Rabu malam, Aira berguling guling di kasurnya. Rasanya ingin mengirim pesan pada Ardan, tapi Aira tahu laki laki itu sedang sangat sibuk, sedangkan Aira tidak mau lagi mengirim pesan pada Arsen sejak malam itu. Aira gabut, karena Ari tidak ada mengiriminya pesan sama sekali.
Apaan si, anjir. Perasaan kemarin malem manis banget dah. Batinnya kesal.
Karena benar benar tidak ada kerjaan, Aira memutuskan membuka aplikasi WhatsApp dan melihat lihat unggahan status yang dibuat orang orang. Sampai di status yang diunggah Ari, Aira menatapnya dengan serius.
Sebuah video dengan kata kata galau ala ala anak tiktok, kalimat itu berbunyi ; Yang mencintaimu memang bukan hanya aku, tapi yang mencintaimu saat kamu mencitai orang lain itu hanya aku.
Aira bergidik, Alay, tapi relate sama gue, hehe.
"Night changes." Aira mendengus saat menyadari lagu yang menjadi backsound pada video itu, ia segera mengetik balasan.
Aira : Lo punya lagu lengkapnya?
Tak perlu 15 detik untuk sebuah notifikasi berdenting di ponsel Aira.
Ari : Bentar, gw download dulu
"Lah," Aira cengo sendiri melihat balasan dari Ari.
Tak sampai semenit, sebuah pesan muncul lagi di layarnya.
Ari : *audio 4.30
Aira berkedip. "Lah gue kan cuma nanya, Night Changes mah dari jaman baru rilis juga udah gue donlot."
Aira : Hmm, makasi
Ari : Siyap:)
Aira tidak membalas pesan Ari, mendownload audionya pun tidak. Ia beralih ke aplikasi lain untuk memutar musik. Lagu itu mengalun lembut saat ikon play disentuh, suara khas Zayn Malik menyambut indra pendengaran Aira.
Sepertinya, Night Changes akan jadi lagu favorit Aira untuk beberapa hari kedepan.
***
Kamis pagi, Aira tidak tahu bagaimana perasaannya hari ini.
Aira ingin senang, tapi jujur saja, jauh di lubuk hatinya ia merasa amat bersalah pada Ardan. Aira mau sedih, tapi sejujurnya ia sangat bersyukur hari harinya ditemani Ari. Sungguh, Aira dilema antara pacar dan selingkuhan. Eh.
Jam pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia, guru bersuara cempreng itu mulai menerangkan pelajaran mengenai proposal di depan, tapi Aira sama sekali tidak menyimak. Ia menopang dagu dengan tangan kiri, dan tangan kanannya memain mainkan pulpen abu abu favoritnya.
Sampai kalimat Bu Ayuni yang memanggil nama Aira berhasil membuatnya menatap papan dengan jantung berdebar, Aira kira Bu Ayuni akan menegurnya karena melamun, ternyata nama Aira yang terpanggil itu hanya dijadikan contoh di papan tulis.
"Penulisan daftar pustaka dalam proposal, ditulis secara alfabetis." Bu Ayuni mulai menuliskan nama Aira Tamala yang dibalik di depan. "Kita pakai contoh Aira. Misalnya Aira punya buku berjudul Sedih Adalah Luka yang dijadikan bahan menulis proposal penelitian, maka pada daftar pustaka ditulis..."
Tamala, Aira. 2017. Sedih adalah Luka. Jakarta : Airlangga
Kalimat itu tertulis rapi di papan, Aira hanya bengong sebab tidak paham, sedangkan teman temannya yang lain termasuk Zia mulai mengangguk angguk. Aira menyipitkan mata saat Bu Ayuni mulai menulis kalimat lain di sebelahnya.
"Contoh lain..." kata Bu Ayuni sambil menulis.
Adnyana, Ari. 2011. Perkembangan Sastra Indonesia. Palembang : Balai Pustaka
"Nama Ari Adnyana yang sudah dibalik ini ditulis duluan, karena sesuai aturan penulisan yang alfabetis, huruf A letaknya duluan dari huruf T." Bu Ayuni selesai menjelaskan, menatap satu persatu siswanya. "Paham, anak anak?"
"Paham, Bu." Jawab mereka serempak.
Aira kembali bengong, Sialan gue gak paham. Tapi gue bangga nama gue ditulis bersisian sama namanya Ari. Ehe.
***
Jam istirahat, Aira memutuskan untuk diam di kelas. Biasanya Aira adalah orang yang paling heboh ingin ke kantin, dan Zia adalah yang paling anteng bermain ponsel di kelas sampai bel masuk berbunyi. Tapi sepertinya ada yang berbeda hari ini, Zia malah pergi ke kantin dan Aira yang melamun sendiri di mejanya.
Seolah menyadari kegalauan hakiki yang menghinggapi Aira, seseorang tiba tiba datang dan berdiri di sebelah Aira.
"Geser, gue mau duduk." Katanya.
Aira menoleh, agak kaget sebenarnya, terlebih saat sadar orang itu adalah Ari. "Hah? Harus gitu geser? Kursi kosong kan banyak."
"Tapi gue maunya di sebelah lo." Ari ngengir.
Aira bergidik, sok memasang wajah jijik, padahal dalam hati sudah baper. Aira menurut, memindahkan bokongnya ke kursi sebelah, kursi yang biasa ditempati Zia.
Ari duduk, memainkan ponselnya tanpa menghiraukan Aira. Aira menghela napasnya, melipat tangan di atas meja dan meletakkan kepalanya bertumpu lengan. Sungguh, Aira tidak tahu kenapa ia hari ini malah galau, padahal ada Ari di sebelahnya. Atau mungkin, justru Ari-lah yang menjadi alasan kegalauan Aira.
Suara musik yang mengalun dari ponsel Ari yang diletakkan di sebelah Aira memecah lamunan, Ari menyandarkan punggungnya ke kursi, sedangkan Aira sedikit menoleh. Mood Aira sedikit naik karena mendengar intro lagu yang sangat tidak asing itu.
Tepat pada waktunya, bibir mereka terbuka bersamaan untuk menyanyikan lirik pada bait pertama.
"Going out tonight, changes into something red. Her mother doesn't like that kind of dress. Everything she never had she's showing off,"
"Driving too fast, moon is breaking through her hair. She's heading for something that she won't forget, having no regrets is all that she really wants,"
🎶 We're only getting older, baby
🎶 And I been thinking about it lately
🎶 Does it ever drive you crazy?
🎶 Just how fast the night changes?
🎶 Everything that you've ever dreamed of
🎶 Disappearing when you wake up
🎶 But there's nothing to be afraid of
🎶 Even when the night changes
🎶 It will never change me and you
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt [END]
Teen FictionArdan Oliver jatuh cinta pada Aira, si bungsu kesayangan mama dan papa. Namun alih-alih setia kepada Ardan sepenuh hati, Aira masih saja terpana oleh teman sekelasnya, Ari. Kurangnya rasa bersyukur membuat Aira kehilangan keseimbangan akan dunianya...