Bahagia

235 25 0
                                        

"Mbak saya ke wc dulu yah" Lala yang baru duduk tepat disamping Widuri. Pamit untuk ke wc. Padahal film baru mulai.

"Iya" jawaban Widuri membuat Lala melengang jauh pergi meninggalkan ruang bioskop.

Widuri masih menatap kepergian Lala. Membiarkan Lala hilang dari balik pintu samping khusus jalan keluar atau exit.

Fokus Widuri sudah kembali ke depan. Stoiler terputar, menampilkan film singkat dari film lain. Suasana dalam bioskop begitu-begitu saja. Apa yang kalian harapkan tentang bioskop di jam seperti ini. Ramai? Tentu tidak. Masih ada setengah kursi yang tidak terisi. Kebanyakan yang datang berpasangan atau tidak berkelompok. Karena jika Widuri nekat untuk pergi sendiri maka, cari mati namanya. Awalnya dirinya tidak pernah kepikiran untuk berada disini, yang dipikirannya hanya pergi menjauh dari 3 orang yang ingin dihindarinya.

Sounds entah dari arah mana berbunyi dahsyat menadakan film akan mulai.

Awalan seperti biasa, mengesankan. Tapi, sayangnya pikiran Widuri tidak berada disitu. Entah bagaimanapun pikirannya melalang buana ke tiga orang yang berada dirumahnya. Tapi, setahunya. Mama Arkan akan pulang bersama Arkan di jam ini. Salahkah Widuri bila dirinya berharap, jika dirinya pulang dari sini dirinya tidak berjumpah dengan siapapun.

Widuri merindukan rumahnya yang hanya di huni dirinya seorang.

Suara terdengar nyaring tapi, lagi-lagi tidak ada hal yang dapat mengalihkan pikiran Widuri. Semua terasa berat tidak seperti biasa.

Kehadiran masalalunya berdampak cukup parah dalam hal apapun di hidupnya. Mau marah pun. Rasanya tidak guna yang ada dirinya akan kembali di salahkan. Karena katanya dirinya tidak bersyukur. Walau pada akhirnya mereka tidak memakai sepatu yang sama.

Lari pun, Widuri harus kemana? Dulu pernah dirinya berlari. Walau pada akhirnya harus berjumpah setelah 10 tahun lamanya. Menghadapinpun, tidak segampang itu. Lalu bagaimana kah pada akhirnya?

Layar lebar yang menyalah menampilkan pemeran film dengan apic. Sosok tokoh bernama pram mencuri banyak hal mengenai dirinya kesepian. Widuri selalu seperti itu, kesepian hingga akhirnya merasa nyaman dengan kesendirian.

Film terputar sudah 30 menit. Tapi, Lala belum masuk juga. Mata Widuri terasa berat hingga akhirnya kantuknya hadir. Dirinya sempat memikirkan Lala yang belum kembali dari WC tapi, setelah makan popcorn dan juga es kopi susu menjadi pelengkap. Sehingga dirinya tertidur.

Kecapean adalah satu hal yang harus di garis bahwahin. Bahwa hari ini benar-benar berat. Dimana dirinya diminta untuk berpikir. Bukan hanya sekali tapi, ribuan kali mengenai sebuah kehadiran masalah lalu yang baru hadir.

Matanya tertutup rapat kepalanya kini terjatuh kesamping. Tapi, di pikirnya kalo Lala sudah kembali jadi kepalanya tepat di bahu Lala.

Aroma parfum Lala cukup berbeda dari yang tadi. Tapi, entah penciuman Widuri yang terganggu karena dalam keadaan tidur atau bagaimana. Tangannya terasa di remas. Membuat Widuri tidur jauh lebih tenang. Tangan yang mengenggamnya seakan menyalurkan kekuatan.

Pertama kali. Widuri merasakan tenang untuk tidur di keramaian. Suara dari layar di depan. Seakan menina-bobokannya lebih dalam untuk tidur.

Genggaman tangan itu berubah jadi sapuan lembut. Membuat Widuri tambah paham bahwa semua itu hanya semu. Masalalunya yang hadir  hanya ingin mengacau hidupnya yang sudah tertata rapih. Entah apa yang membawah pikirannya sampai kesitu tapi, yang jelas otaknya terus berpikir yang tidak-tidak.

Teriakan histeris dari sounds system di ruang ini. Sempat membuat Widuri terusik dari tidurnya. Tapi, lagi-lagi sapuan pada tangannya terasa. "Dasar" Widuri ingin mengutuk Lala yang berada disampingnya. Karena sebuah ejekan atau olokan yang sempat terdengar di telingah Widuri.

Jam bergulir begitu cepat. 1 jam 30 menit sudah terlewatkan. Tapi, Widuri masih lelap di alam bahwa sadarnya.

"Permisi mas"

"Silahkan mbak" suara persilahkan ini jauh lebih terdengar dekat di telingah Widuri.

"Cewenya kecapean yah mas"

Suara jauh itu kembali terdengar walau samar. Sedangkan suara persilahkan yang lebih dekat tidak terdengar lagi. Melainkan sapuan pada rambut Widuri terasa.

Langkah kaki terdengar menjauh. Namun, mata Widuri masih tidak dapat terbuka. Sapuan pada rambutnya. Malah, jauh membawahnya ke alam bawah sadar. Nyaman, itu yang dirasa Widuri. Setelah langkah kaki tidak terdengar "Sayang" suara orang yang ingin di hindari terdengar. Serta pukulan lembut pada pipinya menjadi hal yang membuat Widuri melawan rasa kantuk itu.

Di kedipan pertama saat mata Widuri terbuka. Hal ditemuinya adalah Arkan. Pria itu ada didepannya. Sedang memeluknya mesra. "Sudah bangun?" Pertanyaan itu hadir dari mulut Arkan.

Sontak Widuri reflek menjauhkan badanya. "Kamu" ucapnya.

"Iya. Ini aku"

"Kenapa kamu bisa disini. Lala mana?" Bola mata Widuri mencari Lala dan tidak di temukan satu orang pun di dalam bioskop ini. Hanya ada dia dan Arkan. "Loh ko?"

"Yuk" ajak Arkan yang sudah berdiri. Mengulurkan tangannya. Agar Widuri menyambutnya dan berjalan berirama untuk keluar. Tapi, sayang. Ekspetasi Arkan terlalu tinggi. Karena pada akhirnya Widuri berdiri lalu meninggalkan Arkan. Arkan melebarkan langkahnya, menyamakan langkahnya dengan Widuri.

Widuri terus mengucek matanya. Sedangkan tangannya yang sebelah kanan sibuk mengotak-atik ponsel pintarnya. Kursi yang berada disisi jalan bioskop jadi tempat persinggahan Widuri.

ADM Lala
Astaga maaf mbak, Lala harus pulang karena ibu Lala masuk rumah sakit mbak. Ini Lala masih dirumah sakit. Lala juga sudah kasih bangun mbak. Tapi, mbak tidurnya nyenyak.

Di baca cepat chat Lala. Widuri mau marah tapi, nyadar kalo kondisi Lala sedang berada tidak baik-baik saja. Maka, Widuri membalas chat tersebut dengan mendoakan ibu Lala agar cepat sembuh. Sedangkan Arkan hanya diam memerhatikan Widuri dengan ponselnya.

"Hufft" hembusan nafas lelah di keluarkan Widuri. Bagaimana tidak orang yang ingin dihindarinya ternyata berada tepat di sampingnya. Bodohnya dirinya, karena sebenarnya dirinya sudah menebak atas sapuan tangan di tangannya, di kepalanya dan aroma parfum yang berbeda. Serta jangan lupa suara. Harusnya dari itu Widuri tahu.

"Sudah? Bingungnya" tanya Arkan.

Widuri hanya melirik Arkan lalu kembali melihat ponselnya. "Sekarang mau kemana lagi?" Tanya Arkan lagi.

Sejujurnya Arkan sangat bahagia. Karena Lala menelponnya dalam situasi seperti ini. Sehingga dirinya bisa menghabiskan waktu dengan Widuri. Walau dengan keadaan Widuri yang tertidur. Harusnya penerbangannya untuk balik ke Malang 1 jam lalu tapi, karena dirinya memilih untuk bertemu Widuri dulu baru pulang. Maka, disini lah dirinya berada. Sedangkan mamanya sudah pulang sesuai jam penerbangan.

"Saya pikir kamu pulang" Widuri bersuara.

"Iya harusnya pulang. Tapi, mau pamit sama kamu dulu. Kamunya kabur. Terus di telpon Lala dan berakhir disini" panjang lebar Arkan bicara. Menjelaskan apa yang menurut Widuri tidak perlu di ketahuinya.

Widuri enggan menatap Arkan. Melainkan sibuk dengan ponselnya. "Kamu lapar?" Sehingga Arkan kembali bertanya.

"Tidak" jawab Widuri lalu berdiri. Hendak berlalu sebelum tangannya ditahan.

"Mau pulang?" Arkan selalu mengedepankan sabar untuk menghadapin Widuri. Jadi kali ini pun, Arkan mewajari semua hal yang dilakukan Widuri. "Yah udah duduk dulu"

Widuri kembali duduk dan beberapa orang yang tidak jauh duduk darinya memperhatikannya. Tangan Arkan yang mengenggamnya dia lepas. "Kenapa?"

"Malu dilihat orang" jawab Widuri.

Arkan tersenyum cerah secerah matahari. Karena akhirnya Widuri mau bicara dengannya walau hanya singkat. Sesingkat itu. "Oh yah udah. Sini tangannya" Arkan menyatuhkan telapak tangannya dengan telapak tangan widuri. Mata Widuri membulat dan menatap Arkan dengan sadis.

****

Mamuju, 04 Maret 2022

Polemik size (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang