Janji

207 20 0
                                        

Pagi menyambut, bagian perut Widuri terasa kebas. Tangannya mencoba mencari apa yang membuat perutnya terasa kebas dan ternyata sebuah tangan besar. Mata Widuri yang masih berat harus dibukanya untuk mengetahui tangan siapa yang berada di perutnya.

Hal pertama yang menyambutnya setelah mata Widuri terbuka. Yaitu sebuah dada bidang yang menampilkan nafas teratur sehingga intesitas jantung cukup seperti biasa saat masih tertidur.

Widuri sempat terpaku diam.

Semua badan Widuri terasa susah digerakkan. Bergerak pun dampaknya luar biasa. Pria yang sedang memeluknya dalam keadaan tidur akan terbangun.

Widuri coba mengingat apa yang mendasari mereka tidur di tempat yang sama. Naasnya dirinya harus malu karena ternyata sumber dari Arkan berada di rumahnya lantaran dirinya yang mengundang secara terang-terangan. Terlebih lagi dirinya menangis di pelukan Arkan sampai tertidur. Rasanya untuk menghilang adalah hal yang ada dikepala Widuri untuk saat ini.

Hangat itu masih sama. Seperti 10 tahun lalu.

Ingatan Widuri kembali saat dirinya masih memakai putih abu-abu.

Perempuan bertubuh tambung itu berjalan memasuki sekolah barunya. Ada perasaan deg-degan yang luar biasa saat pertama kali menginjaki kakinya di halaman sekolah SMA Merdeka. Keputusannya untuk sekolah formal adalah keputusan terbesar yang sudah dia pikirkan matang-matang. Karena bagaimanapun dirinya harus bersosialisi pada akhirnya. Di usianya yang masih 17 tahun dirinya sudah masuk kelas 3 SMA dan tahun ini harus mengikuti ujian.

Homeschooling selama 5 tahun adalah pilihan orang tuanya. Maka, Widuri mengikuti nya. Pernah di bully abis-abisan waktu sekolah dasar. Membuat mama Widuri memutuskan untuk mengambil keputusan yang sebenarnya di tentang oleh Widuri.

Sebagai orang tua tunggal. Mama Widuri tidak ingin jika mental anaknya buruk. Dikarenakan pembullyan yang di alami anaknya. Maka, jalan itu dilakukannya.

"Loh, anak baru" tanya satu siswa yang melihat dari ujung kepala Widuri sampai ujung kaki.

Widuri gugup tapi, tetap menjawab. "Iya kak"

Siswa yang memakai seragam super ketat itu. Bertanya lagi "Kelas berapa loh?" dengan tampang ogah-ogahan siswa itu bertanya.

Widuri bingung karena dirinya belum tahu. Kelasnya kelas berapa, mamanya hanya bilang. Bahwa dirinya harus kekantor bertemu ibu Aini. "Belum tahu kak" ucapnya begitu takut-takut. "Kakak tahu dimana letak kantor?" dengan nekat Widuri bertanya letak kantor yang di tujunya. Lagian bapak satpam lagi sibuk membatu membawahkan dagangan istrinya ke kanti. Widuri tahu, karena dirinya sempat ketemu pak satpam yang pamit kepadanya lantaran tidak bisa mengantarnya sampai kantor.

Dengan senyum licik. Aqila yang tertulis name tag nya yang tertempel di bajunya menjawab "Arahnya dari sini. Kamu naik ke lantai dua terus lewatin 3 atau 4 ruang lalu sebelah kiri itu lah kantor" Widuri dengan khitmad mendengar. Tanpa disadari Widuri. Aqila tersenyum meremekan dan berhore-hore dalam hati. Lantaran bisa mengerjai anak baru lagi.

"Kalo begitu saya kesana dulu yah kak" ucap Widuri dengan riang. Otak cantik Widuri sudah berpikiran bahwa mungkin muka mereka saja yang judes-judes tapi, asli mereka baik-baik. Contohnya sekarang, Widuri di arahkan menuju kantor. Tempat yang ingin di tujuh olehnya.

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang