Tiga puluh satu

1.6K 101 17
                                    

Alvito mengeluarkan asap dari mulutnya dengan puntung rokok di jarinya. Ia menatap luar mansion sambil mengisap rokok di tangannya. Ia bertelanjang dada dengan gelas sampanye di pegangnya.

Alvito mematikan rokoknya yang tinggal sedikit, lalu meneguk sampanye. Ia memijat kepalanya sebentar setelah itu menatap ke dalam kamarnya.

Alvito menatap wajah Pita yang sudah tertidur pulas dari jauh. Ia pun bergerak masuk ke dalam kamar.

Alvito duduk di pinggir kasur sambil mengusap pelan rambut Pita. "Maaf," lirihnya sambil menatap wajah Pita yang masih tertidur.

"Maaf karena aku. Kau menjadi menderita seperti ini," Alvito mengecup kening Pita membuat gadis itu sedikit terganggu tidurnya.

Alvito mengecup bibir Pita dengan lembut. Ia mengusap pipi gadis itu. "Tapi tenang saja. Setelah aku mengurus masalah ini. Aku akan mendapatkan mu," bisiknya.

Drrt..

Alvito mengambil handphone dari saku celananya. "Halo?" jawab Alvito saat nama Xander tertera disana.

"Kau dimana?" tanya Xander.

"Di kamarku dan Pita. Kenapa?" tanya Alvito sambil terus mengusap rambut Pita.

"..." Xander terdiam sejenak. "Kau tidak melakukan apapun padanya kan brengsek?!" ucapnya nyaris teriak.

Alvito berdecih. "Memangnya aku melakukan apa? Singkirkan pikiran kotormu itu sialan!" umpatnya.

"Baguslah. Kalau kau menyentuhnya. Aku yakin ayah dari perempuanmu akan mengamuk," ucap Xander lega.

"Jangan mengoceh saja. Ada apa?" tanya Alvito kesal dengan tingkah Xander.

Xander berdeham kecil. "Tentang nenek sihir itu, ah bukan. Maksudku, tentang ibumu--"

"Jangan katakan apapun tentang ibuku!" tekan Alvito dengan dingin. "Tentang masalah kemarin. Jangan khawatir aku akan membereskannya, sekalipun dia ibuku sendiri," tuturnya langsung memutuskan sambungan handphone tersebut secara sepihak.

Alvito menghembuskan nafas dengan kasar.

Di tempat lain Xander menatap tidak percaya kearah telfonnya. "So?" tanya nya pada seorang pria yang sudah berumur siapa lagi kalau bukan Devan, ayah Pita.

Devan terkekeh kecil. "Biarkan saja, aku ingin lihat sampai dimana dia akan memperjuangkan putriku," ucapnya dengan santai sambil memeluk pinggang istrinya.

"Apa semua akan baik-baik saja?" tanya Yuli dengan raut wajar penuh kekhawatiran.

Devan mengecup pelipis istrinya. "Jangan khawatir sayang. Semua akan baik-baik saja. Aku janji," ucapnya dengan tegas.

Xander tersenyum tipis. "Ah, tentang orang-orang yang sudah menindas putrimu. Apakah--"

"Tidak ada yang di khawatirkan. Semuanya sudah aku bereskan. Terutama Cecilia," ucap Devan dingin.

Xander terkekeh kecil. "Luar biasa. Bahkan Alvito saja mungkin belum melakukan seperti apa yang kau lakukan tuan Devan," ucapnya.

Devan menyeringai. "Siapa yang berani? Bocah itu hanya terikat pada gadis sialan itu. Tentu tidak akan melakukan hal yang semena-mena," ucapnya.

"Aku tau kekasih putriku lebih cerdik dari siapapun, aku percaya itu."

∆∆∆

Pita terbangun dan menatap terkejut saat Alvito berada begitu dekat dengannya dengan kondisi memeluk pinggangnya dan bertelanjang dada.

Wajah Pita memerah, ia menggeser kan tangan Alvito perlahan dari pinggangnya.

Alvito yang merasa terusik tidurnya, ia pun membuka matanya. "Pagi, babe." ucapnya dengan suara serak membuat tubuh Pita membeku.

"Kau ada rencana hari ini?" tanya Alvito sambil menyisir rambut nya dengan tangan.

Pita tidak menatap Alvito. "Kembali ke Indonesia," ucapnya tegas.

Alvito menatap terkejut, ia pun bangkit dari tempat tidurnya dan menghampiri Pita lalu memeluk pinggang gadis itu dari belakang.

"Kau bilang apa barusan?" tanya Alvito sambil mengecup leher Pita.

"Aku ingin kembali ke Indonesia. Kau pikir aku akan menerima kenyataan aku keluarga kandung orang yang tiba-tiba datang itu," ucap Pita dengan marah.

Alvito meletakkan dagunya di atas puncak kepala Pita. "Kita akan mencari kebenaran nya," ucapnya sambil melepaskan pelukannya lalu menggenggam tangan Pita.

"Aku pergi bersamamu!" ucap Alvito. Pita langsung menghempaskan tangan Alvito.

Pita berdecih. "Tidak perlu aku bisa pergi sendiri," ucapnya sambil melewati Alvito.

Alvito berdecak kesal. Pita tetap gadis keras kepala sampai kapanpun. Ia pun menggendong tubuh Pita seperti karung beras di pundaknya. Lalu meletakkan tubuh Pita di atas kasur dengan kasar.

Pita meringis, Alvito menindih tubuh Pita. Ia menatap tajam gadis itu. Pita menatap Alvito dengan cemas, apa yang akan di lakukan Alvito?

"Apa yang harus aku lakukan agar kau menurut padaku?" tanya Alvito dengan dingin. Tatapan matanya begitu menusuk.

"Awas Alvito!" Pita berusaha mendorong tubuh Alvito namun tidak membuat pria itu bergerak sedikitpun dari tempatnya.

"Apa aku harus memaksamu dulu baru kau menurut? Atau kau ingin aku melakukan hubungan intim dan membuatmu mengandung anakku begitu?" Alvito menyeringai membuat wajah Pita memucat seketika.

"Jangan macam-macam Alvito!" teriak Pita membuat Alvito terkekeh.

"Apa? Bukankah itu menarik? Kau mengandung anakku. Aku buat kau tidak akan lepas dariku," Alvito mengusap bibir merah muda Pita dengan lembut.

"Brengsek!!" umpat Pita. Alvito terkekeh pelan, ia pun menyatukan keningnya dengan Pita sambil menggenggam tangan gadis itu dengan erat.

"Seharusnya aku dari dulu sudah menyentuhmu. Membuat mu mengandung anakku. Itu lebih baik, bukan? Seandainya dari dulu aku tidak menahan untuk tidak menyentuhmu," bisik Alvito membuat Pita membulatkan matanya.

Alvito menatap wajah Pita. Ada tatapan gairah di dalam mata Alvito, Pita tau itu.

"Baik. Satu persetujuan. Aku ikut denganmu atau kau akan tetap disini bersamaku. Jangan berpikir aku akan membiarkanmu pergi selangkah dari kamarku," Alvito mengusap rambut Pita.

"Pergi bersamaku atau tidak sama sekali?!"

∆∆∆
TBC

My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang