Ada benci di matanya

2.7K 128 10
                                    

Seminggu di rawat di rumah sakit, akhirnya Cea sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah.Angga dan mamanya sudah membereskan semua perlengkapan Cea selama di rumah sakit kemarin untuk di bawa pulang.Dalam perjalanan pulang ke rumah, tidak ada yang membuka pembicaraan. Karena mulai bosan Cea membuka pertanyaan dengan menanyakan keberadaan dan keadaan anak sambungnya.

"Mas, Alvin kok nggak ikut jemput aku."
Angga yang berada di posisi menyetir mengendarai dengan pelan laju mobilnya.

"Alvin nginap di rumah orang tua mamanya di Bandung, selama seminggu kamu di rawat di rumah sakit dia tinggal di sana."

"Mas kemarin itu marahin Alvin ya? Makanya dia nggak mau tinggal di rumah? Angga cukup lama terdiam, dia juga binggung harus menjelaskan seperti apa kepada sang istri.

"Iya nanti sore mas mau jemput Alvin ke Bandung"

Setelah sampai di rumah, Cea memasuki kamar dengan bernafas lega,karena seminggu di rumah sakit sudah membuatnya menjadi burung yang berada dalam sangkarnya. Pertama yang akan Cea lakukan adalah membereskan perlengkapan yang ia bawa ke rumah sakit kemarin.

"Mas, nanti malam mau makan apa?"
Angga yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat lebih fresh dari sebelumnya.

"Mau makan kamu" ucapnya sambil mengeringkan rambut.

"Ngaco, serius mau di masakin apa ntar malam."

"Nggak usah masak, mas kayaknya pulangnya agak malam."

"Nggak nginap di sana kan? Ucap Cea penuh selidik.

"Nggak, langsung pulang kok."

"Mau di beliin apa di Bandung nanti?"

"Nggak ada, aku nggak mau apa-apa. Mas bawa pulang Alvin aja aku udah seneng.

"Ya udah, bentar lagi mas mau berangkat ke Bandung jemput Alvi,kamu mau ikut?

"Nggak usah mas, aku tunggu di rumah aja, nanti Alvin nggak mau pulang lagi kalau tahu ada aku yang ikut jemput dia."

****

Setelah menempuh perjalanan berjam-jam,akhirnya Alvin dan Angga sudah sampai di rumah dengan selamat. Cea menunggu di depan pintu rumah, menyambut kedatangan putra sambungnya itu,tapi bukan sambutan hangat dan kerinduan yang ia temukan pada sang anak sambung, tetapi tatapan penuh kebencian yang Cea terima dari Alvin.

"Alvin" sapaan Cea tak di indahkan oleh yang punya nama, ia berlalu dari hadapan Cea. Pergi begitu saja memasuki kamarnya dan tak terelakan bunyi bantingan pintu dengan keras dari luar kamar remaja itu.

Selama seminggu di rumah orang tua dari pihak ibu kandungnya. Alvin menikmati kebersamaan dengan orang tua ibunya, di sana juga cukup rame. Ada sepupu Alvin di sana. Ada dari mereka yang seusia dengannya.Tadinya Alvin engan untuk pulang, tapi setelah di bujuk oleh Angga bahwa neneknya Ranifah sudah rindu dengannya barulah Alvin mau di ajak Angga pulang. Di dalam kamar Alvin tengah memainkan gitar yang di belikan oleh tantenya di Bandung, selama di sana salah satu omnya mengajarinya bagaimana memainkan alat musik yang di petik itu.

"Alvin, keluar makan malam dulu."
Tidak ada jawaban dari dalam kamar,si penghuni kamar tidak kunjung membuka pintu kamarnya.

Setelah beberapa menit berlalu, barulah Alvin ke luar dari dalam kamar, dengan ekspresi dingin dan datarnya ia mengambil piring dan beberapa jenis lauk pauk ke atas piring.

"Mau kemana? Kenapa nggak makan bersama aja di meja makan Vin,"
Angga yang melihat anaknya akan meninggalkan meja makan, menyapanya terlebih dahulu.

"Aku mau makan di kamar aja." Hanya itu tanpa menatap Cea, Alvin berlalu begitu saja meninggalkan meja makan di mana kedua orang tuanya berada.

"Mas, Alvin marah banget ya sama aku. Makan aja nggak mau semeja sama aku mas?" Cea tidak bisa menutupi rasa bersalah dan terlukanya, bagaimana pun ia sekarang ibu di perlakukan seperti itu oleh anak yang sudah ia anggap seperti anak sendiri cukup membuat Cea terluka.

"Nggak papa, beri dia waktu dulu. Kerjadian kemarin itu mungkin masih belum bisa Alvin lupakan."
Angga mencoba menenangkan sang istri, meski dia sendiri juga binggung harus bagaimana menyikapi sikap putranya kepada sang istri.

***

Hari ini Alvin berniat untuk melakukan olahraga pagi, berhubung hari ini hari Minggu, sangat tepat sekali baginya untuk melakukan olahraga. Dan pilihannya untuk olahraga kali ini adalah bermain sepeda, mengelilingi area komplek perumahan tempat tinggalnya.

"Pa, olahraga yuk mumpung masih pagi ini" Alvin membujuk sang ayah yang tengah fokus membaca koran pagi ini.

"Kamu aja, papa lagi nggak pengen olahraga mau temani mama kamu aja di rumah." Mendengar itu Alvin mengubah ekspresinya menjadi lebih jutek dari sebelumnya.

"Ya udah kalau papa nggak mau ikut Alvin olahraga bareng, aku bisa pergi sendiri." Alvi mengambil sepedanya di gudang belakang rumah dan meninggalkan Angga dengan hati kecewa.

Setelah lebih dari setengah jam bermain sepeda, Alvin segera pulang ke rumah. Tapi ada yang berbeda dengan dirinya. Kedua lututnya terdapat luka yang cukup serius, darah mengalir dari kedua lututnya.Tak di hiraukan,Alvin tetap mengayuh sepedanya hingga memasuki area perkarangan rumahnya.

"Ya Allah,Alvin kaki kamu kenapa?"
Ucap Ranifah terkejut melihat keadaan cucu satu-satunya itu pulang-pulang dalam keadaan terluka.

"Jatuh dari sepeda nek, biasalah." Ucapnya cuek sembari menahan perih di kedua lututnya yang terluka.

"Sini nenek obati luka kaki kamu itu, kalau papa kamu tahu dia bisa marah"

"Bodo, peduli apa papa sama aku nek, dia lebih peduli sama istri kesayangan itu dari pada aku anaknya sendiri." Alvin memasuki rumah dengan menenteng sepatu olahraganya. Sebelum memasuki kamar, Cea tidak segaja berpapasan dengan anak sambungnya. Melihat keadaan anaknya yang terluka ia reflek menundukkan tubuhnya melihat bagaimana keadaan kaki Alvin yang terluka.

"Kaki kamu kenapa? Pertanyaan itulah yang pertama kali Cea ucapkan.

"Tante buta, nggak bisa lihat kaki aku terluka,masih aja nanya. Gaje banget!" Ucapnya sangat ketus.

"Iya Tante tahu kaki kamu terluka, Maksud Tante kenapa kaki kamu bisa sampai terluka begitu." Cea mencoba bersikap lembut meski ke khawatiran begitu jelas terlihat.

"Bukan urusan Tante, sana jangan nganggu aku. Aku bisa ngobatin luka aku sendiri." Setelah mengucapkan itu Alvin berlalu begitu saja dari hadapan Cea.

"Mau sampai kapan kamu akan membenci mama Alvin"

Setelah kepergian Alvin, Cea mengurung dirinya di dalam kamar mandi kamarnya. Dan menumpahkan semua perasaan terluka nya di sana. Sebagai calon ibu Yang sebentar lagi akan melahirkan seorang anak, Cea cukup merasakan kekecewaan di perlakukan seperti itu oleh anak sambungnya. Meskipun Alvin bukan anak kandungnya ia sudah menganggap Alvin seperti anak sendiri meski sikap dan tindakannya sangat melukainya.

Perfect Mom For Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang