"Alhamdulillah, istri dan anak bapak selamat. Tapi,..." ada jeda di akhir kalimat yang akan di sampaikan oleh dokter membuat Angga dan Ranifah semakin gundah.
"Ada yang ingin saya sampaikan pada bapak dan ibuk, bahwasanya anak yang baru dilahirkan ibu Cea mengalami gagal jantung. Saya belum bisa memastikan penyebabnya apa, tapi secepatnya saya akan mengabarkan pada bapak dan ibu hasil dari pemeriksaan lebih lanjut yang akan tim medis kami lakukan. Setelah ibu Cea siuman bapak dan ibu sudah bisa menjenguknya, tapi maaf untuk bayi bapak masih belum bisa di jengguk."
Setelah menjelaskan dengan panjang lebar, dokter pun pamit pergi meninggalkan Angga yang masih tidak percaya bayi mungilnya yang tak berdosa itu harus menerima nasib yang tidak seberuntung bayi-bayi normal pada umumnya. Sebagai seorang dokter juga, Angga tahu betul dengan penyakit yang di derita bayinya.
" Ma, Alvin mana ya ma." Setelah berkelana dengan pikiran sendiri, Angga baru menyadari jika anak laki-lakinya tidak ada bersamanya.
"Alvin balik pulang, dia juga butuh istirahat. Nak, jangan salahkan Alvin ya atas apa yang menimpa istri dan anakmu. Ini semua sudah di atur sama yang di atas, sekeras apapun kita berusaha untuk menghindari musibah jika memang Allah takdirkan kita untuk menerima ujian ini, kita harus ikhlas menerimanya nak."
Angga diam, dia binggung harus bersikap seperti apa. Setelah mendapatkan informasi dari pihak sekolah dan dari beberapa saksi pada saat tawuran itu berlangsung, bohong jika Angga tidak marah dan kecewa pada anak sulungnya itu. Tapi, menyalahkan atas apa yang terjadi tentu tidak, seperti apa yang di katakan ibunya barusan ini semua sudah kehendak yang maha kuasa.
✨✨
Setelah satu jam berteduh, Alvin memutuskan untuk kembali kerumahnya. Bukan tidak ingin kembali ke rumah sakit, tapi dia butuh dengan kesendirian untuk saat ini. Hanya sediri, untuk merenung atau mungkin menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang telah terjadi. Memang Alvin masih remaja 15 tahun yang masih dalam masa pencarian jati diri. Tapi bukan berarti dia tidak mengerti dengan situasi yang seperti ini.
"Apa yang harus aku lakukan setelah ini" gumamnya pada diri sendiri.
"Apa aku harus menjauh dari keluargaku sendiri?" Pertanyaan demi pertanyaan bermuculan di kepala Alvin, merasa bersalah? Tentu, dan menyalakan kebodohan yang telah ia lakukan.
Di kamar yang minim pencahayaan, Alvin menangis tanpa di tahan. Meraung seperti baru di tinggal oleh ibu untuk selamanya. Dia tengah sendiri, siapa yang akan peduli jika ia menjerit dan meraung saat ini.
Bahkan tenggorokannya saja terasa kering karena berteriak guna melepas sesak di dadanya."Zil, Aad. Kapan kita jenggukin Cea?" Tanya Egi yang tengah duduk di teras kosan mereka.
"Kalau udah di rumah aja kita jengguk"
"Di rumah Cea ada orang enggak sih, bukannya tadi si Alvin pulang di antar gojek ya?"
Egi yang membuang sampah ke tempat sampah yang berada di samping taman, melihat Alvin turun dari ojek online. Dilihat dari wajahnya sepertinya anak itu tidak baik-baik saja, wajah kuyu dan tatapan kosong membuat Egi merasa khawatir.
"Gimana kalau kita samperin aja, feeling gue dia lagi enggak baik-baik aja." Saran dari Razil langsung di angguki oleh kedua temannya.
"Assalamu'alaikum" ucap mereka berbarengan dengan mengetuk pintu rumah Alvin.
"Alvin loe di dalam?" Tidak ada sahutan membuat trio gesrek semakin panik.
"Engga di jawab, kita dobrak aja gimana?
"Gila loe pintunya rusak gimana?" Hardik Aad pada Egi.
"Bego meding ini pintu rusak daripada yang di dalam rumah mati, kalo si Alvin nekat bunuh diri gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mom For Me (TAMAT)
General FictionCea Marinka, gadis cantik yang terjebak dalam kesalahan pahaman, membuatnya harus rela melakukan pernikahan dengan duda tampan beranak satu. Sanggupkah, Cea Marinka menghadapi rumah tangga barunya dengan kenakalan sang anak tiri bernama Alvin? Maaf...