Bel istirahat berbunyi nyaring nan merdu, seluruh siswa bersorak senang. Bunyi bel istirahat bagaikan cahaya surgawi yang menyelamatkan mereka dari belenggu siksa semesta. Terlebih lagi bagi mereka yang memang sudah mengantuk dan bosan di kelas.
Zia seperti biasa pergi ke kantin bersama Setia dan Dewi. Aira sendiri memilih memainkan ponsel dan duduk diam. Namun kehadiran sosok Ari yang melangkah kian dekat membuatnya enggan berdiam diri.
Percayalah, meski sejak tadi Aira memandangi laki laki yang wanginya membuat hidung Aira baper itu, ia tetap segan dengan Ardan yang masih mau bertahan dengannya.
Hargai Ardan. Tajamnya dalam hati. Harus hargai Ardan yang berjuang buat gue selama ini. Yang masih mau maunya sama gue padahal udah gue duain.
Aira mengangkat bokongnya, berdiri dan berjalan meninggalkan mejanya tepat sebelum Ari sampai di sana. Ia tidak tahu harus ke mana sekarang, tidak punya tujuan. Tapi paling tidak, Aira harus menjauhi Ari.
Di tempatnya, Ari mengernyit bingung. Gue ada salah ya?
Untuk menjawab pertanyaan itu, Ari harus melakukan sesuatu. Kakinya sudah siap melangkah menyusul Aira yang pergi entah kemana. Tapi Yuda menahannya.
"Lu belum bayar utang semalem, cok." Yuda menggebrak meja.
"Aah, itu mah bisa nanti nanti. Gue ada urusan, urgent banget ini." Ari mengelak.
"Urgent, urgent, pala lu ketimpa jerigen!" Yuda emosi. "Dari kemarin bilangnya gitu mulu, udah mau nyampe sejuta ini!"
"Ah, masa sih?" Ari jadi panik sendiri. "Emang iya? Boong kali lu!"
Yuda tidak mau kalah. Ia merogoh saku dan menarik keluar sebuah buku catatan kecil lantas menunjukkannya pada Ari.
Rupanya buku catatan itu berisi catatan hutang hutang Ari yang ditulis rinci dan jelas. Lengkap dengan tanggal dan jam.
Ari menelan ludah. Pikirannya kini sepenuhnya pada buku catatan milik Yuda. Ia bahkan lupa kalau ada Aira yang harus dikejar.
***
Seharian Aira berusaha mati matian menghindari Ari meski rasanya begitu sulit. Benar benar terasa seperti sekarat untuk Aira. Dan siang ini, Aira harus kembali melakukannya. Menghindari Ari.
Saat bel pulang berbunyi dan Pak Alfi, guru Sosiologi, berjalan meninggalkan kelas, Aira segera berdiri dan bergegas menuju pintu.
Ari tidak mau kehilangan kesempatan untuk berbicara dengan Aira lagi kali ini. Maka secepat kilat ia menyampirkan tas di bahu lantas berlari menyusul Aira.
Menyadari hal tersebut, Aira berlari menyusup di balik kerumunan siswa yang hendak pulang. Tubuh mungilnya terselip dengan sempurna, membuat Ari tidak bisa menyusul.
Tak kehabisan akal, Ari berbalik dan berlari menuju area parkir di belakang sekolah. Berlari menuju motornya dan menunggangi scoopy abu abu itu, memacunya cepat keluar lewat gerbang belakang dan memutar, kembali ke gerbang depan.
Ari tahu ia akan melihat Aira, yang tidak Ari ketahui adalah Aira sudah ditunggu oleh Ardan. Pemuda blasteran itu kini tengah menunggu di dalam mobil putihnya, memainkan ponsel dengan tenang.
Saat melewati gerbang, Aira langsung mendengar panggilan dari dua orang yang menyerukan namanya bersamaan.
"Aira!"
Aira berlari melewati Ari begitu saja, masuk ke dalam mobil Ardan yang terparkir di seberang jalan lantas menaikkan kacanya agar Ari tak bisa melihat parasnya dari luar.
"Kenapa lari larian?" Ardan bertanya. Nadanya dibuat sehangat mungkin, tapi Aira tahu itu hanya tipuan. Ardan-nya sedang tidak baik baik saja.
"Pingin aja, hehe." Aira pun mencoba senatural mungkin. Meski dalam hati khawatir Ardan akan marah melihat Ari menunggunya di gerbang tadi.
Nyatanya, Ardan sama sekali tidak menyadari sosok laki laki yang juga menunggu Aira di gerbang tadi. Ardan bahkan tidak tahu perawakan manusia bernama Ari yang telah merusak kebahagiaannya.
"Katanya kamu sibuk, Dan. Kok bisa jemput?" Aira memecah keheningan.
Ardan menoleh, tersenyum lembut. "Aku cuma pingin perbaikin semuanya, Ra. Aku mau kita kayak dulu lagi, jadi aku pikir ya... aku perlu berubah dikit kan? Jadi lebih baik buat kamu, biar kamu-nya betah sama aku."
Aira berkedip, tidak habis pikir dengan tanggapan Ardan terhadap masalah ini.
Bagaimana bisa setelah semua yang terjadi, Ardan masih dengan ikhlas menyayangi Aira? Bagaimana bisa setelah semua yang Aira lakukan, Ardan masih bersedia merubah diri?
Dan bagaimana bisa Ardan yang mencoba memperbaiki segalanya, padahal Aira yang salah?Aira tak mengerti.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt [END]
Novela JuvenilArdan Oliver jatuh cinta pada Aira, si bungsu kesayangan mama dan papa. Namun alih-alih setia kepada Ardan sepenuh hati, Aira masih saja terpana oleh teman sekelasnya, Ari. Kurangnya rasa bersyukur membuat Aira kehilangan keseimbangan akan dunianya...