tiga.

13.4K 724 13
                                    

Pita merebahkan tubuhnya di atas kasur ia memandang surat pernyataan bahwa ia sudah menjadi mahasiswa baru dari Oxford university .

"Apa yang kau lamunkan?" tanya Alvito sambil menyandarkan punggungnya di tembok.

Pita langsung bangun dari tidurnya menatap Alvito dengan datar. Kenapa Alvito selalu mengikutinya?

"Sedang apa kau disitu?" tanya Pita.

"Melihat mu yang seperti orang gila, apa yang kau pikirkan?" tanya Alvito.

Bukk~

Alvito meringis saat Pita melempar sebuah bantal kearah nya dengan kuat. Pita adalah perempuan pertama yang melakukan hal ini padanya.

"Apa ini masih bantal? Kenapa keras sekali?" gumam Alvito sambil meringis.

Pita yang mendengar Alvito mengatainya dengan kata gila membuatnya kesal.

"Siapa yang kau bilang gila, ha?!" tanya Pita kesal.

"Untung ganteng, kalau gak udah di apain kali," batin Pita.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Alvito.

"Apa itu penting untuk kau tau?" ucap Pita datar. Alvito adalah orang yang sangat ingin tau.

Alvito mengangkat bahunya tidak peduli. "Aku hanya bertanya karena aku peduli padamu," ucap nya.

Pita berdecih kesal. "Terserah, keluarlah. Aku tidak mau berdebat dengan mu," ucapnya.

"Kau ini sensi sekali, kapan terakhir kau datang bulan? Dasar perempuan," gerutu Alvito dengan kesal.

"KELUAR!!" teriak Pita sambil menunjuk kearah pintu kamarnya.

"Kenapa ini? Pita kenapa kamu teriak-teriak gitu, gak baik nak," ucap Raya, ibunya Pita.

"Ini nih si bule nyasar, main masuk aja ke kamar Pita. Bikin kesel tau gak!!" ucap Pita dengan bahasa Indonesia membuat Alvito tidak paham apa yang Pita bicarakan.

Raya menggelengkan kepalanya. "Sudah-sudah, ayo kita makan dulu. Gak boleh gitu sama tamu Pita, nanti suka," ucap nya dengan jahil.

Pita bergidik ngeri. Suka? Dengan pria di depannya ini?

"Idih, suka? Jangan sampe," ucapnya sambil mengelus dada.

Raya tertawa kecil. "Yasudah, ayok kita makan bareng-bareng," ucapnya.

"Iya Bu," ucap Pita sambil berdiri.

"Ayo, makan," ucap Pita ketus kearah Alvito.

"Apa kau memiliki dendam tersendiri padaku?" tanya Alvito heran. Perempuan ini selalu marah ketika ia bertanya.

"Iyalah bego! Pake nanya lagi" batin Pita mengumpat.

Ia memilih tidak menjawab dan langsung menuju ruang makan disana ada Fikri, ayahnya sudah duduk menunggu mereka.

"Dimakan nak," ucap Raya pada Alvito sambil memberikan sepiring nasi dan tak lupa lauknya.

Alvito hanya mengangguk meski ia tidak paham sama sekali apa yang di katakan ibunya Pita.

"Bu, aku dapat beasiswa untuk kuliah," ucap Pita dengan pelan.

"Eh, beneran? Bagus dong itu, emangnya dimana kamu dapat beasiswa?" tanya Raya.

"Di Inggris," ucap Pita sambil meringis.

Fikri menghentikan makannya. "Kamu serius?" tanya nya.

"Iya pak, Pita dapet beasiswa disana. Cuman yang Pita pikirin biaya disana gak sedikit, apalagi ngeliat bapak sama ibu kerja tapi gaji nya gak cukup," ucap Pita.

"Makan aja kita syukur," sambung Pita memang benar adanya untuk makan saja mereka sudah syukur.

Alvito yang dari tadi menyimak walaupun ia tidak mengerti apa yang mereka katakan namun mendengar satu kata dari Pita, ia tau bahwa Pita sedang membahas tentang kuliah nya.

"Bibi, paman. Izinkan aku untuk membalas budi, biarkan Pita tinggal di mansion milikku. Aku akan menjaganya disana."

∆∆∆

Raya dan Fikri terdiam. "Dia ngomong apa Pit?" tanya Raya.

Pita menepuk keningnya. Ia lupa jika Alvito tidak bisa berbahasa Indonesia. "Dia bilang dia mau balas budi, dia pengen Pita tinggal di vila punya dia," ucap nya.

"Ya bagus dong, yaudah bapak izinin," ucap Fikri dengan santai.

"Loh kok? Pak dia cowok loh, Pita itu cewe. Masa serumah sama cowok yang bukan suami Pita?" tanya Pita tidak percaya.

Fikri tersenyum. "Nak, kalau dia yang nawarin kayak gitu berarti dia memang tulus mau bantu. Lagian kalau bapak liat-liat nih ya, dia itu baik," ucapnya. Pita mendelik.

"Baik dari mana bikin emosi sih iya,yang ada mati mendadak karena emosi," batin Pita.

"Udah nak, kalau dia yang nawarin gitu. Dia pengen bantu kita, gak apa-apa terima aja," ucap Raya.

"Lagi pula kamu pengen kuliah disana kan? Yaudah jangan pikirin biaya disana, itu biar jadi urusan ibu sama bapak," ucap Raya sambil mengusap rambut Pita.

Pita terdiam dia memang memiliki cita-cita ingin kuliah disana hanya saja tidak rela meninggalkan orang tuanya apalagi ia adalah anak satu-satunya dari keluarga ini. Siapa yang menjaga mereka?

"Tapi--"

"Jangan pikirin bapak sama ibu yang disini, lagian ibu sama bapak sehat-sehat aja disini," ucap Fikri.

Pita menghela nafas pelan. "Ok, Pita mau kuliah disana," ucapnya.

"Tapi sering-sering kabarin Pita ya Bu," ucap Pita.

Raya dan Fikri tersenyum. "iya kamu kan anak bapak sama ibu satu-satunya, jangan nakal disana. Jangan nyusahin nak Alvito," ucap Fikri.

"Bagaimana?" tanya Alvito bingung.

Pita mengangguk. "Orang tua ku sudah setuju," ucapnya.

Alvito bernafas lega. "Baguslah kalau begitu, kapan kau kesana?" tanya nya.

"Minggu depan, setelah aku mengurus semua keperluan untuk kuliah disana," ucap Pita.

"Ok, aku sudah menyiapkan mansion disana," ucap Alvito sambil memakan cemilan di toples.

"Terima kasih," ucap Pita sambil tersenyum kearah Alvito.

Alvito terdiam memandang wajah Pita, apalagi melihat perempuan itu tersenyum padanya ada rasa menghangat di hatinya.

Dan Alvito tidak tau apa itu hanya saja ia ingin melihat senyuman itu terus menerus, ia tidak memungkiri bahwa Pita terlihat cantik di matanya.

"Kau cantik," gumam Alvito tanpa sadar.

"Kau bilang apa?" tanya Pita sambil memicingkan matanya.

Alvito menggeleng. "Kau tersenyum lebih baik dari pada wajah masam yang tadi kau tunjukan padaku," ucapnya dengan santai.

Pita langsung menatapnya datar. "Kau mau mati ya?"

∆∆∆
TBC

My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang