"Bun, kapan Abang pulang? Lihat nih bun Rachel juara satu loh di sekolah."
Cea menerima rapor kenaikan kelas yang di terima Rachel dari sekolahnya. Karena kondisinya yang tengah mengandung adik Rachel Cea tidak bisa menemani putrinya itu menerima rapor kenaikan kelas.
"Bun, Abang kapan pulang? Udah lama banget Rachel enggak ketemu Abang Bun" rengekan Rachel sambil memilih dasi merah seragam sekolah dasarnya.
"Bulan depan Abang pulang Chel, kan bunda mau melahirkan adek Rachel."
Tidak terasa ini menjadi tahun kedua untuk Rachel menerima rapor tanpa mendapatkan ucapan selamat dari Alvin. Bukan Alvin tidak pernah menghubungi Rachel via WhatsApp atau sosial media, tapi dari awal Alvin sudah memberi pengertian untuk Rachel jika dia di sana sibuk dengan perkuliahannya.
Mungkin dalam satu bulan hanya 3 kali saja Alvin menelpon keluarganya."Bun, Rachel masih ingat loh bun sebelum bang Al pergi keluar negeri, bang Al janji sama Rachel bakalan bawain Rachel mainan yang banyak. Terus, waktu Rachel jalan-jalan bareng bang Al. Bang Al ketawa terus dan elus-elus kepala Rachel."
Hampir setiap hari Rachel menceritakan kembali pengalaman paling berkesan yang dia alami ketika bersama Alvin, mungkin hanya di hari itu Alvin menjadi sosok seorang kakak yang benar-benar Rachel inginkan.
"Bun, adik masih lama lahirnya ya? Perut bunda aja udah gede begitu. Bunda enggak berat gedong adik dalam perut tiap hari"
"Hehehehe, ya enggak dong kak." Cea tertawa geli melihat tingkah lucu putrinya.
"Awal bulan depan adik lahir kak, bang Al juga pulang bulan depan.
Hidup terkadang berjalan seperti cerita novel, tidak selamanya indah, tapi kebahagiaannya benar-benar nyata. Cea yang menikah karena kesalah pahaman tidak menyangka akan mendapatkan hadiah terindah dari Tuhan, sungguh lengkap. Memiliki suami yang sangat pengertian dan memiliki putri yang sangat pintar dan juga cantik.
"Mas udah pulang, kenapa berdiri di situ?" Tanpa Cea dan Rachel sadari sedari tadi Angga sudah berdiri memperhatikan interaksi dan percakapan istri dan anaknya itu, tapi karena ingin melihat tingkah mengemaskan sang putri, Angga menghentikan langkah kakinya menuju putrinya.
"Ayah, kata bunda bulan depan Abang pulang dan adik bayi lahir yah." Ucap riang Rachel.
"Iya, doakan ya bunda dan adik bayi sehat dan selamat."
"Aamiin."
*****
"Cea, mas mau tanya sekali lagi. Apa keputusan kamu melahirkan secara normal sudah bulat?"
Angga mengambil bantal untuk di letakannya di kepala ranjang mereka, memudahkan Cea untuk merebahkan tubuhnya."Yakin mas, sekalipun aku melahirkan secara operasi kita kan enggak tahu kedepannya seperti apa. Aku tahu kecemasan kamu masih ada, mengingat bagaimana aku melahirkan Rachel dulu.
"Mas, aku boleh berpesan?"
"Kamu ngomong apa? Pesan apa? Dari awal mas sudah bilangkan Rachel aja udah cukup, yang penting mas punya anak dari kamu. Tapi kamu maksa buat punya anak lagi."
Semenjak Alvin meninggalkan rumah untuk menempuh pendidikan di luar negeri, Cea semakin yakin untuk menambah momongan lagi, sebenarnya dia ingin memiliki empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Cea terlalu berambisi menjadi ibu yang sempurna bukan tanpa alasan, Cea sebenarnya ingin mengobati luka hatinya karena Alvin putra sambungnya sampai saat ini pun belum bisa menerimanya menjadi ibu.
"Mas, mungkin aku sebuah kesalahan yang merusak kebahagiaan Alvin menjadi seorang anak mas Angga. Mungkin kalau aku tidak menikah dengan mas, Alvin akan bahagia memiliki mas sepenuhnya sebagai papanya. Dan Alvin juga tidak akan merasa bersalah dengan diri dia sendiri karena mengizinkan mas menikahi aku dan menghianati ibu kandungnya Alvin. Tapi, bagiku Alvin sudah seperti anak kandungku sendiri mas, aku sudah berusaha menjadi ibu yang baik, meski bukan ibu yang sempurna untuk dia."
Angga mendengar dengan seksama cerita panjang sang istri dengan hati yang terasa sesak, bagaimana tidak 2 tahun anak sulungnya tidak pulang bertemu dengannya. Melepas rindu hanya via sosial media saja.
" Kamu bukan kesalahan, tapi kamu utusan dari tuhan untuk mengambil amanah menjadi seorang ibu."
"Berapa banyak ibu di luar sana yang berjuang demi anaknya, dan kamu pun begitu."
Angga mengelus lembut rambut Cea yang sekarang sudah menjelma menjadi Rapunzel, panjang. Sejak hamil anak kedua Cea selalu ingin merawat rambutnya, tidak heran jika sekarang istrinya itu menjelma menjadi seorang ibu dengan wajah yang sangat cantik, ya cantik.
"Mas, dokter udah bilang kalo kelahiran kedua aku ini cukup beresiko, mengingat aku memiliki riwayat hipertensi turun temurun dari ini ibuku.
Sungguh aku ingin membersamai kalian, tapi jika Allah lebih sayang aku,..""Astagfirullah Cea, istighfar."
Angga mendekap tubuh istrinya yang bergetar menahan tangis.
"Aku sudah pernah kehilangan seorang istri dan juga ibu dari anakku. Tolong jangan terjadi lagi, ku mohon."Angga berusaha menahan sesak di dada, air mata juga berusaha ia tahan agar tak bermuara di pipinya. Tapi terasa sulit ketika sekilas ingatan belasan tahun silam mampir sebentar di memorinya, bagaimana hancurnya dia kehilangan Diana.
"Alvin pesan tiket pesawat hari ini, besok kamu harus pulang ke Indonesia. Harus pulang besok, bukan bulan depan besok Alvin."
Alvin baru saja mendapat SMS Via WhatsApp dari papanya. Angga sudah memberitahu jika ibu sambungnya itu akan melahirkan, di prediksikan bulan depan tapi entah karena alasan apa papanya meminta dia pulang ke Indonesia besok.
"Iya, besok pulang."
******
"Assalamu'alaikum."
Alvin menarik dua kopernya ke dalam rumah, melihat sekelilingnya dia tidak menemukan keluarganya di rumah.
"Assalamu'alaikum, nenek Alvin pulang" sedikit berteriak, Alvin mencoba mengetuk kamar Ranifah.
"Alvin."
Raniffah keluar dari dalam kamar dengan mata sembabnya."Nenek kok nangis, nenek kenapa?" Alvin mulai panik melihat Ranifah menangis.
"Vin, nenek mau tanya. Alvin marah dan benci sama mama Cea?"
"Enggak nek, Alvin enggak benci cuma belum bisa suka aja"
"Vin, maafin mana kamu ya nak." Ranifah tak kuasa menahan air mata, mengelus kepala cucunya dengan sayang.
"Nenek kenapa? Nenek ngomong apa, papa Rachel dan..ma, ma Cea ke mana"
Mendengar Alvin memanggil Cea dengan sebutan mama, membuat Ranifah semakin terisak.
"Alvin, mama Cea udah enggak ada nak. Dia udah tenang bersama mama Diana di surga, tolong maafkan segala kesalahannya ya Vin."
"Enggak, enggak mungkin. Nenek jangan prank Alvin nek!" Teriakan histeris Alvin.
"Ikhlaskan Mama kamu Vin, biar dia tenang bersama adik kamu di surga."
****
Alvin berlari seperti orang kesetanan menuju pemakaman umum yang berada di tempat mama kandungnya di makamkan. Di sana, ada satu makan yang di taburi oleh bunga, dan Ada seorang lelaki dengan pakaian serba hitam di sana.
"Pah, pa." Bahkan Alvin hampir saja kehilangan oksigen untuk bernapas ketika membaca batu nisan yang ada di depannya.
"Vin, mama pesan Jaga Rachel untuknya. Dan mama minta maaf jika belum bisa menjadi ibu yang Perfect untuk kamu."
Alvin terduduk di depan makan yang masih basah. Kesadaran mulai hilang dari dirinya, dan semuanya gelap.
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mom For Me (TAMAT)
General FictionCea Marinka, gadis cantik yang terjebak dalam kesalahan pahaman, membuatnya harus rela melakukan pernikahan dengan duda tampan beranak satu. Sanggupkah, Cea Marinka menghadapi rumah tangga barunya dengan kenakalan sang anak tiri bernama Alvin? Maaf...