56. Merenungkan Semuanya

19 11 4
                                    

Detik demi detik berlalu, menit demi menit terlewati. Menit berganti jam, merajut hari, menyulam minggu. Empat minggu setelah peristiwa di halaman rumah Aira.

Aira merasakan hidupnya berjalan begitu lambat, waktu seolah merangkak, tak membiarkannya lari dari masalah yang mengikatnya selama ini.

Semuanya berjalan lambat dan hambar bagi Aira. Jeda semester dan segala jenis lombanya, free class dan segala kegaduhannya, bahkan ulang tahun ke 17 Ardan, semuanya berlalu begitu saja.

Sesekali, Ardan datang menyapa. Hubungan mereka kembali membaik dua minggu terakhir. Awalnya, Aira sama sekali tidak mengacuhkan Ardan. Aira tidak suka cara Ardan menyelesaikan masalahnya dengan Ari, toh bagi Aira, masalah mereka bukannya selesai tapi malah semakin menambah dendam.

Meski pun jika dilihat dari sudut pandang Ardan, apa pun yang dilakukannya sebenarnya tidak salah. Jika ada kesalahan dalam hidupnya, itu mungkin hanya satu. Menerima Aira kembali dalam dunianya.

Tapi Ardan tak mau diam saja, ia terus mencoba meluluhkan hati kekasihnya. Dan perbuatannya berbuah manis, sejak satu minggu terakhir Aira mulai mau bertemu dengannya meski gadis itu meminta sedikit jarak.

"Aku masih bete sama kamu. Datengnya jangan keseringan." Kata Aira waktu itu.

Ardan menurut. Dan dengan itu, Aira merasa moodnya jauh lebih baik.

Sedangkan Ari, sejak hari itu ia juga tidak pernah berinteraksi lagi dengan Aira. Bahkan sekedar menyapa atau mengobrol sebagai teman sekelas pun tidak. Aira sering berpikir, secepat inikah keduanya harus berpisah? Jadi, memang sampai di sini saja kisahnya berlayar? Aira masih belum bisa menerimanya.

Hari ini pembagian raport dilakukan di kelas masing masing oleh wali kelas. Pengumuman ranking sudah usai beberapa puluh menit yang lalu, dilaksanakan di lapangan upacara.

Aira menatap deretan nilainya di lembar kertas itu, rata rata nilainya delapan. Cukup memuaskan untuk Aira.

Lagi lagi semuanya berjalan begitu saja sampai sore ini sebuah pesan masuk ke ponsel Aira. Dari Willa.

Beban Ortu 👑 : Cok gw baleeek! 😝
Beban Ortu 👑 : Senin depan gw pkl kan, tebak gw pkl di mn?
Beban Ortu 👑 : Mini market deket smp juara donggg😌
Beban Ortu 👑 : Seneng bat gw yalord😭😭

Aira membalas pesan itu dengan semangat tingkat tinggi.

Aira : Ih yg bener?
Aira : Yes bisa meet up lagi bertiga

Beban Ortu 👑 : Yeu gw jadi nyamuk dong,-

Aira : Gapapa, kan emang udh jadi tradisi dari smp 😜
Aira : Makanya lu cari jodoh dulu sblm balik. Biar bisa double date kita nanti

Beban Ortu 👑 : Gpp masi betah juga gw sendiri

Dari percakapannya dengan Willa, Aira mulai merasa sedikit hidup. Sore itu Willa datang ke rumah Aira, mengajaknya hang out, menghabiskan waktu berdua seperti sahabat pada umumnya.

Tapi saat kembali ke rumahnya, Aira merasakan perasaan itu lagi. Hampa. Kehadiran Willa rupanya tak banyak membantu mengembalikan keceriaan Aira. Dimas bahkan sampai heran melihatnya.

"Lo kenapa sih, Ra?" Tanya Dimas pada akhirnya. "Gak bosen apa galau terus?"

"Bosen banget, Bang." Aira menjatuhkan kepalanya pada paha Dimas, menjadikannya bantal. "Tapi gimana gue bisa balik happy happy lagi kalo gue sendiri aja gak paham sama yang lagi gue rasain."

"Lo galau gara gara Ardan jarang dateng, itu singkatnya." Dimas menyimpulkan secara sepihak.

"Engga, Bang. Gak gitu." Aira menyangkal, mencomot kukis dari piring di atas meja. "Gue justru lagi males sama Ardan. Gue gak pingin ketemu dia."

"Terus lo galauin siapa? Ari?"

Ari? Mendengar nama itu Aira jadi berpikir. Mungkinkah memang Ari? Apakah memang Ari yang membuatnya galau selama satu bulan? Ari yang membuatnya merasa hampa? Iya. Ari.

"Lo jenius, Bang!" Seru Aira tiba tiba, melompat duduk di samping Dimas.

"Wih, jelas." Dimas senang saja dipanggil jenius.

"Gue gak bisa lupain Ari, makanya gue galau. Gue gak sanggup ngelepas Ari, dan belum nerima kenyataan kalo selama ini gue sama dia makin jauh. Itu alesannya!" Seru Aira menggebu gebu. "Tapi... setelah nemu alasannya... gue harus apa, Bang? Deketin Ari lagi gitu?"

"Jangan bego." Dimas menjawab datar. "Inget, lo punya Ardan yang sayang banget sama lo. Lo udah selingkuh aja dia masih mau, di mana lo bisa dapetin cowok kayak dia lagi?"

Aira terdiam. Dimas benar. Sepertinya, Aira harus merenungkan semuanya dari awal.

***

Hurt [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang