14. Selalu Ada (2)

48 38 8
                                    

Aira menuruni anak tangga menuju ruang keluarga dengan langkah riang, ia duduk di sofa abu abu yang empuk. Tangannya hendak meraih toples penuh kukis di atas meja kaca, namun urung sebab getaran aneh itu kembali menjalari tubuhnya.

Aira memperhatikan tangan kanannya, dari bawah siku hingga telapak tangan. Ia termenung untuk sedetik kemudian menjerit histeris tanpa suara, ia mengepalkan tangannya ke udara seperti seorang pejuang yang bangga membela tanah airnya.

"Gue barusan meluk Ari!!" Bisiknya tanpa suara, ekspresi wajahnya sudah tak nampak lagi seperti manusia, lebih mirip babi histeris yang berguling guling saat hendak disembelih.

Setidaknya itulah yang dilihat Lusi dari pintu dapur. Lusi memang tidak tahu apa yang sedang anak gadisnya katakan karena gerak bibir Aira tidak jelas terlihat, terlebih dengan rambut hitam yang bergerak gerak tak karuan mengikuti Aira yang melompat, berguling, berjingkrak di sofa.

"Ari... haa... gue abis meluk Ari!!!" Bisikannya samar samar mulai terdengar.

Aira sungguh bahagia hari ini, dan ia tahu persis Ari adalah penyebabnya. Yang Aira tidak tahu adalah, bagaimana mungkin diantar pulang oleh seorang teman sekelasnya yang agak menyebalkan malah membuatnya sebahagia ini? Jantung Aira berdebar setiap kali aroma parfum Ari tercium, seolah laki laki itu sedang ada di dekatnya.

"Ari... Ari... Ari!!!" Seru Aira mulai histeris, Lusi bisa mendengarnya kali ini. "Astaga, Ari! Gue suka sama lo! Gue cin--"

"Ekhem," Lusi berdiri di belakang sofa, menatap curiga pada putrinya. "Siapa, Ra?"

Aira menelan kalimatnya yang belum sempat terdengar, ia menatap Lusi dengan canggung. Tapi tak perlu waktu lama untuk Aira menampilkan senyumnya, ia segera melompat turun dari sofa dan memeluk Lusi.

"Eh, Mama. Enggaa, bukan siapa siapa." Aira nyengir.

Lusi melepaskan pelukan putrinya perlahan, "Mama denger loh, Ra. Ari siapa?"

Aira menggeleng, dalam hati mengutuk diri sendiri. Bego lu, Ra! Bego! Cepet pikirin mantra yang bisa bikin lo jadi remahan rengginang sekarang juga!

"Ada gebetan nih ceritanyaa?" Lusi tersenyum jahil. "Ada fotonya gak? Mama mau liat."

"E...," Aira mundur selangkah, mengambil ponselnya dan sok sibuk di sana.

Lusi sudah mendekat, "Ari siapa sih, Ra? Bilang dong."

Untungnya Aira bisa cepat menunjukkan foto seorang cowok berbaju hitam di sana dan langsung menunjukkannya pada Lusi.

"Ari, Ma. Ari Irham." Katanya sambil nyengir.

Lusi menyipitkan mata, meraih ponsel Aira untuk memperhatikan foto itu lebih detail.

"Ooh, Ari yang iniii." Lusi mengangguk anggukan kepala, niat hati ingin menggoda, tapi pikirannya malah terdistraksi oleh foto Ari Irham yang terlalu tampan di sana. "Yang filmnya kita tonton waktu itu kan?"

Aira mengangguk semangat, "Iya. Ganteng banget kan, Ma."

Awalnya Aira hanya ingin mengalihkan perhatian mamanya, namun dirinya malah ikut tenggelam ke dunia fangirling Ari Irham.

"Ganteng sih, tapi Mama lebih suka Angga Yunanda, Ra." Lusi mengembalikan ponsel Aira.

"Idie, Ari Irham jelas lebih ganteng kalee." Aira tidak terima.

"Enggak. Pokoknya Angga Yunanda." Lusi menegaskan.

"Ari Irham, Ma! Ari lebih imut!"

"Angga Yunanda, Ra. Angga lebih keren!"

"Ish, Mama! Pokoknya Ari!"

"Angga!"

"Arii!"

"Anggaaa!"

"Ari! Ari! Ariiiii!!!"

"Ang--"

"Iqbaal Ramadhan paling top." Kata Dimas yang tiba tiba lewat.

Lusi dan Aira refleks saling pandang, sebelum keduanya berseru bersamaan.

"SETUJU! IQBAAL RAMADHAN IS NUMBER ONE!"

***

Aira berguling guling di ranjangnya, baru sadar kalau Ardan belum membalas pesannya sejak tadi siang. Biasanya laki laki itu akan gercep membalas pesan Aira, apa lagi perihal dimintai tolong, tapi entahlah hari ini Ardan bahkan tidak mengecek aplikasi whatsapp. Bilah pemberitahuan yang muncul menunjukkan waktu kemarin, pukul 7 malam.

Aira memutuskan mengirimi satu pesan lagi.

Aira : Ardan?

Cukup lama Aira termenung menunggu pesan itu dibalas, sampai sebuah notifikasi membuat matanya yang sempat terpejam jadi kembali terbuka sempurna. Kening Aira berkerut melihat si pengirim ternyata bukan Ardan.

Ari : Good evening, is there someone here?

Aira : Paansi, gaje lu

Aira meletakkan ponselnya di nakas, sepertinya ia akan tidur saja. Tapi saat denting notifikasi terdengar, matanya kembali terbuka. Padahal Aira tahu itu jelas bukan Ardan--ia memasang notifikasi khusus pada kontak Ardan--tapi tetap saja Aira ingin melihatnya.

Ari : Gw kangen njir

Aira : Cieee kangen. Baru juga tdi siang ktmu, yakali uda kangen,-

Ari : Dih
Ari : Emang lu tau gw kangen sape?

Aira : Kangen gw kan?

Ari : Kangen bu Fitri 😁

Aira : Gblg
Aira : Boong lu
Aira : Biasanya jg ogah dpt bhs inggris

Ari : Hehe
Ari : Rada kangen ama lu jg sih

Aira : Tuhkan 😌
Aira : Emang ngangenin gw mah 😌

Ari : Hm. Makanya gw suka :)

Aira : Ajg
Aira : Lu tau ga si lama lama gw bisa baper kalo lu giniin mulu

Aira mengigit bibir bawahnya keras keras, sungguh, ia tak berniat mengirim pesan itu. Tapi sudah terlambat untuk menghapusnya karena Ari bahkan sudah membalas.

Ari : Hehehe

Karena udah terlanjur, yauda, sekalian aja. Kata Aira dalam hati.

Aira : Kalo gw suka ama lu emang lu mau tanggung jwb

Ari : Mau

Aira : Bgsd
Aira : Gw masi punya pacar, Ar 😭

Ari : Kutunggu kau putus :)
Ari : Kutikung juga boleh deh :)

Aira : Sialan

Ari : Hahaha
Ari : Udah malem, Ra. Bobo gih, jan lupa mimpiin aku <3

"Sialan, baper beneran!" Aira merutuk sendiri.

Aira : Ya

"Goblok! Goblok! Goblok!" Aira meremas remas selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Karena gemas, ia sampai menggigiti selimut tak berdosa itu.

"Huaaaa gimana gue bisa setia sama Ardan kalo ada yang lebih selalu ada?"

***

Hurt [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang