62. Luka Baru untuk Aira

20 8 3
                                    

This chapter is too emosional for me :(

But, hope U guys like it!

***

Tok tok tok

Suara pintu yang diketuk membuat Willa yang sedang ada di ruang tamu segera melangkah untuk membukanya. Willa sendirian sore ini, kedua orang tuanya sedang pergi.

"Loh, Ardan?" Tanya Willa memastikan.

Laki laki yang berdiri di hadapannya ini menunduk, tapi dari tubuh tinggi dan rambut cokelatnya Willa bisa dengan mudah mengenali pacar sang sahabat.

"Lo kenapa?" Willa refleks memegangi bahu Ardan dan mengguncangnya pelan. "Hei, Dan, kenapa?"

Ardan mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah kusutnya pada Willa. Willa menurunkan tangannya dari bahu Ardan begitu laki laki itu menatapnya. Ardan tampak berantakan, tidak ceria seperti biasanya. Tapi wajahnya masih tetap tampan, selalu.

"Gue putus sama Aira."

"Hah?!" Willa tak bisa menutupi keterkejutannya. Ini terlalu mendadak dan terdengar mustahil, bagaimana bisa hubungan yang terlihat harmonis dan aman aman saja selama dua tahun tiba tiba selesai?

Baik, Willa tahu masalah Aira dan Ari itu. Tapi bukankah Ardan sudah memaafkan Aira?. "Kok bisa?"

Ardan menggeleng. Enggan menjawab.

"Gue butuh lo, Wil." Ucap Ardan dengan suara serak.

"Gue di sini, dan akan selalu di sini buat lo sebagai sahabat." Willa tentu juga ingin menenangkan Aira, tapi karena saat ini Ardan yang lebih dulu menemuinya maka ada baiknya ia menenangkan Ardan dulu.

"Gue gak mau."

"Maksudnya?" Willa menaikan alisnya, bingung.

"Gue gak mau cuma sekedar sahabatan sama lo." Ardan menatap mata gelap Willa.

Willa langsung mengalihkan pandangannya. "Ngaco lo. Terus mau lo apa? Sodaraan? Mending gue yatim piatu dan sebatang kara selamanya kali dari pada sodaraan sama monyet." Kekeh Willa, berusaha mencairkan suasana.

Ardan menggeleng, air mukanya serius. "Gue mau kita pacaran."

"Hah?!" Untuk kedua kalinya, Willa meng-hah kaget. "Apa lo bilang? Coba ulang, takut salah denger gue."

"Gue mau kita pacaran, Willa." Tegas Ardan.

"Lo gila apa?!" Willa menaikan nada suaranya. "Lo bahkan baru putus sama Aira! Lo mau jadiin gue pelampiasan?"

"Gak usah nolak, Wil. Gue tau lo suka sama gue." Ucap Ardan penuh percaya diri.

"Gak bisa!" Seru Willa tegas. "Aira sahabat gue, Dan! Lo gak bisa giniin dia!"

"Ga usah munafik deh, Wil." Ardan tersenyum miring. "Lo juga suka kan sama gue?"

Willa menggeleng. Bukannya dia tak suka pada Ardan, hanya saja Willa tidak mau semuanya jadi seperti ini. Willa tidak bisa menyakiti Aira.

"Lo gak boleh nyakitin Aira."

"Jangan sok peduli gitu deh, Wil." Ardan menyandarkan punggungnya pada pilar rumah Willa, "Gue tau, dari awal gue pacaran sama Aira pun lo udah sangat suka sama gue."

Willa diam. Ardan sepertinya sengaja menatapnya tepat di mata, membuat Willa tak bisa berkutik. Mata elang milik Ardan terlalu indah, Willa tak bisa menolaknya.

"Lo... lo cuma lagi ada di posisi renggang aja sama Aira, lo gak bisa mutusin buat ninggalin dia. Kalian cuma perlu waktu, dan semuanya bakal baik baik aja." Willa berusaha meyakinkan. Ia tak tahu apa masalah yang dihadapi Ardan dan Aira, Willa hanya ingin keduanya kembali bersama.

Ardan tidak menjawab.

"Dan, dengerin gue. Aira sahabat gue dan gue tau dia sesayang itu sama lo, begitu juga lo. Lo sayang Aira melebihi apapun, Dan. Gue tau."

Ardan mendekat, membuat Willa mau tak mau melangkah mundur, semakin mundur hingga ia terhalang pintu rumahnya yang tertutup.

"Dan, jangan--"

Ardan berdiri di depan Willa dengan kedua tangan berada di sebelah kepala Willa, mengunci pergerakannya.

Sial! Willa tak bisa terus begini. Ia harus bertindak cepat sebelum tatapan mereka bertemu lagi dan Willa tak akan bisa menghindar. Sayangnya, dikeadaan seperti ini, Willa tak bisa berbuat banyak.

Jantungnya berdegup cepat, napasnya menderu. Di posisi sedekat ini ia bisa dengan jelas mencium bau parfum Ardan, Willa mendongak, mau tak mau matanya bertemu mata cokelat terang itu.

"Berhenti mikirin cewek sialan itu." Suara Ardan memberat, wajahnya dan Willa hanya terpaut beberapa senti. "Liat hati lo. Seberapa hancur hati lo liat Aira dapetin gue? Gue juga tau lo sesayang itu sama gue, Wil."

Willa berusaha menggeleng, tapi mata tajam itu seolah menghipnotisnya.

"Lo gak bisa selamanya bohongin diri lo, lo gak bisa memaksa diri lo mengaku kalau lo gak suka sama gue. Terlalu munafik, Arwilla Cahaya."

Willa menelan ludahnya, ia sudah terlanjur jatuh dan tak akan bisa berenang ke permukaan lagi.

"Lo... suka sama gue kan?" Ardan semakin mendekatkan wajahnya, begitu dekat hingga Willa bisa merasakan hembusan napas Ardan di wajahnya. "Jawab gue, Arwilla."

Willa mengangguk patah patah. "Ya. Gue suka sama lo, Ardan."

Ardan semakin mendekatkan wajahnya. "Jadi, lo mau kita jadian?"

Willa menelan ludahnya, rasanya begitu sulit untuk bernapas saat Ardan ada sedekat ini dengannya. Ia tak tahu harus berbuat apa, tubuhnya kaku dan mati rasa, hanya kepalanya yang bisa bergerak dan memberi anggukan singkat.

Sebelum akhirnya bibir indah itu mendaratkan kecupannya di bibir Willa, Willa melebarkan matanya, namun sedetik kemudian ia memejam dan membalas ciuman itu. Ciuman pertamanya. Ciuman yang akan membuka luka baru untuk Aira.

Maafin gue, Ra.

***

Hurt [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang