Pita mengemasi barang yang akan di bawa nya dan tak lupa ia membawa oleh-oleh dari sini untuk di bawa dan sekaligus menjadi bekalnya saat di atas pesawat nanti.
"Sudah siap?" tanya Raya, ibunya Pita. Ia menatap sendu anaknya yang perlahan sudah tumbuh dewasa.
"Sudah Bu, Pita mau langsung berangkat kasian Vito nunggu nya kelamaan," ucap Pita lalu ia memeluk tubuh ibunya.
"Bu pokoknya selalu kabarin Pita ya kalau ada apa-apa," sambung Pita dengan nada sedih. Baru ini ia akan berpisah dengan orang tuanya.
"Iya nak, kamu disana jangan nyusahin nak Alvito. Belajar yang bener, makan teratur, jangan sampai sakit!" ucap Raya.
"Iya Bu, Pita bakal baik-baik aja disana kok," ucap Pita sambil tersenyum.
Fikri, ayahnya Pita berjalan mendekati mereka yang saling berpelukan lalu ia bergabung sambil mencium kening Pita dan Raya.
"Yasudah hati-hati ya nak, baik-baik disana," ucap Fikri sambil memeluk tubuh Pita dengan sayang.
"Iya pak," balas Pita. Ia tersenyum.
Alvito yang melihat itu pun sedikit terhenyuh karena ia pun dari kecil sampai sekarang ia belum pernah merasakan kasih sayang orang tua. Termasuk ibunya sendiri.
Ia tidak pernah merasakan pelukan ibunya. dari dulu ia selalu di asuh oleh pelayan disana, jadi sampai sekarang ia memiliki kepribadian yang tertutup.
Raya tersenyum saat melihat Alvito yang terdiam di tempatnya lalu ia melangkah ke arah Alvito dan memeluknya, membuat Alvito langsung membeku di tempat.
"Jaga diri baik-baik disana ya, tolong jaga Pita," ucap Raya.
Alvito menatap Pita meminta penjelasan darinya karena ia tidak mengerti apa yang di katakan oleh ibu Pita.
"Ibu ku berkata jaga diri baik-baik dan kau disuruh untuk menjaga ku," ucap Pita dengan malas.
Alvito mengangguk lalu membalas pelukan Raya, hatinya menghangat ia seperti merasakan pelukan dari seorang ibu.
"Sudah? Ayo kita berangkat," ucap Alvito, saat ia sudah melepaskan pelukannya.
Pita mengangguk lalu menyalimi ayah dan ibunya sambil mengecup pipi mereka satu persatu.
"Bu, bapak. Pita pamit ya, jaga kesehatan disini. Kalau ada apa-apa langsung hubungin Pita," ucap Pita.
Raya mengangguk lalu tersenyum. "Hati-hati di jalan," ucap nya.
"Yaudah Pita pergi ya,"ucap Pita.
"Iya nak," balas mereka sambil melambaikan tangan kearah Pita dengan wajah sendunya.
Sebuah mobil mewah bewarna hitam berhenti di depan rumah Pita.
"Tuan, pesawatmu sudah siap," ucap Edwin, tangan kanan Alvito.
Alvito mengangguk. "Ayo kita berangkat," ucapnya.
Pita mengangguk lalu melambaikan tangan kearah orang tuanya sambil tersenyum lalu menarik kopernya menuju mobil.
Alvito yang melihat Pita tengah kesulitan menarik kopernya ia pun langsung mengangkat koper milik Pita tersebut dan memasukkannya kedalam mobil.
"Dasar lamban!!" ucap Alvito membuat Pita melongo.
"ALVITO!!"
∆∆∆
Pita menatap kearah luar jendela dengan lesu, ia harus meninggalkan orang tuanya sendiri. Apalagi sanak saudara tidak ada yang berada di dekat rumahnya, ia jadi sedikit takut.
"Apa yang kau lamunkan?" tanya Alvito sambil menatap Pita yang terdiam di sampingnya.
"Orang tua ku," ucap Pita. Alvito mengangguk.
"Tenang saja, aku sudah mengirimkan beberapa orang untuk menjaga mereka," ucap Alvito.
"Benarkah?" tanya Pita sambil menggenggam tangan Alvito lalu ia tersenyum manis.
Alvito terdiam beberapa saat, lalu ia mengangguk.
"Terima kasih," ucap Pita.
Alvito tersenyum tipis,ia suka dengan senyuman Pita. Entah kenapa bisa membuatnya menghangat dan ia pastikan senyuman itu hanya akan untuknya saja.
"Senyuman itu bolehkah hanya untukku?" batinnya Alvito.
"Kau kenapa?" tanya Pita aneh.
"Tidak ada," balas Alvito singkat.
"Aneh," gumam Pita.
Kini mereka memasuki pesawat pribadi milik Alvito, lagi-lagi Pita di buat kagum dengan desain pesawat Alvito yang menurutnya sangat mewah itu.
Pita seperti anak kecil di mata Alvito bagaimana tidak? Pita adalah perempuan yang begitu aktif dan tidak bisa diam apalagi melihat sesuatu yang membuatnya penasaran.
"Woahh!! Apa semua orang kaya seperti ini?" tanya Pita kagum.
Alvito mengangkat bahunya. "Tidak tau," balasnya.
Alvito menarik tangan Pita menuju kamar di pesawat miliknya.
"Ini kamar mu, tidurlah." ucap Alvito.
"Ok." Pita langsung melompat ke arah kasur yang begitu empuk membuat Alvito menggelengkan kepalanya.
Alvito menutup pintu kamar tersebut lalu ia duduk di kursi pesawat sambil meminum sampanye dan menatap kearah luar pesawat.
Alvito memejamkan matanya sampai sebuah teriakan dari Pita yang memanggil dirinya, ia langsung bangun dan berjalan menuju kamar Pita.
"Ada apa?" tanya Alvito bingung.
"Kau lapar tidak? Aku membawa makanan dari rumah," ucap Pita.
"Disini juga ada makanan," ucap Alvito.
"Ah, aku tidak mau. Makanan disini terlalu familiar," ucap Pita.
"Duduklah di sampingku," sambung Pita sambil menepuk kasur di sampingnya.
Alvito menurut dan ia duduk di samping Pita yang sedang sibuk membuka tempat makanan.
"Nah,ini." Pita menyuapi Alvito.
Alvito mengerutkan keningnya menatap ke arah Pita dengan pandangan penuh tanya.
"Kenapa? Kalau kau tidak mau yasudah," ucap Pita kembali menurunkan tangannya.
Alvito langsung menarik tangan Pita yang sedang memegang sendok dan mengarahkannya ke dalam mulutnya.
Pita menatap Alvito lalu ia memakan dengan lahap semur ayam yang ia buat tadi.
"Bagaimana rasanya?" tanya Pita.
"Lumayan," ucap Alvito bohong. Padahal rasanya sangat enak, lebih enak daripada makanan disini. Namun egonya berkata lain.
Pita menyuapi Alvito dengan telaten tanpa memperdulikan tatapan Alvito yang begitu dalam.
"Perempuan yang aneh, sifatnya suka berubah-ubah tapi membuat ku nyaman," batin Alvito.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Pita bingung.
"Kau terlihat seksi," ucap Alvito asal. Pita menatap tajam.
Pletak'
Alvito meringis saat Pita memukul kepalanya dengan sendok.
"Mati sana!!"
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]
RomansaCOVER BY OBI ART Serumah dengan orang kaya yang sombong dan sialnya sangat tampan. Anugrah atau kesialan? Itulah yang di rasakan gadis yang bernama lengkap Pingkan Agustina biasa di panggil Pita oleh temannya. Gadis keturunan darah kental Jawa harus...