28
Keesokan harinya, sebagai pelepas lelah karena sudah bekerja sangat keras menyunting naskah beberapa hari terakhir ini, Avery berencana makan rawon di sebuah rumah makan yang telah menjadi langganannya sejak dulu. Resep legendaris, bisa dibilang seperti itu.
Avery menghubungi Silvia sebanyak dua kali, tapi sahabatnya itu tak merespons sama sekali. Ia pun mengirim pesan yang berbunyi mengajak wanita yang seusia dengannya itu makan siang bersama.
Setelahnya Avery berdandan. Selesai berdandan ia memilih pakaian di lemari. Pilihannya jatuh pada sehelai gaun berwarna putih dengan motif hitam. Gaun tersebut bermodel tanpa lengan dengan leher berbentuk V. panjang gaun tersebut selutut.
Avery mengenakannya lalu mematut diri di cermin dan tersenyum puas. Ia tampak cantik dan elegan.
Dengan penuh semangat Avery pun berpamitan kepada sang ayah mertua.
Sayangnya saat ia sudah duduk di balik kemudi mobil yang terpakir di garasi, Avery menerima pesan dari Silvia yang mengatakan tidak bisa memenuhi ajakannya. Wanita itu bilang ia ada janji dengan sang suami dan meminta maaf.
Avery cemberut.
Wajah Gabriel membayang di benaknya. Avery mencari nomor ponsel Gabriel di ponsel. Tepat saat ia akan menyentuh ikon memanggil, gerakan jarinya terhenti.
Tidak. Gabriel bisa saja sedang sibuk. Ia bukan istri yang manja, bukan? Avery tahu ia bisa saja menghubungi sang suami dan bertanya lebih dulu, tapi ia takut Gabriel merasa tidak enak hati jika menolak dan terpaksa menemaninya padahal segudang pekerjaan sedang menanti sentuhan pria itu.
Setelah mengembus napas panjang, Avery pun menyalakan mesin mobil. Ia akan makan sendirian.
***
Di sebuah rumah makan di bilangan Sudirman, Drake, Sebastian dan Gabriel sedang bersiap makan siang bersama. Ketiganya bercakap-cakap sembari menunggu pesanan mereka diantarkan, lebih tepatnya Drake dan Sebastian-lah yang mendominasi percakapan. Gabriel cenderung diam seperti biasa.
"Eh, bukankah itu Avery?" Drake menunjuk seorang wanita cantik yang baru memasuki rumah makan lalu duduk di sebuah meja kosong tak jauh dari pintu masuk.
Sebastian dan Gabriel sontak menoleh ke arah yang ditunjuk Drake.
"Benar, itu Avery," kata Sebastian.
"Wah, apa dia akan makan sendirian? Atau bersama teman, dan temannya itu belum datang?" gumam Drake.
"Daripada menebak, lebih baik bertanya langsung. Jika dia sendirian, alangkah menyenangkan mengajaknya makan bersama kita." Tanpa menanyai pendapat Gabriel, Sebastian bangkit dan berjalan menuju Avery.
Gabriel sebisa mungkin menyembunyikan perasaan tidak senangnya atas tindakan sahabatnya itu. Ialah suami Avery Larasati, seharusnya ia yang pergi bertanya kepada sang istri.
Sebastian tampak tiba di meja Avery dan berbicara kepada wanita itu. Gabriel bisa melihat Avery melihat ke arah meja mereka.
Tak lama kemudian Sebastian kembali, bersama Avery, tentu saja.
Alih-alih membiarkan Avery duduk di sisi Gabriel, Sebastian dengan tak tahu malu menempatkan Avery di antara Drake dan dirinya.
"Hai, Avery, masih ingat denganku?" sapa Drake dengan manis.
Avery melirik Drake dan tersenyum, lalu menggeleng.
"Ah ...," desah Drake kecewa. "Tak pernah ada wanita yang melupakanku begitu saja."
Avery tersenyum kaku.
Gabriel ingat, di malam resepsi pernikahannya dengan Avery, Sebastian dan Drake memperkenalkan diri sebagai sahabat karibnya. Mungkin karena malam itu sangat banyak tamu, Avery tidak mengingat dengan baik keduanya.
"Jadi kau ingin makan apa, Avery?" tanya Sebastian manis.
"Nasi rawon," jawab Avery.
Sebastian melambaikan tangan pada pelayan, yang kemudian datang dan mencatat pesanan Avery.
"Minumnya?" tanya Sebastian lagi.
"Emm ..., air mineral saja."
Gabriel mengeryit tak nyaman. Apa Sebastian lupa kalau suami Avery Larasati ada bersama mereka?
Pelayan tersebut berlalu.
Tak lama kemudian pesanan mereka diantarkan.
Sepanjang makan siang, Drake dan Sebastian tak henti-henti berusaha mencuri perhatian Avery. Gabriel diam-diam merasa kesal. Sebagai suami Avery, ia bahkan hampir tak bisa berbicara dengan istrinya.
Yang Gabriel tidak tahu adalah Sebastian dan Drake sengaja bersikap demikian untuk membuatnya cemburu.
***
"Kau pulang denganku saja," kata Gabriel dingin ketika mereka tiba di area parkir. Sebastian dan Drake sudah masuk ke mobil masing-masing.
Ia tahu Avery tak pantas mendapat sikap dingin tersebut, tapi sungguh ia sedang kesal. Jika diturutkan emosi, Gabriel sudah menghantam kedua sahabatnya itu hingga babak belur.
"Eh?" Avery mendongak menatap Gabriel. "Tapi aku bawa mobil sendiri." Avery menunjuk mobil berwarna silver yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Gabriel menarik tangan Avery, memaksa wanita itu ke mobilnya, lalu membukakan pintu dan menyuruh Avery masuk.
"Mobilku ...."
"Aku akan menyuruh stafku membawanya pulang."
Gabriel mendorong pelan Avery masuk ke dalam mobil lalu menutup pintu. Kemudian pria itu mengitari mobil.
"Gabriel ...." Avery ingin menyuarakan keberatannya ketika Gabriel sudah duduk di balik kemudi.
"Jangan mendebatku, Avery," kata Gabriel dingin.
***
Avery bungkam. Ia belum pernah melihat Gabriel bersikap sedingin ini sebelumnya. Apakah suasana hati Gabriel sedang tidak baik? Atau entah bagaimana tanpa sadar Avery telah membuat pria itu kesal? Jika diingat-ingat, selama makan siang tadi Gabriel tampak gusar.
Mobil Gabriel melaju membelah jalan raya. Sepanjang perjalanan, pria itu membisu sementara wajahnya tampak tegang. Rahangnya terkatup rapat menandakan sedang menahan kesal.
Ketika mereka tiba di rumah, Gabriel keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Avery.
Avery keluar dari mobil dengan perasaan bingung harus bersikap bagaimana. "Terima kasih, Gab." Akhirnya ia menemukan suaranya.
Gabriel tidak membalas, pria itu melangkah menuju rumah. Avery kian bingung, apakah Gabriel tidak kembali ke kantor?
Avery menyusul jejak Gabriel. "Kau tidak kembali ke kantor?" tanya Avery heran ketika mereka sudah di kamar.
Alih-alih menjawab, Gabriel mendorong Avery ke ranjang. Tanpa berkata-kata pria itu menindih Avery. Mencium dengan buas dan sedikit kasar.
"Gabriel!" Avery terengah saat berhasil melepaskan diri dari ciuman panjang Gabriel yang mencuri napasnya.
Gabriel menatap Avery dalam-dalam. "Lain kali jika kau ingin makan siang di luar, kau bisa mengajakku." Lalu Gabriel menunduk dan kembali mencium Avery.
Avery bingung, tapi akhirnya hasratnya terpancing oleh ciuman Gabriel. Ia pun membalas dengan sama panasnya.
Siang itu untuk kali pertama Gabriel bercinta dengan kasar, tapi anehnya Avery menyukainya. Kasar atau lembut, Gabriel sangat tahu cara memuaskannya.
***
bersambung ...
jangan lupa vote dan komennya ya, teman2, makasihhhh
follow instagram aku: evathink
FYI, Versi tamat karya-karya aku tersedia di:
Google play buku
Karya karsa
PDF (harga lebih murah) - order di WA Evathink 08125517788
KAMU SEDANG MEMBACA
Avery and Her Ice Husband
Romance[Follow Evathink sebelum membaca, agar mendapat Info update!] Unexpected Love #3 Tak mau menikah dengan pria pilihan orangtuanya membuat Avery Larasati nekat mengklaim seorang pria asing yang ia temui di pesta sebagai calon suaminya. Adalah Gabriel...