Arkan bodoh! Dua kata itu terus berputar di kepalanya.
Perihal masalah di mobil yang berakhir baik-baik saja sebenarnya. Namun, disayangkan karena ternyata Widuri masih diam dan tidak berbicara apapun pada akhirnya.
Malam ini setelah Arkan mengantar Widuri. Dirinya berlalu pulang tanpa berhenti dulu dirumah Widuri. Karena dirinya tahu, bahwa mama Widuri baru pamit 2 jam lalu untuk pulang juga lantaran di jemput suaminya. Papa tiri Widuri. Jika tidak karena Widuri sendiri. Mungkin, Arkan akan tetap disana.
Ketakutan Arkan. Bukan ketakutan biasa, lantaran hal dulu bisa saja terulang.
Ponsel yang berada disampingnya bergetar.
Ibu Negara
Kapan balik nak?Telpon dari nama ibu negara sudah berulang masuk di ponselnya. Tapi, karena bersama Widuri. Dirinya mengabaikannya. Lantas chat ini masuk maka Arkan menekan panggilan.
"Iya nak" sambutan dari sebrang setelah salah terucap.
"Insya Allah besok ma" jawab Arkan langsung mengenai pertanyaan mamanya melalui chat. "Mama sehat?" tanya Arkan karena suara mamanya sedikit beda.
"Sehat. Ini baru pulang sama papa. Mau bicara sama papa?"
"Boleh" sahut Arkan dan tidak lama suara mama Arkan berubah menjadi suara papanya.
"Gimana?" tanya papanya. "Berhasil"
"Ngga pa, malahan aku ditolak. Aku juga besok pulang. Kantor lagi butuh aku"
Papanya berada disebrang tertawa. "Baru gitu aja. Sudah nyerah, gimana dengan Widuri yang sepuluh tahun harus menanggun perbuatan bejat mu nak. Hey boy, harusnya kamu berterima kasih kepada Widuri. Karena tidak membunuh mu saat jumpah pertama"
Mama Arkan berada disamping suaminya. Memukul bahu suaminya saat mendengar kalimat kejam itu. "Papa. Keterlaluan"
Bukannya meminta maaf papa Arkan malah tertawa. Menertawakan nasib kedua orang yang disayangnya. "Memang gitu ma"
"Sini ponsel mama, biar mama yang bicara sama Arkan" mama Arkan ingin merebut ponselnya dari suaminya. Tapi, suaminya menolak. Karena masih ingin mengejek sang putranya.
"Mamamu dari tadi sampai disini kerjanya nangis mulu. Kasian sih papa lihat tapi, wajar. Bagaimana dengan Widuri selama 10 tahun. Tidak ada apa-apanya di banding ini. Jadi kalian berdua harus menerima dengan lapang dada. Karena semua ini ulah kalian"
Arkan tidak mengelak. Karena semua itu benar adanya. "Kalo kerjaan kamu sudah beres. Kamu harus balik lagi untuk mendapatkan maaf dari Widuri. Untung-untung kalo di terima. Yang perlu kamu syukurin pula bahwa Widuri tidak memiliki seorang ayah. Karena jika ayahnya seperti papa. Papa habisin
pria yang nyakitin anak papa. Kalo perlu papa kirim ke rumah sakit atau alam baka" papanya setelah menyelesaikan kalimatnya. Kembali meringis lantaran mama Arkan memukul bahunya untuk kedua kalinya. "Ma, sakit""Abisan papa gitu banget" balas mama Arkan kepada suaminya. Ponselnya yang tersambung telpon dengan Arkan di ambilnya. "Nak, sudah dulu yah. Kamu juga harus istirahat besok balik kan?" Mama Arkan mengakhiri sambungan telpon.
"Iya ma" kata iya menjadi akhir dari sambungan telpon tersebut antara orang tua dan anak.
Arkan yang menyadarkan dirinya tepat di atas kepala tempat tidur. Harus kembali merebakan dirinya dan menutup wajahnya dengan bantal. Pikirannya benar-benar kacau. Karena memang semua ini kesalahannya.
Tangannya kembali mencari ponselnya. Panggilan kepada Widuri dilakukannya. Dering pertama, dering kedua sampai panggilan ketiga baru terjawab.
"Dimana?" tanya Arkan saat sang sebrang mengangkat panggilannya. Arkan tidak tahu sudah berapa kali dia mengubah cara bicaranya. Dari lo gue, sayang dan sekarang aku kamu. "Widuri"
![](https://img.wattpad.com/cover/294836308-288-k102434.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Polemik size (Tamat)
RomantizmBentuk tubuh adalah satu hal yang pasti dilirik oleh kebanyakan orang. Sesudah point penting yaitu wajah. Tapi, bagaimana jika point penting itu di tumbuhin oleh sesuatu yang mengerikan seperti jerawat dan kawan-kawannya. Oh, jangan lupa dengan kaca...