Sulit untuk merasa baik-baik saja,
Apakah cemas karena dia temanku?,
Atau mungkin cemas karena perasaan yang masih kumiliki?
Tapi yang aku sadari aku mengkhawatirkan lelaki itu.
Aku menggenggam handphone, sembari menatap jendela kamar, entah apa yang membuatku begitu cemas, ini tentang Sean. Dulu ketika aku masih berpacaran dengannya, saat dia pucat dan pandangan nya kosong itu artinya dia sakit, sejak tadi fikiranku tak bisa lepas darinya.
"Sean kenapa ya, gue telfon masa? " aku bertanya dengan ragu pada diriku sendiri.
"Ah, jangan entar malah dia keganggu" aku menggigit bibir bawahku, cemas dengan kondisi Sean.
Akhirnya setelah berfikir lama, aku pergi kekamar Sean untuk pura-pura meminjam buku.
Kini aku berada di lantai 10, menyusuri lorong dan berhenti disebuah pintu dengan nomor 105, aku memencet bel yang ada disamping pintu. Seorang lelaki tampan dengan wajah terlihat pucat membuka pintu, dia berdiri dan tersenyum, tetapi tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang begitu lelah.
"Lea, ada apa?" tanyanya.
"Em, gue mau pinjam buku pengantar bisnis" ucapku gugup.
"Masuk dulu, gue cariin" katanya dengan lemas. Dia menuntunku untuk duduk di sofa didepan kasur.
Studio apartemen dengan luas 25 meter pesergi ini cukup rapi, tak banyak barang di kamar, mungkin karena pemilik nya cowok, tetapi dari sini pemandangan dari jendela sama dengan apa yang setiap hari kulihat dari studio apartemenku. Aku melihat Sean yang lemas mencari buku diantara tumpukan buku-buku besar.
"Yan, lo gak papa" kataku khawatir, aku berjalan mendekat dan melihat dari dekat matanya begitu merah.
"Gak papa Le, mana ya bukunya" dia begitu lemas, tetapi tetap memaksakan diri.
"Sean sebentar" aku meraih tangannya, dan meletakan telapak tangan ku didahi cowok itu, bisa kurasakan tubuhnya sangat panas.
"Yan, lo sakit?" aku khawatir.
"Gak papa gue Le" ucapnya, sambil melepaskan tanganku, dia juga berkeringat dingin.
"Udah kamu balik ke tempat tidur, biar gue yang cari" kataku menarik Sean kembali ke tempat tidur, dengan mudahnya dia menuruti semua ucapanku.
"Udah makan?" kataku sambil menyelimuti Sean yang sepertinya semakin menggigil.
"Udah kok"
"Udah minum obat?" dia mengangguk menjawabku.
"Sean, kalau butuh apa-apa bilang dong, gue tau banget kalau lo kayak gini pasti sakit" ucapku khawatir.
"Le" Sean menarik tangan ku, aku terduduk diranjangnya, posisi kami saling bertatap bedanya Sean dalam kondisi tidur sementara aku membungkuk menghadap nya.
"Iya kenapa?" kataku dengan lembut.
"Gue cuma butuh Lea, aku ngrasa bersalah saat itu nglepasin kamu Le" kata Sean, air mata mengalir dari matanya membuat hatiku begitu sakit melihatnya begitu lemah.
"Yan, itu bukan salah kamu, itu salahku yang nggak jujur" ucapku dalam hati.
"Aku bodoh banget bodoh banget" ucapnya sambil menggemgam tanganku dengan erat.
"Enggak kamu nggak salah, kamu harus tau kebenarannya" ucapku lirih.
"Gue bener-bener bodoh banget Le, maafin gue" dia menangis membuat aku tak bisa menahan air mata ku juga, aku memeluk Sean merasakan perasaan yang sama.
"Yan, gue yang minta maaf, lo sama sekali nggak salah ada yang mau gue sampein tapi lo harus sembuh dulu" kataku sembari menatap melepas pelukannya.
Mata kami saling bertemu, memandang perasaan satu sama lain yang masih begitu dalam. Jarak nafas kami hanya sebatas lima jari tangan, jantungku berdetak begitu cepat. Melihat Sean yang begitu lemah, hatiku terasa sakit.
"Sekarang lo istirahat" ucapku menjauh dari wajahnya.
"Lo disini ya?" kata Sean memohon begitu lemh.
"Iya gue disini" aku tak enak menolak, dia sedang sakit dan tak ada siapapun disini.
Aku memperhatikan Sean yang tertidur lelap, sesekali aku memberikan handuk berisi air es untuk menurunkan demamnya. Sejak kami putus saat itu, perasaanku masih tak bisa kupastikan karena cerita kami yang memang belum usai.
Sean orang yang baik dan aku menyakitinya dengan skandal itu. Tentu saja jika menjadi Sean aku akan marah, terutama lelaki itu Gavin sahabat yang selalu dia percayai. Memandang wajah Sean yang terlelap begitu membuatku tenang. Lelaki ini masih sama tampannya dengan saat SMA, bahkan sekarang lebih. Aku menyukai aromanya, begitu menenangkan, bulu matanya yang panjang dan hitam membuatnya semakin manis. Berlama-lama memandangi Sean yang terlelap membuat ku tak sadarkan diri dan tertidur disamping lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSPETASI
ChickLitGara-gara kesalahan di malam pesta itu, Lea gadis yang selama ini menjadi kebangaan kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Hingga dia harus mengalami kehilangan banyak orang yang berati dihidupnya. Kekasih dan sahabatnya bahkan tak mempercayai Lea...