NewBorn

2.2K 96 8
                                    

Bayi dengan mata bulat itu menggeliat ketika netranya terpapar silau matahari pagi, seperti bayi pada umumnya, bayi baru lahir akan di jemur di tengah terik mata hari pagi.
"Masya Allah, cantiknya cucu nenek"  Nenek yang memiliki cucu baru itu tak henti-hentinya mengelus pipi merah sang bayi.

"Terimakasih nenek" Ucap sang ibu.

Setelah 14 hari di rawat di rumah sakit, Cea dan bayi perempuannya akhirnya kembali ke rumah mereka.  Semua teman-teman Cea menyambut keponankan mereka dengan gembira.

"Hai, cantiknya oom Egi" Egi mencuri kecup pipi gadis mungil yang langsung mendapat pelototan tajam dari si ibu bayi.

"Lo dari luar, main nyosor aja. Kena virus ntar bayi gue."

"Gue udah pakai hand sanitizer kali, parno amat"

"Ogeb, yang lo pake hand sanitizer itu tangan ya Gi, lo nyosor pake mulut."

"Iya juga, Astagfirullah. Maafkan omgan ini ya Princess. Muaaaaaahhhhh."

"Jauh-jauh sana, mulut lo bau kentut kucing. Hus-hus mandi sana." Usir Cea mengayunkan bayi cantik ke hadapan Egi.

"Dasar new mama saiko."

"Sampai jumpa satu jam lagi, princessnya omgan."

Bayi Cea sudah berumur 3 Minggu tapi sampai saat ini Cea dan Angga belum menemukan nama yang tepat untuk bayi mereka, mengenai Alvin. Sampai adiknya di bawa pulang kerumah tak sekalipun Alvin menampakkan diri di hadapan sang adik, Alvin lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, memilih bermain musik dan belajar bahasa asing di luar, sehingga waktunya di rumah hanya di habiskan untuk beristirahat saja. Jelas sekali dia menghindari Cea dan adik barunya.

"Udah selesai berjemurnya?" Angga yang telah selesai memanaskan mobil mengambil bayi perempuan cantik dari gendongan ibunya.

"Mas udah cuci tangan?" Tanya Cea was-was.

"Udah, barusan. Sini bayi cantik papa. Kamu kalau mau mandi, mandi dulu aja. Siang nanti kita akan ke rumah sakit."

Mengetahui bayi mereka mengalami gagal jantung Cea dan Angga rutin memeriksakan kesehatan sang bayi dengan dokter spesialis jantung, besar harapan mereka anak perempuannya akan sembuh dan bisa menjalani hidup normal layaknya bayi sehat pada umumnya.

Di lain lokasi, Alvin tengah serius bermain badminton dengan teman satu tempat lesnya. Gerakan tangannya begitu gesit menangkis setiap serangan lawan. Tangkisan terkahir mengakhiri sesi permainan badminton mereka pada sore ini.

"Vin, nginap rumah gue yok. Di rumah gue ada acara bakar-bakar jagung dan ayam. Sesekali doang, kapan lagi."

Vito menerima air mineral yang di berikan Alvin, peluh keringat telah membanjiri wajah mereka berdua. "Tanya bokap dulu, di izinin gue cabut."

"Hubungan lo ama bokap udah membaik ya?" Alvin tidak akan terkejut jika teman satu tempat lesnya ini menanyakan hal yang cukup pribadi untuk orang yang baru satu semester di kenalnya.
Karena Alvin mempercayai Vito menjadi teman bicaranya ketika temannya ini menemukan dia dalam keadaan tidak baik-baik saja di kamar mandi rumahnya. Berawal dari situlah Alvin menceritakan semua hal yang terjadi di kehidupannya.

"Begitu aja sih, kita baik-baik aja, tapi enggak sedekat dulu aja."

Vito menepuk bahu Alvin dengan pukulan pelan. "Enggak apa bro, hidup pasti ada maju mundurnya. Jalani aja, toh lo juga enggak punya kapasitas buat mengubah itu secara kilat juga kan?.

"Thank bro, lo yang paham gue."

"Yoi, kabari gue ya. Ntar gue jemput  ke rumah lo deh sekalian izin ama bokap lo."

Alvi sampai di rumah tepat pukul tujuh malam, masuk ke dalam rumah tanpa menyapa keluarga yang sedang sibuk menyiapkan makam malam, dan ada Angga yang asyik bercanda dengan bayi cantiknya. Alvin semakin merasa di anak tirikan oleh ayahnya sendiri semenjak ayahnya itu memiliki anak lagi.

"Huuuuft...." Helaan nafas pajang terasa sesak di dada Alvin ketika melihat papanya seakan tidak peduli dengan kepulangannya tadi.

Selesai membersihkan diri, Alvin melanjutkan kesibukannya dengan bermain game online di komputer, tidak berniat makan malam bersama dengan keluarganya.

"Alvin, makan malam dulu." Itu suara Ranifah bukan suara Angga. Apa yang bisa Alvin harapkan, seperti dulu. Angga akan menarik tangannya paksa untuk keluar kamar makan malam bersama, itu dulu. Ingat dulu.

Entah Alvin yang lupa, atau memang dia yang tidak mengunci pintu, setelah beberapa kali ajakan makan dari Ranifah ia abaikan, tiba-tiba saja Cea memasuki kamarnya dengan membawa nampan berisi makan malam dan segelas air putih.

"Kalau kamu enggak mau makan malam bersama, jangan sampai melewatkan makan malam." Cea meletakkan nampan berisi makan di atas meja belajar Alvin.

"Enggak usah repot-repot, aku  lapar bisa ambil sendiri. Ntar suami marah kelelahan ngurusin rumah." Sejak kejadian beberapa minggu yang lalu. Alvin berusaha mengurangi interaksinya dengan Cea si ibu sambung, berusaha menahan diri untuk tidak berdebat ataupun bertengkar dengannya. Tapi, untuk bersikap ramah dan manis sangat sulit rasanya.

"Vit, jemput gue. Gue tunggu"

Alvin mengambil ransel dari dalam lemari pakaiannya, memasukan beberapa helai pakaian dan tidak lupa membawa dompet beserta handphone. Sakit melihat ketidakpedulian yang di perlihatkan Angga padanya. Lebih baik dia menikmati kehangatan keluarga yang bisa di dapat di rumah temannya.

"Aku menginap di rumah Vinto. Jangan jemput aku, aku bisa pulang sendiri pa."

"Mas, kamu baca apa? Serius banget?" Angga meletakkan kembali handphonenya di atas nakas setelah membaca pesan dari putra sulungnya.

"Barusan Alvin izin menginap di rumah temannya."

Cea mengehentikan kebiasaan rutinnya memoleskan serangkaian skin care di wajah.
"Mas, apa kamu enggak merasa udah mengabaikan Alvin?"
Cea menatap lekat wajah sang suami, mungkin kecewanya Angga atas kejadian beberapa waktu lalu masih terasa. Tapi Tuhan maha baik, apa yang Angga takutkan tidak terulang kembali pada keluarga kecil mereka.

"Aku enggak mengabaikannya, hanya memberi sedikit pelajaran dengan mengurangi kedekatan ku dengan dia. Apalagi sekarang dia bukan anak tunggal lagi, dia sudah menjadi kakak Cea. Jadi Alvin harus membiasakan diri jika perhatianku tidak sepenuhnya lagi untuk dia, ada adiknya yang juga butuh perhatian dariku."

"Mas, apa yang sudah terjadi sama aku dan anak kita. Itu udah takdir dari Allah. Mas jangan menyalakan Alvin ya mas. Dan bayi kita mengalami gagal jantung juga buka salah Alvin juga."

*****

Di kediaman Vito, telah ramai di datangi oleh teman-temannya. Memang, Vito dan Alvin tidak sekolah di tempat yang sama, tapi karena mereka seumuran memudahkan mereka untuk saling berbaur dan mengakrabkan diri.

"Buruan bawa tempurung kelapanya kesini!." Perintah salah satu teman Vito, Alvin yang merasa terpanggil segera bergegas membawa karung kecil yang berisi tempurung kelapa.

"Udah, sekarang kita bakar jagungnya"

Mereka larut dalam kebersamaan, saling melempar canda tawa. Tapi tidak dengan Alvin raganya bersama mereka tapi pikirannya entah kemana.

       
                      *********

Hai, guys. Bantu aku kasih nama buat anaknya Cea dong.

Nama yg unik, cantik dan jarang di pakai di nama tokoh cerita lain.

Nama paling menarik akan aku jadikan nama anaknya Cea.  Kasih saran kuy. ^^

Perfect Mom For Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang