Segala hal terasa berjalan begitu cepat bagi Aira. Sebab, rasanya baru kemarin ia mengenal Ari dan menyimpan rasa padanya. Baru kemarin pula Ari mengungkapkan perasaan dan mereka semakin dekat.
Tapi tiba tiba, hari ini Aira dihadapkan pada sebuah kenyataan menyakitkan. Dimana ia harus melepas Ari. Atau paling tidak memilih salah satu di antara Ardan dan Ari.
Aira sendiri tidak menyangka perasaannya pada Ari akan tumbuh secepat itu, ini semua seperti tak wajar. Desir aneh memabukkan itu datang tanpa aba aba, menyusup melalui sela hati yang tak Aira kunci dengan rapat. Ia bahkan belum sempat menceritakan apa apa pada Willa dan perjalanannya sudah sejauh ini.
Sungguh, rasanya terlalu mendadak dan Aira tidak siap. Tapi, inilah kehidupan. Bumi tidak akan berhenti berputar hanya untuk menunggu Aira siap. Pun sang waktu yang tak akan rela berhenti hanya untuk menanti Aira mau memilih.
Dan sekarang, di sinilah Aira berada. Di tengah kecanggungan dan kebingungan dalam dirinya. Ditemani desing pelan mesin kendaraan yang terdengar. Di dalam mobil hitam milik Ardan.
"Kenapa diem aja?"
Suara Ardan memecah kegugupan Aira. Gadis bersurai hitam itu hanya menoleh tanpa suara. Memancing Ardan untuk kembali bertanya.
"Kamu gak mau ketemu nenek?"
"Bukan ga mau, cuma... agak ga siap aja." Cicit Aira.
Pemuda bernetra terang itu tersenyum simpul, tangannya bergerak menyisipkan jari jari berkulit putihnya di sela jemari mungil Aira. "Gapapa, nenek gak galak kok. Tenang aja."
Ucapannya begitu lembut, selembut tangan hangat yang mulai menjauh untuk kembali memegang kemudi itu. Aira memilin bibirnya, tak mengeluarkan sepatah katapun meski kepalanya penuh akan penyesalan.
Ardan melirik gadisnya sekilas, memilih memberi waktu. Merasa maklum bila kekasihnya gugup dan perlu menata hati dan pikiran.
"Ardan," pada akhirnya, suara pelan Aira terdengar jua.
"Hm?" Ardan melirik sedikit.
"Kalo..." Aira sungguh ingin menjelaskan semuanya, tapi ia amat bingung harus memulai dari mana.
"Kenapa, Ra?" Atensi Ardan kini sepenuhnya pada Aira sebab lampu lalu lintas di depan sana menyala merah.
"Kalo aku... hm..." Aira menggigit bibirnya, menoleh pada Ardan.
Ardan menunggu.
"Kalo aku suka sama cowok lain gimana?" Satu kalimat yang Aira ucap dengan satu tarikan napas pendek terdengar begitu cepat.
Tapi Ardan mendengarnya.
Aira kembali menggigit bibirnya, menunggu reaksi Ardan. Sedangkan pemuda di sebelahnya hanya bengong menatap Aira. Kelopak matanya menutup dan terbuka beberapa kali.
"Kamu lagi suka sama siapa?" Tanyanya tenang.
Perlahan wajahnya menjauh, menatap lurus ke depan. Namun ekspresinya tak berubah ceria seperti semula. Aira bisa melihat perubahan yang drastis dari lekuk wajah pacarnya.
"Lagi suka siapa?" Tanya Ardan sekali lagi sambil menginjak pedal gas. Mobil melaju tidak santai, Ardan sepertinya tidak bisa mengendalikan emosinya.
Aira terentak kaget, "eng... engga. Aku cuma nanya." Bego! Goblok! Tolol! Pertanyaan macam apa sih yang gue tanyaiiinn?!
Tak ada jawaban dari Ardan selain laju kendaraan yang semakin cepat. Aira dibuat takut. Terlebih saat mobil hitam itu mulai memasuki area perumahan Ardan. Tangan Aira refleks meraih lengan Ardan.
Menyadari hal itu, Ardan seketika menginjak rem. Membuat Aira semakin kaget dan ketakutan. Pemuda itu meraih Aira, menariknya ke dalam dekapan sampai gadisnya sedikit tenang.
"Maaf." Bisiknya pelan.
Aira tak menjawab. Sibuk menata jantungnya yang berdegup cepat. Tidak, bukan karena baper lagi atau semacamnya. Aira memang takut jika diajak ngebut, apa lagi tiba tiba seperti tadi.
Setelah sedikit tenang, Aira menjauhkan tubuhnya. Bersandar pada jok mobil dan mengatur napas. Ardan menatapnya tanpa kata, lalu menatap jalanan di depannya lagi. Rumah besarnya sudah tampak di depan sana.
Satu tarikan napas panjang terdengar dari Ardan. Ia kembali mengulurkan tangan, kali ini mengusap surai gelap gadisnya lembut.
"Maaf, kita bahas itu nanti ya?"
Aira menoleh sedikit, lantas mengangguk sebagai jawaban.
Ardan menarik tangannya, fokus memarkir mobil di halaman rumah besarnya. Untuk sesaat, keduanya akan dialihkan pada perasaan dan emosi yang lain. Ini adalah pertama kalinya Aira bertemu keluarga besar Ardan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt [END]
Teen FictionArdan Oliver jatuh cinta pada Aira, si bungsu kesayangan mama dan papa. Namun alih-alih setia kepada Ardan sepenuh hati, Aira masih saja terpana oleh teman sekelasnya, Ari. Kurangnya rasa bersyukur membuat Aira kehilangan keseimbangan akan dunianya...