Kukuruyuuuuk~
🎶 Ya Shaun the Sheep, ya Shaun the Sheep
🎶 Dia banyak akal dan pandai menari
Aira meringis, mencari cari ponsel yang semalam entah ia taruh di mana. Bisa bisanya ia lupa menon-aktifkan alarm di ponselnya, padahal ia butuh istirahat.
Begitu benda pipih itu didapatnya, segera ia mematikan alarm lantas berusaha kembali tidur. Tapi rasanya begitu sulit untuk kembali terlelap. Aira bangun dan duduk di atas ranjang sambil menatap jendela besar di kamarnya yang tertutup tirai.
Ia merasakan tubuhnya sudah membaik, dan karena sudah terlanjur bangun sepagi ini Aira memutuskan berjalan ke kamar mandi. Namun baru saja kakinya menyentuh lantai, suara dari balik pintu kamarnya yang sedikit terbuka terdengar.
"Mau ngapain lo?" Tanya laki laki bertubuh tegap yang kepalanya menyembul.
"Mandi, Bang. Gue udah sehat, mau sekolah." Jawab Aira mantap.
Dimas melangkah masuk, mendekat, dan menyentuh kening Aira. Sesaat kemudian ia mengangguk, "Panas lo udah turun. Tapi mending jangan sekolah dulu, lo masih perlu istirahat."
"Elah, Bang. Udah sehat mah gue." Aira membantah. Ia tidak mau berlama lama tidak sekolah, rasanya begitu membosankan untuk terus diam di rumah.
"Diem." Dimas berkata tegas. "Pokoknya hari ini istirahat dulu, besok baru sekolah. Lagian di bawah ada yang nyariin lo."
Mendengar kalimat itu, Aira sedikit tertarik. "Siapa, Bang? Ari?"
Dimas menoyor kepala Aira pelan, "Ari terooosss!"
"Hehe," Aira meringis. "Terus siapa?"
"Ardan."
"Serius? Ada Ardan?" Tanya Aira semangat.
Dimas mengangguk, melihat antusiasme adiknya ia mulai yakin kalau Aira memang sudah sembuh.
"Tumben gak langsung ke sini."
"Lagi ngomong sama Papa tadi."
"Ooh." Aira melangkah melewati Dimas.
"Gak jadi mandi, Ra?"
Aira berjalan ke arah pintu tanpa menoleh, tangannya bergerak asal membenahi rambut. "Sebagai penduduk bumi, kita harus hemat air, Bang. Kita gak pernah tau sampai kapan air masih melimpah kayak sekarang. Bisa aja 100 tahun dari sekarang, bumi dilanda kekeringan hebat kan. Gue mau jadi salah satu warga bumi yang dikenang karena tindakan hemat air ini. Dah ah, mau ketemu Ardan."
Pintu kamar ditutup setelah Aira melaluinya.
Dimas mematung, diam di posisinya. Ia hanya berkedip menatap pintu kayu itu dalam hening. Untuk sedetik kemudian berseru hebat, "BILANG AJA LU MALES MANDI, ANJENG!!"
***
Aira menuruni tangga menuju lantai satu dengan perlahan. Entah kenapa, ia mendadak takut untuk bertemu Ardan. Mengingat semua yang telah Ardan berikan padanya, mengingat bagaimana perasaannya pada Ari, dan semua saran saran dari Dimas, Aira jadi dilema.
Jika boleh, Aira ingin merahasiakan ini selamanya. Berbohong pada Ari kalau Ardan marah padanya mungkin adalah pilihan yang baik. Tapi setengah dari diri Aira menolak gagasan itu, Aira tidak mau membohongi Ardan-nya.
Mereka sudah bersama selama lebih dari dua tahun, dan Aira tahu hal ini harusnya tidak boleh ia biarkan sampai terjadi. Selama lebih dari 15 tahun, keluarganya mengajari Aira untuk bertanggung jawab atas apa yang telah ia perbuat. Maka hari ini, Aira akan berusaha mempertanggung-jawabkan kesalahan kecil yang tentunya berujung fatal ini.
"Oleh oleh dari nenek, Om."
Suara khas Ardan membuat Aira mengangkat kepalanya, rupanya laki laki blasteran eropa itu sedang bicara dengan Hendra.
"Wah, titip salam ke nenek kamu ya, bilang makasih oleh olehnya." Hendra tersenyum ramah.
"Siap, Om." Ardan membalas dengan senyum manisnya.
"Hai, Dan." Sapa Aira pelan.
"Loh, Aira? Udah sehat?" Ardan mendekati kekasihnya.
Aira mengangguk, "Udah. Tapi kata Bang Dimas jangan sekolah dulu."
"Kamu istirahat aja lagi sehari, itung itung refreshing." Hendra menyahut sambil terkekeh.
Aira hanya membalasnya dengan dengusan.
"Kalo gitu, kamu bisa ikut aku hari ini?" Tanya Ardan.
"Ke mana?"
"Nenek baru dateng dari LA, mau ketemu kamu katanya. Ikut ya? Sekalian ketemu orang tua aku."
Deg.
Aira mematung, jantungnya memompa darah jauh lebih cepat. Kok gini sih? Gue belum siap!
"Se-sekarang banget?" Tanya Aira tergagap.
Ardan menggeleng kecil, membuat hati Aira lega sesaat. Namun kalimat yang terlontar selanjutnya membuatnya batal tenang. "Nanti siangan dikit, abis kamu mandi sama sarapan."
Aira menelan ludahnya. Ia tahu segalanya akan berjalan rumit bahkan sulit, tapi tak pernah ia bayangkan kesalahannya akan jadi serumit ini.
Dateng ke rumah Ardan? Ketemu keluarga besar? Yang bener aja! Gue baru abis selingkuh, anying!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt [END]
Fiksi RemajaArdan Oliver jatuh cinta pada Aira, si bungsu kesayangan mama dan papa. Namun alih-alih setia kepada Ardan sepenuh hati, Aira masih saja terpana oleh teman sekelasnya, Ari. Kurangnya rasa bersyukur membuat Aira kehilangan keseimbangan akan dunianya...