Cemburu menguras hati

2.1K 80 5
                                    

cemburu menguras hati

galau kini menyiksa diri

kembalilah kau kekasihku...

jangan putuskan kau tinggalkan aku....

sekalipun sering ku menyakitimu...

tapi hanya kaulah pengisi hatiku...

Sepertinya Vidi Aldiano si penyanyi yang baru saja lagunya di dengarkan oleh Alvin berniat sekali menyidir dirinya melalui lagu galaunya itu.

"Gue cemburu pa, salah?!, Gue lahir tanpa seorang ibu, ketika papa menikah lagi, kenapa gue nggak bisa ngerasain kasih sayang seorang ibu dari Bundanya Rachel, kenapa pah. Kenapa?!!!."

Alvin berteriak kesetanan di dalam mobilnya yang tengah berhenti di lampu merah.
"Gue cemburu, salah seumuran gue ini masih cemburu sama bocil?!" Alvin bermonolog dengan dirinya sendiri, saat ini dia sangat kacau, kalut dan juga frustasi.

" Gue juga anak lo pah, darah daging lo juga, ini nggak adil buat gue. Sialan.!"

Menyelusuri sudut kota di tengah gemerlapnya malam, sungguh ini akan menjadi malam romantis bagi yang memiliki kekasih, tapi lihat Alvin. Pacaran pun dia tidak pernah, hidupnya terlalu flat dan monoton.

Sebagai anak seorang dokter, dia di tuntut untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan statusnya sebagai anak dokter.
Menjadi anak yang pintar, penurut dan berprestasi. Segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya sudah di atur secara otomatis oleh Angga.

"Bahkan gue yang udah 22 tahun ini belum di bolehin pacaran, harus bawa bekal ke kampus, jajan di atur. Gue juga pengen ngerasain pulang malam, nongkrong ampe larut malam bareng teman-teman gue!" Setelah puas mengumpati papanya, Alvin keluar dari dalam mobil, memarkirkan mobilnya di depan sebuah klub malam.

"Hari ini aja, gue mau ngerasain kebebasan. Jangan nganggu gue, pah." Alvin menonaktifkan ponselnya. Dengan langkah pasti, Alvin memasuki sebuah klub malam yang cukup terkenal di kalangan teman-teman kampusnya.

"Berisik banget,!" Alvin hampir saja di buat tuli jika berlama-lama di ruangan minim pencahayaan seperti ini.

"Hai, bro. Lo Alvin kan?"

Alvin memperhatikan penampilan cowok yang baru saja menyapanya. "Lo engga ingat gue? Gue Vito, teman les lo dulu pas SMP."

"Vito, lo Vito teman les gue?" Tanya Alvin memastikan lagi.

"Iya gue Vito, ngapain lo main di klub?" Vito cukup tahu dengan Alvin, bukan dia sekali jika tempat tongkrongannya adalah klub malam.

"Gue capek, biasa masih problem yang sama?"

"Bokap lo?"

"Hmhmhm."

"Loe ngapain disini? Anak dugem lo sekarang?"

Alvin memperhatikan penampilan Vito, ini jauh dari Vito yang dia kenal dulu. Vito yang sekarang jauh lebih keren. Tidak lagi memakai kacamata dan juga behel di giginya. Sungguh reformasi yang jauh berbeda, ya mungkin sekarang bahasa gaulnya Vito sudah Glow up.

"Hahaha, gue bukan Vito teman cupu lo yang dulu Vin." Vito menarik lengan Alvin mengajaknya duduk di sudut ruangan.

"Lo mau minum?" Vito lebih dulu memesan minuman.

"Minum apa?"

"Ayolah Vin, lo polos apa bego si. Ini nih efek jadi anak dokter." Ejeknya becanda.

"Disini klub, dan minuman yang dijual mengandung alkohol. Lo belum pernah coba minum alkohol kan?"

"Mau coba?" Vito menerima minuman yang baru saja di antarkan oleh seorang bartender dan langsung menawarkan minumannya pada Alvin.

"Enggak bikin gue mabuk kan?" Alvin mengintrogasi Vito terlebih dahulu, jika dia nekat meminum minuman yang di berikan Vito tanpa tahu kadar alkohol yang terkandung di dalamnya, Alvin bisa di cincang hidup-hidup oleh Angga jika pulang dalam keadaan mabuk.

"Tergantung lo minum seberapa banyak, yakin nggak dicoba? Sayang lho, Lo udah jauh-jauh kesini tapi enggak coba apa-apa, atau lo mau coba main sama cewek yang ada di sini?"

"Main sama cewek? Maksud lo apaan? Emang disini ada perma gamenya?"

"Astaga Alvin, lo perlu edukasi dunia malam kayaknya, polos banget. Vin, lo perhatiin pasangan yang duduk di kursi paling pojok sebelah kanan, lo lihat apa yang sedang di lakuin si cowok ke cewek itu?"

Alvin mengarahkan pandangannya pada sepasang kekasih yang tengah bercumbu  mesra, saling menyatukan bibir, melumat dan tak lupa tangan si cowok yang mulai produktif meraba-raba di daerah sekitaran area sensitif si wanita. Melihatnya, Alvin seperti di sungguhan tontonan porno secara live.

"Jijik gue, hoooek." Tidak banyak orang tahu, jika Alvin memiliki kebiasaan yang tidak bisa di katakan kelainan, dia tidak bisa melihat hal-hal berbau dewasa, seperti adegan ciuman atau berita² pemerkosaan. Seketika perutnya akan langsung bereaksi, ya seperti saat sekarang ini.

"Mau muntah lihat adegan begituan, udah ah. Gue balik geli dan jijik gue lihatnya."

"Sekarang lo bilang jijik Vin, ntar pas lo coba sendiri malah ketagihan."

"Peduli setan, gue cabut."

*****

"Yah, Bun. Bang Al mana? Kok dari Rachel bangun tidur bang Al enggak ada?"

Alat bantu oksigen masih terpasang di hidung Rachel, malang sekali, anak sekecil Rachel harus menjadikan rumah sakit sebagai rumah keduanya. Tidak terhitung berapa kali dalam satu tahun Rachel harus menginap di rumah sakit.

"Bang Al lagi ada urusan sayang, nanti coba ayah telpon bang Al." Angga berusaha membujuk Rachel.

"Mas cari Alvin, Rachel enggak bakal mau istirahat sebelum ketemu sama Alvin, ntar penyakitnya bisa kambuh mas"
Bisik Cea di telinga Angga, sedangkan anak mereka tengah asyik memainkan boneka.

"Rachel, ayah pulang dulu ya mau ajak bang Al kesini nemenin Rachel."

"Beneran yah, hore." Wajah berbinar tercetak jelas di wajah pucat Rachel.

***

Alvin yang sudah berada di rumah, menganti pakaiannya dengan baju bersih. Hari ini dia lelah sekali, bahkan untuk mandi pun tenaganya sudah tidak ada.

"Alvin, kamu dari mana? Tega kamu ya ninggalin adik kamu di rumah sakit, enggak balik-balik."

Tanpa mengetuk pintu, Angga masuk begitu saja ke dalam kamar sang putra, melihat Alvin yang tengah sibuk memainkan ponselnya membuat kesabaran Angga habis seketika.

"Pah, aku udah turutin maunya papa nemenin Rachael ke salon, ajak Rachel jalan-jalan di mall. Apa masih kurang? Alvin juga manusia seperti Rachel pa, merasakan lelah dan sakit juga."

"Tapi kamu normal, Rachel enggak, kamu jangan egois." Tuntut Angga.

"Papa menuntut aku untuk enggak egois, apa papa enggak egois dengan papa yang selalu menuntut aku menjadi seorang kakak yang baik buat Rachael. Apa papa udah melakukan yang terbaik buat aku?!."

"Aku capek pa, ada kalanya aku memang lelah, enggak bisa selalu ada dan selalu baik dengan Rachael, papa tahu sikap anak-anak seumuran Rachel itu sangat menyebalkan."

Angga kehilangan kata-kata ketika anak sulungnya menumpahkan segala yang ada di hatinya.

"Aku enggak punya topeng pa, yang bisa aku gunakan ketika aku kesal dan benci dengan tingkah Rachael tapi aku tetap baik dan menuruti semua kemauannya hanya karena dia enggak normal seperti anak seusia dia, aku nggak punya topeng itu pah."

Tidak menuggu jawaban pembelaan lagi dari Angga, Alvin meninggalkan kamarnya dengan perasaan hancur dan kecewa.

                        🍃🍃

Hai BESTie aku balik lagi, huhu bentar lagi cerita ini selesai.

Aku harap pembaca setia cerita ini, juga berkenan membaca cerita squelnya nanti. Aamiin.🤗

Happy reading everyone, happy weekend ✨

Perfect Mom For Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang