Rumah Carla

1.3K 48 1
                                    

Pagi ini matahari bersinar terang seperti biasanya. Namun, aku merasakan ada suasana yang berbeda. Sejak satu minggu yang lalu hawa dingin selalu membuatku malas untuk datang ke kampus.

Tapi beruntungnya aku, pagi ini tiba-tiba saja kedatangan tamu dan gak ada jam kuliah jadi bisa rebahan seharian. Tentu saja sekarang aku punya aktivitas baru scroll sosial media. Gara-gara Carla yang sering main ke apartemen hanya untuk bikin konten, membuat seorang Lea teracuni untuk menatap layar kecil itu seharian.

Sedang asik dengan dunia maya, muncul logo hijau dan merah bergambar telepon bertuliskan "Orang Tua ku sayang".

"Iya, ada apa nek?" kataku, benar sekali itu adalah nenek ku, satu-satunya orang yang ada dihidupku saat ini.

"Gimana kuliah kamu, kapan kamu pulang kerumah?" tanya nenek yang sepertinya sedang merindukan cucu nya ini. Saat ini kami memang beda kota, meskipun hanya berjarak empat jam untuk pulang kerumah, rasanya akan lebih fokus untuk berada di apartemen yang dekat dengan kampus.

"Masih belum tau nek, tugas kuliah Lea banyak banget"

"Semangat cah ayu, nenek disini Cuma bisa doain kamu, jangan sampai telat makan!" kata nenek dengan logat jawanya, karena beliau memang keturunan orang jawa. "Oh ya Le, nenek kemarin minta tolong om kamu buat kirim makanan kering apa sudah sampai?".

"Sepertinya belum nek, mungkin nanti coba Lea cek."

"Yasudah kalau gitu, kamu belajar yang bener, kalau butuh apa-apa telepon nenek!" katanya begitu menghawatirkan ku. Padahal bukan hanya aku cucu satu-satunya.

"Siap bu Risma cantik" godaku sembari menutup telepon.

Senang rasanya mendengar suara nenek. Sejak kecil aku memang lebih dekat dengan nenek. Orang yang selalu ada, mengajari membaca pertama kali, dan membuat kepangan di rambut saat aku masuk dibangku TK. Lalu dimana ibu atau ayahku. Ayah meninggalkanku saat aku berusia 2 tahun, sejak saat itu ibuku yang merasa kesepian akhirnya menyibukan diri untuk bekerja di luar negeri sebagai tenaga asing. Malu?, tentu saja tidak. Aku justru malu karena ibu tak pernah ada untukku. Bahkan kami butuh lima tahun untuk bertemu. Jadi hingga umur ku 21 tahun ini hanya 6 atau mungkin 5 kali kami bertemu.

Aku melanjutkan menikmati hari liburku, belum sempat membuka aplikasi ada pesan dari si centil Carla.

Carla:

Leaa??? Bangunn!!!!

Hari ini kemana???

Aku membalas pesannya.

Me:

Rebahan

Carla:

Yaelah males banget, sini kerumah aku, aku mau tunjukin sesuatu.

Belum sempat aku membalas dia mengirimi ku shareloc, cukup heran dengan area rumahnya yang hanya 10 KM, tapi kenapa dia ngekos dasar ini anak.

Aku bergegas mandi, meskipun awalnya ingin bersantai, kayanya akan lebih asik kalau hari ini barengan sama Carla.

....

Dengan memakai celana wide denim dengan atas top warna sage tak lupa tas crossbody dari coach yang ellen signature gracier white. Tak berlama-lama langsung aku memesan grab untuk menuju ke rumah Carla.

Aku sampai didepan sebuah rumah dua lantai bernuansa cokelat dan hitam. Dari depan nampak rumah ini milik seorang yang minimalis tapi elegant. Tak berselang lama seorang berumur 30 an membukakan pintu.

"Teman mbak Carla ya?" tanya perempuan itu.

"Iya" sahutku.

"Masuk dulu, mbak Carla nya masih keluar sebentar katanya ke mini market" kata perempuan itu lagi sembari membukakan pintu dan menyuruhku untuk mengikutinya.

"Silahkan mbak tunggu disini dulu, saya mau kebelakang" ucapnya dengan sopan dan kujawab dengan anggukan.

Aku memandangi ruangan yang begitu luas tapi rapi, dengan konsep yang sama seperti penampakan diluar tadi. Desain yang keren dan membuat suasana tenang, meskipun hanya ada tanaman cataleya di sudut ruang tamu, ruang tv dan di tangga, tak banyak hiasan dirumah ini. Namun, ada satu foto yang membuatku iri. Foto keluarga, nampak orang tua Carla, Carla, dan dua laki-laki disamping kanan dan kirinya. Aku hanya mendesah dan berharap sesuatu terjadi dihidupku agar memiliki foto seperti di dinding.

Saat mengamati foto lainnya, tiba-tiba aku merasakan sekelebat bayangan dan saat aku menoleh, ada penampakan yang harusnya tidak kulihat.

"AAAAAAKKHHH!" sontak aku menutup mata, di seberangku ada seorang lelaki muda hanya berlapiskan handuk dibagian pinggang kebawah. Rambutnya yang basah, matanya yang tajam dan dada nya yang cukup bidang jelas terlihat dari sudut mataku meskipun sudah kututup. Raut muka lelaki itu tak bisa berbohong kalau dia sangat malu dan segera lari menuju tangga didepannya.

EKSPETASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang