TR #24

1.1K 162 4
                                    

"Awalnya gue berharap ini cuma mimpi dan pengen cepet bangun, tapi sekarang gue berharap untuk gak pernah bangun."

[Dua minggu kemudian]

Carlo PoV

Rasanya benar-benar membuatku ingin mati. Jika itu dulu, mungkin aku akan baik-baik saja dengan bekerja seharian dan tak memperdulikan mereka berdua. Tetapi sekarang? Aku terlalu bergantung pada sapaan paginya serta makanan yang dibuatnya, menghabiskan waktu bersamanya, dan menyelesaikan masalah dengannya. Tanpa sadar, aku bergantung pada mereka, terutama putriku.

Setiap pagi aku selalu berhalusinasi tentangnya. Terkadang aku merasakan dia ada di sampingku, memelukku ketika dia menginginkan sesuatu. Bukan kah dia benar-benar manja?

Tunggu, apa dia masih bersedia untuk di panggil putriku? Sepertinya tidak. Saat itu aku yang memintanya pergi, sekarang aku seperti kehilangan tujuan untuk hidup.

Oleh karena itu aku disini, di depan ruangan Rafael, mengetuk perlahan sebelum akhirnya masuk.

"Oh? Apa perlu waktu selama ini untuk mendinginkan kepala mu itu?"

Aku tau, dia menyindir ku. Biarlah, lagipula memang aku yang salah. "Bantu aku menemukannya."


"Atas dasar apa? Bukankah kau bilang dia bukan putrimu? Untuk apa aku mencari seseorang yang tak penting?" Balas Rafael yang masih sibuk menandatangani sesuatu.

"Dia penting, sangat penting untuk memastikan ku tetap hidup. Aku sudah gila, dan akan semakin gila seandainya dia tak kembali."

"Wah wah, tekat yang bagus. Tapi bagaimana dengan putramu? Bukankah dia sudah bersumpah untuk tidak membawa putrimu kehadapan mu lagi?"

"Maka temukan. Temukan putriku lebih dulu dibanding dia, bukankah itu mudah untuk mu, Raf?"

Cukup lama dia terdiam sebelum akhirnya tersenyum, senyum dengan maksud tertentu. "Apa imbalan yang akan ku dapatkan jika berhasil menemukannya?"

Apa dia benar-benar serius akan membantu? Aku tak tahu apa yang setara dengan Vero, tapi aku harap ini sedikit pantas. "Aku merelakan kedudukan ku, keluarga Claire tidak akan menjadi keluarga kepercayaan kerajaan lagi, apa itu cukup?"

Ku lihat dia tercengang sebelum akhirnya tertawa kencang. Apa aku salah berbicara? Apa yang ku pertaruhan belum cukup?

"Ada apa, Raf? Apa itu semua kurang?"

"Tidak, aku tertawa untuk kebodohan mu. Melihatmu sekarang seperti melihat seseorang yang membuang sampah lalu ingin mengambil sampah itu kembali."

"Kau benar, sayangnya yang kubuang sekarang bukanlah sampah, melainkan berlian. Tidak, dia lebih berharga dari apapun di dunia ini."

"Kau gila."

"Tentu Raf, aku sudah gila."

Keadaan hening untuk sementara sebelum suara yang ku kenali terdengar di belakang ku.

Transmigration? Really?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang