Masa lalu itu, hadir

223 27 0
                                    

Pagi sudah menyapa. Tapi, Widuri enggan untuk beranjak dari tempat ternyamanya kecuali hal urgent hadir. Seperti menyerahkan kunci, dirinya harus mengelurkan kepalanya  melewati pintu lalu bertemu ibunya dan memberikan kunci gudang. Agar ibunya membuka pintu gudang untuk karyawannya.

Soal ibunya. Adalah hal memuakan yang harus di akuinya. Karena ibunya tidak pernah begini. Bukan apa-apa tapi, kehadiran dan sebuah kepedulian yang melebih dari sebelumnya. Adalah hal yang patut di pertanyakannya.

Biasanya ibunya hanya datang bertamu lalu pergi. Entah angin apa, sehingga tadi malam. Ibunya menepati kamar dirumahnya. Sejak ibunya menikah. Semua berubah.

Widuri sempat juga menerkah-nerkah. Bahwa ini ada sangkut paudnya dengan Arkan sialan itu.

Tapi, dirinya belum mendapatkan bukti. Bukti yang harusnya memperkuat duganya. Bukan?

Kepalanya seakan pecah. "Akh" teriaknya. Dengan kepala di bawah bantal. Menyamarkan suaranya agar tidak didengar oleh kedua orang itu. "Lama-lama aku gila" keluhnya dan tentunya pada dirinya seorang diri. "Kenapa harus dia sih"

Jika ada orang yang terus berbicara pada dirinya seorang diri dan di sebut gila. Maka, Widuri lah orangnya saat ini. Berteriak, berbicara bahkan meringis itu lah Widuri.

"Apa iya? Semua akan baik-baik saja" tanyanya seorang diri.

"Kak, ibu sudah buka gudang" sebelum pertanyaannya dari otaknya cantik terjawab. Suara ibunya terdengar nyaring dari balik pintu. "Masih ngga enak badan. Ibu antar kedokter yah" Memang Widuri tidak mengunci pintu kamarnya. Setelah memberikan kunci gudang. Ibunya berpesan untuk tidak mengunci pintunya. "Masih ngga enak badan. Kak?"

"Hmm" guma Widuri menjawab pertanyaan ibunya. Yang kepalanya sudah berada di atas bantal tidurnya. Sejak ibunya masih di depan pintu kamarnya.

"Lemes banget yah kak? Sampai jawab ibu saja ngga mampu" yah ocehan itu hadir lagi. Widuri rindu dengan itu. "Kenapa bisa gini sih kak? Badannya ngga panas, ngga pusing tapi ko ngga ada tenaga sih kak. Apa iya karena ibu. Yang tiba-tiba datang terus bermalam tanpa alasan. Gitu?" Oke. Widuri harus bicara karena pembicaraan ibunya sudah mulai kemana-mana.

"Apaan sih bu. Ini kakak cuman kangen ajah sama bu. Jadi yah gini, lemes" kalimat yang keluar dari mulut Widuri tidak semua bohong.

"Oh ibu pikir, karena ibu. Yah udah, ibu kebawah dulu. Ambil bubur dan juga obat" ucap ibu Widuri setelah mengusap rambut anak semata wayangnya. Lalu berlalu meninggalkan Widuri dengan kesendirian lagi.

Widuri sudah lama menyukai kesendirian. Jadi untuk sendiri lagi, itu bukan masalah besar. Dan tidak ada alasan yang ibunya jelaskan. Tentang dirinya yang bermalam juga sih Arkan.

Lalu bagaimanakah dirinya. Meratapi semua hal itu?

Ponselnya berbunyi nyaring. Membuat pikirannya hilang entah kemana. "Hmm" gumannya setelah mengangkat panggilan telpon dari karyawan nya.

"Mbak Wii, semua pesanannya sudah datang"

"Pesanan?" Tanya Widuri. Karena dirinya tidak merasa memesan apapun.

"Aduh mbak Wii. Ini khusus untuk makan-makan mbak. Yang tiap bulan rutin di pesan"

Widuri memukul keningnya. Karena bagaimanapun. Ini hal penting, setelah karyawannya menerima gaji dari hasil kerja keras karyawannya selama sebulan. Maka, makan bersama adalah hal wajib dilakukannya. Menurut Widuri, dengan di adakannya makan bersama ini. Kekompakan serta kekeluargaan, terjalin.

"Mbak Wii" suara Cika terdengar kembali memanggilnya. "Mbak Masih dengar?"

"Iya-iya. Mbak dengar Cik. Makasih" Widuri menjawab lalu. Panggilan telpon di akhirnya.

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang