Part 4: Nikah, yuk

119 40 106
                                    

Tidak ada kata terlontar dari mulut yang seakan terkunci, padahal di dalam pikiran Gista banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan.

Kenapa datang?

Kenapa berubah?

Kenapa aku?

Kenapa ngajak nikah?

Masih banyak pertanyaan lain yang ingin diberikan Gista pada Cakra.

"Kemana pacarnya? Dan kenapa malah Gista yang diajak nikah?" Kali ini Gista ingin bersikap biasa saja, dengan sikap tenang yang selalu ia perlihatkan dulu.

"Dan kenapa harus nemuin mama sama papa?" tanya Gista berturut-turut, tanpa ada jeda untuknya menjawab.

"Kerjaan kamu gimana? Enak?"

Alih-alih menjawab pertanyaan, Cakra malah mengalihkan topik pembicaraan.

"Sekarang Abang udah kerja di bank, jadi bagian auditor," ucapnya tanpa ditanya.

Namun, Gista memilih diam dengan tangan yang terlipat di depan dada. Bukan pekerjaan yang ingin ia ketahui sekarang, melainkan alasan dari semuanya.

Lantunan suara Ariana Grande terus terdengar mengisi penuh ruang mobil yang tidak terlalu besar. Sesekali Cakra mengetukkan jarinya pada setir mobil yang ia pegang, mengabaikan tatapan tajam Gista.

"Gak mau jawab?" tanya Gista lagi, namun dibalas dengan senyuman. "Jangan gara-gara Abang cowok, dan Abang datang seenaknya nentuin pilihan."

Terlihatnya lampu merah di ujung jalan, Cakra menurunkan kecepatan laju mobilnya. Ia masih melempar senyum.

"Gak usah senyum-senyum segala, deh." kesal Gista, kesbarannya habis. Karena setiap pertanyaan tidak ada jawaban.

"Kenapa? Gantengnya kelihatan kalau senyum?" tanya Cakra.

"Dih." Gista mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Pikirannya berkelana entah kemana, ia terus memandang pengendara motor yang ada di sebelahnya dengan tatapan datar. Membuat wanita yang ada di atas motor itu kebingungan. Namun, Gista tak peduli sama sekali.

Hembusan napas yang dilepas secara paksa, bak anak kecil yang permintaannya tidak dituruti oleh kedua orang tuanya. Cakra menaikkan kaca jendela yang ada di dekat Gista. Memegang pugung tangan wanita itu.

"Maafin Abang. Tapi sekarang ini beneran serius," ucapnya di tengah keterkejutan Gista.

"Jawab pertanyaan tadi!" kesal Gista sambil menepis tangan Cakra.

"Nanti," balasnya singkat.

Gista terpaku saat mobil Cakra berhenti di halaman rumahnya, ia semakin tidak bisa bergerak saat semua keluarganya ada di depan rumah yang sepertinya sengaja menunggu Gista pulang.

Perasaan berdebar dan rasa kesal yang bercampur. Cakra mengutarakan niat baiknya di depan keluarga Gista, bahkan ia mengatakan tentang masa lalunya.

"Kami memang sudah saling kenal, tapi dulu saat saya masih memiliki kekasih. Lalu saya hilang kabar dengan Gista, disaat saya mengalami masalah dengan pacar saya, Gista pasti muncul. Dan tidak dipungkiri, kalau ngeliat anak Bapak, ada rasa yang berbeda. Diumur saya yang sudah tak lagi remaja ini, saya meminta izin untuk menyunting anak Bapak. Saya ingin menjalani hubungan serius."

Kali ini Gista mengusap wajahnya, menatap ke arah Arsa yang duduk si sebelah Farzan. Dua laki-laki itu seakan terbawa dengan kalimat yang diutarakan Cakra.

"Yang bakal jalani Gista, kami harus tanya sama dia. Posisi kita sama laki-laki, Nak. Kalau kita udah seberani ini, berarti kita memang serius." Farzan mengusap bahu Cakra.

Never Ending ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang