"Na, tunggu. Gue mau ngomong,loe kenapa menghindar sih dari gue setelah kejadian itu." Naci tidak menghentikan langkahnya, sekalipun Razil sudah berteriak-teriak seperti orang gila.
Razil tetap berusaha menyamai langkahnya dengan Nacil, mereka sudah berada di parkiran kampus. Dengan nafas yang kian memburu Razil menarik Nacil ke dalam mobilnya.
"Loe, mau apa lagi? Gue udah lupain soal yang kemarin dan loe tenang aja, gue nggak akan minta pertanggung jawaban loe untuk kejadian itu sekalipun gue hamil, gue ngga akan minta tanggung jawab loe."
"Gue mau tanggung jawab, sekalipun loe nggak hamil. Karena gue akan jadi laki-laki paling bajingan kalau gue nggak tanggung jawab udah ngerusak masa depan loe.
Nacil tak menanggapi, sedangkan Razil sudah di abang frustasi. Apa Nacil bahagia dengan pernyataan Razil, tentu tidak. Buat apa laki-laki itu bertanggung jawab, jika di hatinya masih ada nama sabatnya.
"Loe udah nggak ada yang mesti loe pertanggung jawabkan, semua terjadi karena gue yang mau. Buat apa loe tanggung jawab kalau loe belum bisa move on dari Cea."
"Rasanya sakit Zil, menjalani hubungan, dan pasangan loe nggak mencintai loe"
Razil terdiam,tidak ada alasan untuknya membantah argumen dari Nacil yang di katakan sahabatnya itu benar."Kita, selesai!"
Nacil keluar dari mobil Razil dengan hati terluka.*****
Di lain situasi, Cea tengah di tanggani oleh tim dokter. Pendarahan yang ia alami cukup serius. Syukurnya janin yang ada dalam rahimnya masih bisa di selamatkan.
Angga terlalu mencemaskan sang istri sehingga ia khilaf membentak anaknya sendiri."Pak Angga, istri anda sudah kamu lakukan tindakan yang sudah seharusnya kamu lakukan, dan syukurlah bayi anda dapat tertolong.
"Alhamdulillah, terima kasih dok"
Angga segera menghampiri ruang inap sang istri, dengan perasaan lega. Ia memasuki kamar Cea. Disana istrinya tengah terbaring lemah."Kamu udah sadar, apa ada yang sakit? Tanya Angga khawatir.
"Aku udah nggak papa kok mas. Alvin mana mas?
"Di rumah"
"Kenapa nggak kesini?
"Nggak aku bolehin, dia sudah aku marahi biar nggak melakukan hal kayak begini lagi sama kamu"
"Mas, apa-apaan sih, pasti sekarang Alvin benci banget sama aku."
***
"Alvin, buka pintanya. Kamu belum makan dari kemarin" Ranifah mengetuk berulang kali pintu kamar sang cucu, sejak kemarin anak itu mengurung diri.
"Vin,mama kamu baik-baik aja. Kamu nggak perlu merasa khawatir dan bersalah."
Alvin masih diam, ia tidak membuka mulutnya untuk berusaha, di dalam pikirannya ia lebih baik pergi dari rumah ini sebelum papa dan ibu tirinya pulang dari rumah sakit. Tanpa pikir panjang lagi Alvin mengemasi barang-barang dab pakaian yang akan ia bawa.
"Loh-loh, mau kemana kamu bawa tas gede gitu"
"Aku mau tinggal di rumah nenek mama aja nek. Aku dari sana aja pergi sekolahnya."
"Kamu jadi lebih jauh lagi kalau mau ke sekolah Vi."
"Nggak masalah nek, buat apa aku tinggal di rumah ini kalau papa udah nggak peduliin aku lagi.
Alvin membawa tas besarnya ke luar rumah. Sebelum memesan taxi online, mobil papanya sudah memasuki pekarangan mereka.
"Mau kemana kamu?"
"Papa masih peduli sama aku. Peduliin aja tuh calon anak baru papa."
Tak lama, obrolan mereka terhenti karena klakson dari taxi online yang di pesan Alvin.
"Aku pergi"
Angga membiarkan saja anaknya pergi, karena dia tahu ke mana anak itu akan pergi.****
"Woii,makan di kantin kampus yuk, gue laper banget nih dari tadi pagi belum sarapan mana ini udah mau sore lagi."
Setelah satu bulan berlalu kejadian di antara Razil dan Nacil. Mereka berinteraksi seperti biasa, hanya saja Razil dan Nacil sedikit menjaga jarak di antara mereka."Ayoo... Gue juga laper"
"Na, Zil dan loe Ad mau pesan apaan, biar sekalian gue pesannin.
"Gue somay sama jus jeruk aja"
"Gue samain sama Nacil aja" Nacil menatap tak acuh Razil yang memilih menu yang sama dengannya.
"Oke gue pesan dulu ya"
Sementara Egi Memesan makanan untuk mereka. Razil,Nacil dan Aad sibuk dengan handphonenya masing-masing.
"Na, ntar loe tamat kuliah mau kerja atau lanjut lanjut S2?" Pertanyaan dari Aad menjadi pembuka obrolan mereka.
"Gue, mau lanjut nikah. Hehehe" ucap Nacil dengan tawa manisnya.
"Serius loe, calon laki loe siapa kok kita-kita nggak tahu loe punya cowok."
"Ya gue cari lah, yang jelas calon yang bakal jadil laki gue itu orang yang menerima kekurangan dan kelebihan gue."
"Lagi ngomongin apa nih, serius amat gue lihat-lihat? Egi yang sudah menyelesaikan pesanan makanan mereka, memilih duduk di antara Aad dan Nacil.
"Ini nih, si Nacil tamat kuliah mau langsung nikah katanya."
"What, beneran Na? Kok buru-buru banget nikahnya? Apa jangan-jangan loe..,_"
"Jangan-jangan apa?"
"MBA"
"Gila loe, ya nggak lah"
Tidak terlalu lama menunggu, makanan yang mereka pesan sudah tersedia di meja mereka. Egi dan Aad kompak memesan Bakso super pedas
"Nah, pesanan kita udah nyampe, mari makan." Egi dengan semangatnya memakan bakso super pedas yang ia pesan.
"Gila pemdes banget anjir ini bakso"
"Masa sih, sini gue coba" dengan rasa penasaran Cea mencicipi kuah bakso Egi.
"Pedes apaan biasa aja kok"Aad dan Egi melonggo tak menyangka bakso yang ia makan bisa tidak terasa pedas di lidah Nacil.
"Egi, bakso loe enak. Buat gue ya?"
"Enak aja, pesan lagi aja sana"
"Enggak mau bakso punya loe"
Dalam sekejap bakso Egi sudah berada di depan Nacil""Aneeh loe, udah kayak orang hamil yang lagi ngidam aja"
Razil dan Nacil yang mendengar perkataan Egi kompak menyemburkan makanan yang ada dalam mulut mereka.
Sorry, lebih singkat dari part sebelumnya.. nih....... Happy reading beb...
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Mom For Me (TAMAT)
General FictionCea Marinka, gadis cantik yang terjebak dalam kesalahan pahaman, membuatnya harus rela melakukan pernikahan dengan duda tampan beranak satu. Sanggupkah, Cea Marinka menghadapi rumah tangga barunya dengan kenakalan sang anak tiri bernama Alvin? Maaf...