Bahagia Tanpa KITA

2.5K 100 7
                                    

"Kamu serius mau jauh dari kita?" Angga mengamati raut wajah putra sulungnya, meneliti kembali apakah keputusan yang di ambil oleh anaknya ini bukanlah pilihan yang baik.

"Keputusanku udah bulat, aku mau pindah kuliah, aku udah urus semuanya pa. Bahkan aku sudah mendaftarkan diriku untuk program beasiswa di sana."

Di rumah tengah kediaman dr Angga Frastyo sudah berkumpul seluruh keluarga tak terkecuali si bungsu Rachel. Berkumpulnya keluarga di rumah tengah bertujuan untuk membicarakan keputusan Alvin meninggalkan rumahnya, sebenarnya alasan yang di kemukakan Alvin sulit sekali untuk dia tolak, apalagi berkaitan dengan pendidikan.
Tapi sebagai orang tua, hal yang wajar bukan, berat berpisah jauh dari anak?

"Bang Al mau pindah? Kemana, Rachel masih bisa ketemu bang Al nggak?" Rachel berdiri dari pangkuan ibunya, menghampiri Alvin yang duduk di sembarang Rachel duduk.

Menyentuh tangan Alvin lembut, ada bulir permata di mata Rachel yang siap pecah jika dia mengedipkan mata.
"Bang Al mau ninggalin Rachel? Hiks, hiks, hiks. Rachel nakal ya bang? Bang Al jadi enggak betah tinggal bareng Rachel.

Tanpa di tahan, Rachel menangis sesenggukan. Memeluk tubuh Alvin erat dan enggan melepaskan. Alvin hanya diam, membalas pelukan Rachel pun tidak ia lakukan.

"Rachel, sini sama bunda. Kasihan bang Al jadi sesak di peluk Rachel erat begitu." Cea yang melihat tidak ada tanggapan dari Alvin terhadap tindakan putrinya pun berinisiatif untuk mengambil anaknya, ada jarak tak kasat mata yang di bangun Alvin untuk putrinya.

"Ayo sini, bunda tadi bikin pancake loh Rachel belum cobain kue buatan bunda. Yuk temani bunda makan kue, biar papa sama Abang ngobrol dulu."

Rachel bukan anak yang bebal, dia sangatlah pengertian, tanpa di bujuk dua kali Rachel langsung melepaskan pelukannya dari Alvin.

"Bunda bikin pancake kesukaan Rachel? Hore, hore makan pancake. Yuk Bun kita makan kue buatan bunda."

Seperti tidak terjadi apa-apa beberapa menit sebelumnya, Rachel sudah kembali Ceria. Begitulah anak-anak, mudah sekali untuk luluh.

"Apa ini cara kamu menjauhkan diri dari adikmu?"

Diam, itulah reaksi yang diberikan Alvin ketika pertanyaan itu muncul dari mulut Angga.

"Jadi benar, kamu menjauhi Rachel dengan mengambil kuliah di luar negeri?"

"Aku hanya ingin keluar dari zona nyamanku pah, aku ingin mencoba susanan baru di mana hanya aku yang mengurus hidupku sendiri, belajar untuk mandiri. Karena di sini pun aku, aku merasa sudah tidak di prioritaskan lagi, seperti permintaan papa kemarin. Papa mau aku tidak egois terhadap Rachel dan ini salah satu caraku untuk menekan keegoisanku pa."

Mendengar alasan kenapa Alvin memilih meninggalkannya dan memulai kehidupannya sendiri di negeri orang, suatu pukulan tersendiri bagi Angga. Ada rasa bersalah dan juga rasa tak tega, tapi mengingat kondisi Rachel putrinya. Mungkin ini jalan terbaik untuk Alvin, jika dia tinggal bersama membuat Alvin merasa di anak tirikan olehnya. Dia mencoba menerima keputusan dari anak sulungnya.

"Baik kalau itu menjadi keputusan kamu, tapi sebelum kamu benar-benar meninggalkan keluargamu di sini, papa minta sebelum kamu pergi. Ajak Rachel bermain luangkan waktu kamu sehari untuk bermain dengan Rachel."

"Vin, kamu tahu kondisi Rachel. Seusia Rachel mengahadapi penyakit yang tidak ringan bukanlah perkara yang mudah. Tapi, jika pergi menjadi pilihan kamu, papa harap tidak ada penyesalan di kemudian hari, jika kamu tidak bisa bertemu Rachel lagi."

Angga tidak berniat buruk dari kalimat-kalimat yang ia ucapkan pada Alvin barusan. Sebagai seorang dokter Angga tahu kemungkinan terburuk yang kapan saja bisa terjadi pada putrinya, hanya saja Angga ingin memberi tahu jika itu sampai terjadi jangan ada penyesalan yang akan di sesali Alvin atas keputusannya ini.

"Akan aku penuhi permintaan papa, aku akan mengajak Rachel bermain sebelum keberangkatanku ke Singapura Minggu depan."

****

Sepertinya menangis dan mengumpat di dalam mobil akan menjadi kebiasaan baru Alvin, di mana ketika berada di dalam mobil ia akan lebih leluasa meluapkan perasaan dan emosinya.

Setelah kupahami aku bukan yang terbaik
Yang ada di hatimu
Tak dapat kusangsikan
Ternyata dirinyalah yang mengerti kamu
Bukanlah diriku

Kini maafkanlah aku
Bila ku menjadi bisu kepada dirimu
Bukan santunku terbungkam
Hanya hatiku berbatas tuk mengerti kamu
Maafkanlah aku

Walau ku masih mencintaimu
Ku harus meninggalkanmu
Ku harus melupakanmu
Meski hatiku menyayangimu
Nurani membutuhkanmu
Ku harus merelakanmu.

Merebahkan tubuh di kursi penumpang, Alvin meresapi setiap lirik lagu yang berputar dari radio mobilnya. Mungkin Rachel bisa di Visualisasikan sebagai sosok wanita yang di cintai, dan lirik lagu Samsons andalah perwakilan hatinya ketika memutuskan untuk meninggalkan Rachel.

"Rachel, maafin Abang. Mungkin nanti kamu akan membenci Abang, Maaf." 

Alvin mengendarai mobilnya kembali menghapuskan jejak air mata di pipi, Alvin meninggalkan area parkiran kampusnya.

Please, baca dan dengarkan lagu ini. Gue nyesek dengernya klo memposisikan diri jadi si Alpin😭

Perfect Mom For Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang