Esperanza

765 34 1
                                    

Hai terimakasih untuk selalu setia menunggu kisah Lea, mohon vote dan bagikan cerita ini agar saya bisa memuaskan hati kalian dengan kisah Lea selanjutnya. 

author:

Lea berlari naik keatas bukit, saat mengetahui bahwa ibunya tak jadi kembali ke Indonesia. Lea yang saat itu masih baru menjadi siswa SMA dengan kondisinya yang masih begitu labil menangis sekencang-kencangnya, karena dia fikir dibukit ini hanya dirinya. Namun, tanpa dia sadari suara tangisannya yang berisik ternyata mengganggu dua pria yang sedang menikmati rokok diatas bukit.

"Lo gapapa" kata salah satu cowok yang menepuk bahu Lea dengan rambut sedikit gondrong. Lea yang kaget secara refleks menoleh kebelakang dan memundurkan tubuhnya yang tanpa gadis itu sadari, dia hampir saja terjatuh kebawah. Untung saja dua laki-laki didepannya sigap meraih tangan Allea.

Tangan kanan Lea diraih oleh laki-laki berambut gondrong, sedangkan yang kiri oleh seorang cowok dengan mata cokelat dan tampan. Mereka menarik tangan lea untuk ketengah. Nafas Lea terdengar saling beradu, bagaimana tidak dia hampir saja mati dan dua cowok tampan menyelamatkannya.

"Makasih" ucap Lea lalu beranjak pergi.

"Kalau masih pengen nangis, disini aja" ucap cowok bermata cokelat. Lelaki itu memandang cowok berambut gondrong untuk menyetujui ucapnnya.

"Gak apa-apakah? gue gak akan ganggu kalian" ucap Allea yang merasa dirinya sudah tak ada lagi tempat untuk pergi, terlebih dia tak ingin neneknya melihatnya menangis, dibalas dengan anggunakan dua cowok tadi.

Allea berjalan ke sebuah batu besar, duduk diatasnya memandang ke arah kota ydengan langit jingga sebagai payungnya.

"Semesta gak suka liat gadis nangis sendirian apalagi ditempat sepi gini" kata cowok bermata cokelat. Aku hanya memandangnya dengan tatapan aneh.

"Gue Sean"

"Gue Gavin"

"Setidaknya lo jangan pernah ngrasa sendiri, lo cewek" kata si rambut gondrong yang berdiri disamping batu.

"Kalian siapa sih? tadi gue udah bilang makasih" kata Allea sedikit kesal dan dia merasa tidak mengenal dua laki-laki ini.

"Udah gue bilang, gue Gavin dia Sean" ucap cowok yang mengaku bernama Gavin.

"Emang gue gak boleh ya nangis kalau lagi kecewa sama semesta?" ucap Lea.

"Semesta ijinin lo nangis tapi nggak untuk terus menerus, semesta juga punya janji ke setiap yang ada dibumi bahwa dia punya hal-hal indah untuk ditunjukan, termasuk ke lo" Lea terpaku mendengar ucapan laki-laki yang bernama Sean.

"Gue Allea" kata Lea.

"Jadi, lo gak boleh ngerasa sendiri karena semesta punya banyak hal untuk bikin lo nggak sedih" kata Gavin mendekat ke depan muka Lea. Lea ingin tertawa melihat wajah Gavin yang berada didepannya, maskulin tapi kocak. 

Allea tersenyum kepada dua lelaki yang baru dikenalnya sore itu, dan ternyata takdir begitu indah karena mereka satu sekolah.

Sejak saat itu mereka selalu bersama menghabiskan sore di bukit, yang mereka beri nama bukit Esperanza yang berarti harapan, mereka memiliki satu harapan yang sama, yakni pergi ke Ibiza salah satu pulau di Spanyol bersama. 

EKSPETASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang