya menggunakan dua tangannya.

Ada sakit yang dirasakan Arkan. Tepat di hatinya. Karena menyaksikan Widuri menangis untuk kesekian kalinya saat dirinya hadir. Memang benar bahwa dirinya hanya akan membuat Widuri jauh lebih menderita. Maka, keputusannya untuk pergi mungkin jadi hal terbaik. Walau sebenarnya Arkan tidak menginginkan pergi. Setelah 10 tahun tidak melihat Widuri. Maka, kali ini dirinya bertemu lewat perantara yang luar biasa.

Awalnya dia pikir Widuri pergi karena memang sebuah takdir. Tapi, ternyata dia salah. Bahwa ada pemicu dari menghilangnya Widuri 10 tahun lalu. Penyebabnya yah dirinya.

Pertemuan dengan mama Widuri. Sungguh tidak pernah terpikir. Karena awalnya mama Widuri hanya teman baik mamanya dan mamanya meminta tolong buat mengantar temannya. Arkan yang kebetulan ingin jalan-jalan kekota ini. Maka, Arkan menyetujui. Siapa sangka kalo ternyata dirinya bertemu dengan perempuan yang di carinya selama ini.

"Sudah jangan nangis. Oke! aku akan pulang. Itu yang kamu ingin kan bukan?" Arkan menghentikan mobilnya tepat di depan swalayan. Berbalik ke arah Widuri lalu mencoba menarik tangan Widuri yang berada di wajahnya. "Apa tidak ada kesempetan lagi?" Pertemuan mata itu. Membuat Arkan sadar jika harapannya bisa kandas terlihat dari mata yang berkaca-kaca itu.

Arkan keluar dari mobil. Meninggalkan Widuri didalam mobil. Sedangkan Widuri kembali menangis. Entah apa yang membuat dirinya sakit. Tapi, jika dirinya kembali menerima maka, sebuah luka mungkin kembali hadir.

Biarkan semuanya berjalan dijalan yang sudah ditentukan. Widuri harus kuat. Walau sebenarnya hatinya patah.

Tisu yang berada di antara kursi pengemudi dan penumpang. Di ambilnya selembar. Namun, ada yang menarik untuk dilihatnya untuk kedua kalinya. Sebuah foto hitam putih. Berbentuk polarind.

Foto itu tidak asing. Fotonya bersama Arkan dalam balutan baju putih abu-abu. Dirinya masih memakai baju dengan ukuran XXL membuat dirinya jadi bullyan.

Widuri tidak pernah tahu. Kalo ternyata Arkan menyimpan selembar foto lama itu. Foto dimana waktu dirinya sangat bahagia karena ternyata dari sekian banyak orang yang membullynya ada satu pria yang merangkulnya.

Air mata Widuri tambah menetes. Karena Widuri tahu. Kalo Arkan benar-benar merasa bersalah. Walau pada akhirnya Arkan memang tidak bersalah atas apapun kepada Widuri. Dirinya berlari pun. Karena ada hal yang mungkin tidak di ketahui Arkan. Pikiran itu sempat terlintas.

Dihapusnya air matanya. Saat pintu disebelah kemudi terbuka. Arkan masuk "Minum" ucap Arkan menyodorkan air botol kemasan yang sudah di bukannya ke Widuri.

"Makasih" ucap Widuri. Setelah menghabiskan hampir setengah isi air botol kemasan itu. Dirinya benar-benar dehidrasi.

"Masih mau nangis?" Tanya Arkan. Memberikan kesempetan kepada Widuri untuk menangis. Karena dirinya tahu bahwa beberapa hari ini Widuri tidak pernah menangis seperti ini. Biasanya tidak separah ini. "Kamu   lihat fotonya" Arkan melihat foto yang selalu di bahwanya kemana-mana berada di tangan Widuri.

Pandangannya bertemu. Seolah saling meberikan sinyal melalui mata masing-masing.

****

Mamuju, 05 Maret 2022

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang