75. Kita Pernah Ada

33 9 8
                                    

Lusi mengusap kening putrinya yang sejak tadi menampilkan ekpresi hampa. Namun di balik tatapan kosong yang Aira tunjukkan, Lusi tahu anak gadisnya itu menyimpan berbagai macam rasa yang terlalu sulit dijelaskan.

Dimas dan Hendra duduk di kursi tepat di belakang mereka. Keluarga kecil itu sama sama disekap hening. Sibuk dengan pikiran masing masing saat pesawat yang mereka tumpangi mengudara.

"Mama ke toilet bentar, Ra." Ucap Lusi yang disambut anggukan singkat oleh Aira.

Helaan napas keluar dari bibir Aira yang tak sekalipun membuka suara setelah duduk di kursi penumpang. Ia masih begitu ragu untuk pergi, dan rasanya berat melepas segala yang ada di kota kelahirannya.

Bahkan tentang Arsen, Aira pikir semua itu tidak pernah nyata. Arsen-nya yang pergi, terasa hanya seperti halusinasi. Sejak tadi sebenarnya Aira berharap ia hanya tertidur, dan saat bangun semuanya baik baik saja.

Tapi kenyataan tidak sebaik itu. Semesta tidak seramah itu untuk Aira. Bahkan saat Arsen ada untuk menghiburnya ketika Willa, Zia, Ardan, dan Ari pergi, semesta dengan kejamnya menarik Arsen menjauh.

Tidak ada yang baik baik saja untuk Aira saat ini. Semua yang pernah ada berputar di memorinya. Terus terulang membuat pikirannya tak tenang.

"Hai,"

Sapaan itu berhasil membuat Aira mengangkat kepalanya. Seorang laki laki berambut hitam legam, kulit kuning langsat, dan mata jernihnya menatap Aira dari balik sandaran kursi di depannya.

"Mau ke Bali juga?" Tanya orang itu basa basi.

Aira mengangguk, "Iya."

"Ooh." Orang itu balas mengangguk. Lantas mengulurkan tangannya, "Kenalin, gue Agung."

Ragu ragu, Aira menyambut tangan itu. "Aira."

Agung tersenyum cerah. Kembali menarik tangannya yang dijabat sekilas oleh Aira. "Btw, gue asli Bali. Dan nama Agung itu bukan kasta gue. Ya... gak penting sih, cuma bilang aja biar lo gak salah kaprah, hehe."

Aira hanya menanggapinya dengan anggukan.

"Lo agak pendiem ya, Ra." Agung masih mempertahankan senyumnya.

Aira lagi lagi hanya mengangguk. Sejujurnya ia sedikit risih oleh sikap laki laki asing bernama Agung ini. Ia menoleh ke belakang sekilas, berharap Dimas dapat membantunya keluar dari situasi tak menyenangkan ini.

Tapi yang Aira temukan bukanlah Dimas yang menatap sengit ke arah Agung, melainkan kedua laki laki di keluarganya itu sedang terlelap. Terpaksa Aira menghadap ke depan lagi.

"Ke Bali buat liburan?" Tanya Agung.

"Pindah."

"Wah, ke kota mana?"

Aira menggeleng, ia tidak ingat nama tempat itu.

Di saat yang sama, Lusi rupanya sudah kembali dari toilet dan duduk di sebelah Aira lagi.

"Eh, Aira udah dapet temen aja." Wanita cantik itu terkekeh.

"Tante mamanya Aira ya?" Agung bertanya sopan. "Kenalin tante, saya Agung."

Hurt [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang