Tidak ada yang berubah dari hari ke hari dalam kehidupan rumah tanggaku. Saat tengah sendiri, terkadang aku berpikir kapan anak sambung ku bisa menerima aku menjadi ibu sambungnya. Mustahil memang jika aku bisa mengantikan secara penuh wanita yang berstatus ibu kandung Alvin, meskipun aku tahu anak sambung ku itu sudah di tinggal pergi ibunya dari dia baru dilahirkan.
Setelah aku pikir-pikir lagi, renungkan lagi. Apa sih yang kurang dariku. Oke, dulu waktu masih kuliah dan berstatus lajang iya aku tidak begitu memperhatikan penampilan. Aku berpenampilan senyaman yang aku rasa, tidak peduli akan enak ketika di padang. Tapi itu dulu, sekarang setelah aku menikah dan berstatus istri dan ibu untuk Alvin. Aku belajar untuk menyesuaikan dengan statusku sekarang. Tidak ada lagi celana jeans sobek di bagian lutut, tidak ada lagi kaos hitam dengan gambar tengkorak atau berbau metal lainya. Sepatu kets, sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya sepatu balet dan sepatu feminim yang aku pakai sekarang.Penampilan ku pun sudah jauh lebih baik, feminim dan ke ibuan apalagi sekarang usia kandunganku sudah masuk bulan akhir. Apa yang belum aku ubah? Sikap?
Aku tidak bisa menjadi orang lain, apalagi menjadi sosok ibu kandung Alvin yang dia sendiri mungkin tak tahu ibunya itu seperti apa bukan, bukan wajahnya yang aku maksudkan tapi sikap dan sifatnya.Apa salah jika aku menjadi ibu yang aku sendiri menjadi diriku sendiri. Aku tidak jahat seperti ibu tiri yang di takutkan banyak anak-anak di luar sana, ya aku tidak lupa terkadang aku juga menyebalkan. Tapi, apa harus aku di pelakunya begitu oleh anak sambung ku sendiri.
"Kamu ada jadwal cek kandungan kan hari ini?" Mas Angga tengah memakai dasi, jangan judge aku yang tidak-tidak dulu hanya karena aku tidak membantu suamiku memakai dasi, aku bumil loh guys rempong. Bisa bawa badan dengan selamat saja sudah Alhamdulillah sekali miskah.
"Iya, nanti siang."
"Maaf, aku enggak bisa temani"
"Iya enggak papa, mas pas lahiran aja ada, itu penting. Sekarang kalau emang nggak bisa ya nggak papa." Aku mencoba memaklumi profesi suamiku ini.
"Alvin mana? Tanyanya setelah selesai memakai dasi.
"Mas tanya ke aku? Mas kan tahu aku dari tadi rebahan, mana lihat Alvin di mana? Ya paling masih di kamar.
"Tolong di panggilin, ada yang mau aku bicarakan dengan Alvin"
Aku berjalan dengan malas ke kamar si Alvin, bener ya jadi bumil itu banyak magernya sukanya rebahan mulu. Apa-apa maunya di ambilin di bantu.
"Alvin, di panggil papa kamu. Sekarang, buruh nggak pake lama." Ucapku berteriak di depan kamar Alvin, beah berasa jadi ibu-ibu kosan yang lagi tagih uang bulanan.
Sekarang di meja makan sudah tersedia sarapan pagi, ada nasi goreng, roti tawar beserta susu dan jus. Aku si bumil ini hanya bertugas mengawasi suami dan anak saja saat sarapan. Alhamdulillahnya aku dianugerahi seorang ibu mertua yang baik hati dan pengertian seperti Bu Ranifah. Semenjak usia kandunganku menginjak usia tujuh bulan, aku sudah tidak di perbolehkan mengerjakan pekerjaan rumah oleh ibu mertuaku itu, dari pagi beliaulah yang mengurus semua pekerjaan rumah, kadang aku juga tidak tega dengan beliau, maka dari itu aku meminta mas Angga dan Alvin menggunakan ke jasa tukang cuci kiloan, loundry maksutnya.
"Alvin, sebelum ke sekolah papa mau bicara sama kamu di mobil jangan langsung turun." Peringatan dari mas Angga hanya di iyakan tanpa suara oleh anak itu. Ada apa dengannya, tidak biasanya pendiam biasanya kan jadi biang kerok.
"Alvin, papa ingatkan sekali lagi jangan membuat masalah di sekolah ataupun melakukan kenakalan-kenakalan lagi. Sebentar lagi mama kamu melahirkan dan otomatis kamu akan menjadi kakak yang akan di jadikan panutan oleh adikmu kelak." Nasihat Angga tidak di tanggapi oleh anaknya. Alvin lebih asik dengan pikirannya sediri melihat ke luar jendela mobil.
"Hmm, Alvin sekolah dulu pa. Assalamu'alaikum." Ucapnya keluar dari dalam mobil tak lupa mencium tangan papanya.
*****
"Pin, pulang sekolah ada tawuran sama sekolah sebelah. Lu mau ikutan nggak? Mayan nambah-nambah pasukan." Salah satu dari teman Alvin yang terkenal dengan badungnya itu menawari hal yang sudah Alvin janjikan untuk tidak melakukannya pada papanya tadi.
"Enggak deh, udah janji sama bokap enggak bikin onar. Ntar ketahuan sama sekolah tamat riwayat gue."
"Enggak bakal ketahuan, ayolah Vin, kapan lagi. Kita udah kelas tiga bentar lagi juga tamat yok ikut terkahir nih"
"Iye, gue ikut"
******
"Alhamdulillah, kandungan Bu Cea sehat. Bayinya juga sehat di dalam perut, tapi tetap di jaga ya Bu sampai nanti waktunya melahirkan."
Ucap wanita yang berstatus sebagai dokter kandungan itu."Baik dok siap"
"Apa ada keluhan yang lain Bu Cea?"
"Enggak dok, cuma itu aja"
"Baik, saya resep kan obatnya ya Bu, nanti di tebus di apotik terdekat ya."
Setelah mendapatkan resep dari dokter kandungan Cea langsung ke apotek untuk menebus obatnya. Baru saja keluar dari apotik, handphonenya berbunyi.
"Enggak biasanya tu anak nelpon gue"
"Walaikumussalam, ini siapa ya? Ini hapenya Alvin kan? Kamu siapa?
"Maaf Tante, saya temannya Alvin. Tante tolongin Alvin Tan, dia ikut tawuran antar sekolah."
"Hah, di mana? Sama siapa?"
"Di gang samping sekolah tante, udah dulu ya Tan. Aku mau lapor ke sekolah dulu."
"Ya Allah, tuh anak ya. Enggak tahu apa gue lagi hamil gede begini." Tanpa pikir panjang Cea segera mencari Alvin ke TKP.
Dari kejauhan tampak beberapa anak berseragam sekolah tengah melayangkan senjata berupa tongkat dan kayu.
"Alvin jangan ikutan pulang" teriak Cea dari kejauhan, meski tidak melihat mana Alvinya ia semakin maju menerobos siswa yang tengah tawuran.
"Tante, Awas....."
Belum sempat Alvin menyelamatkan Cea, sebuah pukulan tepat menyentuh punggung Cea dengan hebat sehingga Cea langsung terjatuh tak sadarkan diri.
"Tante, tolong... Tolong"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mom For Me (TAMAT)
Ficción GeneralCea Marinka, gadis cantik yang terjebak dalam kesalahan pahaman, membuatnya harus rela melakukan pernikahan dengan duda tampan beranak satu. Sanggupkah, Cea Marinka menghadapi rumah tangga barunya dengan kenakalan sang anak tiri bernama Alvin? Maaf...